Kopi Dandu; Kopi dan Durian

kopi durian alias kopi dandu
Kopi dan durian dalam 1 gelas

Anda penggemar kopi dan suka durian? Pernah tidak membayangkan kedua varietas itu berkumpul dalam satu wadah dan diberi nama kopi dandu atau kopi dan durian? Rasanya wah! Tapi efeknya tidak wah.

“Ini namanya kopi dandu, kopi dan durian.” Kata pria bernama Ismail itu sambil tertawa lepas. Ucapannya merujuk kepada beberapa gelas kopi yang tersaji di depan kami.

Pagi menjelang siang itu saya ikut bersama Anton yang melakukan liputan ke sebuah desa di Masamba, Luwu Utara. Namanya desa Kalotok, desa yang terkenal sebagai salah satu sentra kakao di Luwu Utara.

Selain kakao, desa Kalotok juga sama dengan desa-desa lain di Luwu. Kalotok juga punya banyak pohon durian yang menguatkan citra kabupaten Luwu Utara dan Luwu sebagai penghasil durian utama di Sulawesi Selatan. Sangat mudah menemukan deretan penjaja durian dan bahkan pohon durian sepanjang perjalanan di dua kabupaten yang dulunya satu itu.

Saat musim durian tiba, Luwu dan Luwu Utara akan sangat lekat dengan aroma durian. Produksi durian mereka diangkut bahkan sampai ke kota Makassar yang berjarak sekisar 300an km ke sebelah Selatan. Dalam keseharianpun durian bukan hanya jadi makanan selingan di saat senggang, orang Luwu bahkan biasa menyantap durian bersama nasi selain olahan-olahan lainnya seperti selai atau lempok.

Nah salah satu olahan lain durian saya temukan ketika berkunjung ke desa Kalotok, di Masamba Luwu Utara. Durian dikawinkan dengan kopi! Yah, durian dan kopi dalam satu gelas.

Konon perkawinan ini tercipta saat para petani menunggui durian jatuh yang biasanya terjadi di malam buta. Saat bosan menunggu durian jatuh mereka iseng mencampur durian ke dalam gelas kopi mereka, sekadar pengusir ngantuk. Ternyata perkawinan itu berlanjut, kopi dan durian bukan hanya dihidangkan saat menunggui durian jatuh tapi juga dihidangkan untuk tamu.

Mencampur durian dan kopi mudah saja, pertama kopi dibuat seperti biasa menggunakan wadah yang agak besar kalau porsinya juga besar. Setelah itu beberapa daging durian yang sudah dipisahkan bijinya dimasukkan ke wadah tersebut dan dicampur merata. Campuran durian dan kopi dibiarkan mengendap beberapa saat sebelum dipindahkan ke gelas dan siap dihidangkan.

Ketika pertama mencicipi kopi durian itu saya cukup berhati-hati. Bukan apa-apa, ini pertama kalinya saya mencicipi kopi yang dicampur durian, bagaimanapun rasanya pasti akan aneh. Saya suka kopi dan saya juga tidak anti durian, jadinya percampuran itu bisa dengan cepat saya terima meski tegukan pertama terasa agak aneh. Serat daging durian sempat ikut masuk ke dalam mulut, membersi sensasi berbeda dari kebiasaan meminum kopi.

Rasanya memang agak aneh di awal, tapi lama kelamaan sudah tidak lagi. Aroma kopi yang bercampur dengan aroma durian sudah bisa saya terima. Memang agak susah mendeskripsikan rasa dan aromanya karena keduanya baik kopi maupun durian sama-sama punya rasa dan aroma yang kuat.

Tapi meski sebenarnya saya menyukai kopi durian ini, tetap saja harus berpikir ulang untuk menghabiskannya. Bukan apa-apa, kafein dalam kopi yang bercampur dengan kolesterol dalam durian ternyata tidak bersahabat dengan urat leher saya. Hanya beberapa menit setelah tegukan kesekian urat leher terasa tegang dan pandangan mulai berputar. Di dalam tubuh suhu juga terasa meningkat dan membuat keringat mulai menetes.

Stop! Kata saya dalam hati. Akhirnya segelas kopi durian itu hanya bisa saya sentuh sampai setengahnya saja. Lebih baik berhenti daripada menuntaskannya dan membuat sesuatu yang lebih buruk terjadi.

Daerah Luwu memang terkenal dengan duriannya. Simak ceritanya di sini

Begitulah, untuk pertama kalinya saya melihat sendiri bagaimana kopi dan durian disatukan dalam satu gelas. Rasanya sebenarnya menarik, cuma sayang saya tidak mampu menghabiskannya. Buat Anda yang senang mencoba makanan atau minuman baru bolehlah sesekali menantang diri untuk mencoba kopi dandu, tapi memang sebaiknya dicoba di tanahnya langsung, di Masamba. [dG]