Berlayar Hingga Ke Selayar
Kabupaten di ujung Selatan pulau Sulawesi ini secara aneh perlahan-perlahan membuat saya jatuh cinta. Mungkin karena keunikan sejarah dan tentu saja lautnya yang menggoda.
Dua tahun lalu saya beruntung mendapat kesempatan datang ke kabupaten kepulauan Selayar, kabupaten paling selatan di pulau Sulawesi. Saking selatannya, kabupaten yang terpisah dengan daratan pulau Sulawesi ini sudah berbatasan langsung dengan Nusa Tenggara Timur. Sebagai gambaran, pulau terluar di Selayar ditempuh dengan perjalanan 24 jam dari kota Benteng (ibukota Selayar) namun hanya membutuhkan waktu 8 jam ke Flores, NTT.
Kunjungan pertama 2 tahun lalu itu membuat saya langsung terpukau. Hebatnya karena meski baru pertama menginjakkan kaki di Selayar saya sudah langsung digeret ke pulau Tinabo yang terletak di dalam kawasan taman nasional Taka Bonerate. Bagi Anda yang belum tahu Taka Bonerate, saya hanya mau memberi satu informasi pendek: Taka Bonerate adalah kawasan atol terbesar ketiga di dunia. Silakan membayangkan sisanya.
Tahun ini saya kembali kejatuhan durian runtuh, mendapat kesempatan untuk kembali ke pulau Selayar meski sayangnya bukan untuk urusan liburan. Tahu tidak? Mengunjungi sebuah tempat indah tapi dengan beban harus bekerja itu rasanya perih! Tapi tak mengapa, setidaknya saya bisa menabung alasan untuk datang lagi ke Selayar suatu saat nanti. Alasan itu muncul setelah mendengar banyak cerita tentang pulau Selayar.
Dua tahun lalu saya hanya mengenal Taka Bonerate sebagai andalan wisata Selayar. Sebenarnya ada satu lagi, gong nekara yang katanya peninggalan jaman pra sejarah itu. Setidaknya hanya dua itu yang membuat saya mengenal Selayar. Tapi pengetahuan saya masih cetek soal pulau ini karena ternyata ada banyak tempat dan cerita indah dari pulau yang kadang disebut sebagai Tana Doang ini.
Selain Taka Bonerate yang tidak bisa menyembunyikan keindahannya, masih ada deretan pantai-pantai lain yang juga menunggu belaian. Saya tidak hapal semua namanya, tentu karena bahasa yang asing di kuping. Saya hanya ingat pantai Baloiyya dan Liang Kareta yang fotonya sudah sering melintas di lini kala twitter saya. Itu baru pantai di pesisir barat karena katanya pantai di pesisir timur tidak kalah cantiknya meski belum semua dapat bagian dieksplorasi.
Selayar bukan cuma pantai, tapi juga cerita sejarah yang menakjubkan. Di salah satu daerahnya yang bernama Gantarang (semoga saya tidak salah ingat) ada sebuah masjid tua yang dipercaya sebagai masjid tertua di tanah Sulawesi. Jauh lebih tua dari masjid Katangka yang selama ini dicap sebagai masjid tertua di tanah Sulawesi. Konon masjid tua di Selayar ini dibangun oleh Datuk Ribandang, sang ulama penyebar agama Islam di tanah Sulawesi. Dalam perjalanannya dari Tidore, beliau mampir di Selayar dan sempat membangun masjid serta mengumpulkan murid-murid di sana.
Datuk Ribandang tidak tinggal lama di Selayar, mungkin itu pula yang membuat jejaknya tidak terlalu membekas seperti yang terjadi di kerajaan Gowa. Dari Selayar konon beliau berlayar kembali dan kemudian singgah di tanah kerajaan Gowa. Di tanah yang baru inilah sang ulama tinggal lama, menyebarkan ajaran agama Islam dan tentu saja membangun masjid di Katangka. Arkeolog lebih dulu menemukan masjid di Katangka ini daripada masjid di Gantarang Selayar sehingga mereka percaya kalau masjid Katangka adalah masjid tertua di Sulawesi.
Kisah Orang Bajo.
Sebagai pulau yang dikepung lautan, orang Selayar akrab dengan laut meski tentu saja ada yang tinggal di dataran tinggi. Mereka yang tinggal di laut dan tersebar di pulau-pulau kecil itu sebagian adalah orang Bajo. Tahu orang Bajo? Mereka adalah salah satu suku yang bisa dibilang misterius. Orang Bajo tersebar di banyak tempat di nusantara, bahkan hingga ke negara-negara tetangga. Ada yang bilang asal-usul mereka adalah dari Johor yang kemudian menyebar karena dikejar tentara Mongol.
Apapun kisahnya, yang jelas orang Bajo adalah orang laut. Mereka tidak bisa jauh dari laut, bahkan katanya di mana ada orang Bajo, di sana ada air asin. Orang Bajo lahir di dalam air (dalam artian sesungguhnya) dan hidup dari air (laut), mereka bahkan menyelam seperti ikan. Persis seperti Deni manusia ikan, tokoh komik yang populer di tahun 80an.
Nelayan di balik senjaDi Selayar ada orang Bajo, tepatnya di pulau Rajuni dalam kawasan taman nasional Taka Bonerate. Dari cerita beberapa kawan di Selayar, orang Bajo di Selayar menyimpan banyak pusaka turun temurun yang menyimpan misteri. Salah satunya adalah bendera hitam dari kain sutra terbaik, bendera besar ini bisa digulung hingga muat dalam kepalan tangan. Hebatnya lagi bendera ini memuat gambar samar asma Allah, padahal keberadaan orang Bajo di Selayar katanya sudah ada sebelum Islam masuk ke tanah Selayar.
Orang Bajo di Selayar inipun punya nyanyian turun temurun yang bila didendangkan akan sanggup membuat bulu kuduk merinding. Dalam syairnya termaktub kalimat: tidak akan ada raja di Gowa kalau tidak ada orang Bajo. Konon, ibunda raja pertama kerajaan Gowa memang orang Bajo.
Sekelumit kisah di atas hanya sedikit pengantar bagaimana Selayar benar-benar menyimpan banyak magnet. Alamnya memikat, kisahnya misterius. Lengkaplah alasan untuk berlayar hingga ke Selayar. Mungkin suatu saat nanti saya akan kembali ke sana, tentu bukan dengan embel-embel bekerja karena saya benar-benar ingin menuntaskan dahaga mereguk kenikmatan dari pulau Selayar. [dG]
ah Sulawesi, we’ll see apakah dgn waktu yg tersisa di tahun ini sy msh bs kesana 🙂
saran saya, kalau mau ke pantai-pantai mending bulan April-Juli. lautnya tenang dan pantainya bersih. kalau bulan2 sekarang rugi, gak bisa ke laut dan pantainya juga kotor
hehehe
saya selalu gagal utk bisa singgah ke Sulawesi, mungkin gara-gara dulu gagal jadian sama orang palu sanah :p | baca cerita selayar, saya jadi pengen cerita tentang kampung halaman di selatan sukabumi, entah kapan dapat saya ceritakan, maklum saya pemalas.