Beda Sumba Timur dan Sumba Bagian Barat

Tadinya saya kira Sumba Barat dan Sumba Timur itu sama saja. Ternyata tidak, kedua daerah ini punya banyak perbedaan yang membuat saya tercengang.

UHHUY! AKHIRNYA SAYA BISA KE SUMBA BARAT DAYA JUGA. Setelah berkali-kali menyambangi Sumba Timur, saya penasaran seperti apa bagian barat pulau Sumba ini. Syukurlah akhirnya saya bisa mendarat di Sumba Barat Daya, pekan kemarin.

Dari perjalanan dinas yang singkat itu, saya jadi tahu kalau Sumba Timur dan Sumba Barat Daya memang agak sedikit berbeda. Ada beberapa perbedaan besar antara kedua wilayah Sumba itu. Kebetulan saya juga mengunjungi dua wilayah di bagian barat Sumba, yaitu Sumba Barat Daya dan Sumba Barat.

Apa perbedaan dari kedua wilayah itu? Saya ceritakan ya.

Pembagian kabupaten di pulau Sumba

Geografis

Sumba Timur dan Sumba bagian barat ternyata punya perbedaan geografis yang sangat kentara. Sumba Timur persis seperti yang digambarkan di film Pendekar Tongkat Emas. Penuh dengan padang savana yang kering di bagian utara, serta bukit-bukit hijau yang bertonjolan sejauh mata memandang di bagian selatan.

Sementara Sumba bagian Barat lebih kalem dengan dominasi area yang hijau. Tanahnya juga berkontur dengan jalanan yang berkelok-kelok sepanjang punggung bukit. Pepohonan menghijau, menyegarkan mata di mana-mana.

Kondisi ini juga membuat cuaca Sumba Timur dan Sumba bagian barat agak berbeda. Di Sumba Barat Daya kemarin saya tidak tahan duduk di luar ruangan di malam hari. Angin dingin yang kering begitu menggigit, padahal awalnya saya kira panasnya akan sama dengan Sumba Timur.

Kalau misalnya berfoto di Sumba bagian barat, kita akan sulit mengidentifikasi kalau kita lagi ada di Sumba. Yah kecuali kalau berfoto di depan rumah adat khas Sumba. Sementara di Sumba bagian timur, cukup berjalan sebentar di luar kota Waingapu kita bisa menemukan lanskap yang Sumba banget. Tidak perlu keterangan foto, orang akan langsung paham.

Secara luasan, Sumba Timur juga jauh lebih luas dibanding gabungan dua wilayah Sumba bagian barat (Sumba Barat dan Sumba Barat Daya).

Mau lebih dekat dengan Sumba Timur? Kamu bisa baca di sini

Sumba Barat Daya – dan Sumba Tengah – sendiri adalah pecahan dari Sumba Barat yang dimekarkan jadi kabupaten sendiri. Heran juga, kenapa bukan Sumba Timur saja yang dipecah ya? Mengingat luas wilayahnya yang segede Gaban itu.

Keramaian

Dua kota yang saya datangi di bagian barat Sumba kemarin adalah Tambolaka (ibu kota Sumba Barat Daya) dan Waikabubak (ibu kota Sumba Barat). Jarak antara dua kota itu tidak terlalu jauh, hanya sekira 30 sampai 45 menit perjalanan. Ini sekaligus menandakan betapa kecilnya wilayah kedua kabupaten itu. Sementara dari Tambolaka ke Waingapu, ibukota Sumba Timur jaraknya sekira tiga sampai empat jam perjalanan.

Tambolaka tidak terlalu ramai, kalah jauh dengan Waingapu. Mungkin karena ini adalah kabupaten baru. Sementara Waikabubak meski hanya melintas sejenak saya bisa bilang kalau ramainya mungkin sama dengan Waingapu. Ramai, tapi tidak terlalu ramai. Minimal di Waikabubak tidak ada ATM Bank Mandiri seperti di Waingapu, hahaha.

Bandara Tambolaka

Tapi bagian barat Sumba menang di soal bandara. Mereka punya bandara Tambolaka yang lebih besar dan moderen dibanding bandara Umbu Mehang Kunda di Waingapu, Sumba Timur. Bandara Tambolaka sudah bisa didarati pesawat bombardier punya Garuda sementara Umbu Mehang Kunda belum.

Interior bandaranya juga lebih moderen dan masih terlihat baru. Eh, tapi terakhir ke Umbu Mehang Kunda, mereka juga sedang berbenah dan mulai lebih moderen dibanding setahun kemarin.

Wisata.

Kalau soal wisata, bolehlah Sumba bagian barat membusungkan dada. Mereka memang jauh lebih ramai dikunjungi wisatawan, khususnya wisatawan asing. Sumba secara keseluruhan memang punya potensi wisata yang luar biasa. Pantai, bukit, danau, you name it. Belum lagi atraksi wisata seperti Pasola yang selalu membuat Sumba ramai dikunjungi wisatawan setiap bulan Maret.

Konon, pemerintah daerah Sumba Barat dan Sumba Barat Daya memang lebih lihai menggaet wisatawan asing. Apalagi di bagian barat Sumba ada resort Nihiwatu, resort yang tahun 2016 terpilih sebagai hotel terbaik di dunia. Iya, di dunia!

Pesohor macam Mick Jagger dan almarhumah Lady Diana bahkan katanya pernah bersantai di sini, menumpang helikopter dan mendarat langsung di Nihiwatu Resort. Jangan tanya harga per malamnya ya, mungkin sepadan dengan gaji karyawan menengah di Jakarta selama setengah tahun.

Salah satu desa adat yang saya kunjungi

Selain tempat-tempat wisata itu, di bagian barat Sumba kita juga bisa dengan mudah menemukan desa-desa adat yang masih memegang kepercayaan Marapu. Rumah-rumah khas Sumba dengan bahan utama kayu dan atap yang menjulang tinggi, berderet dalam satu kawasan bukan barang yang sulit ditemukan. Agak berbeda dengan di Sumba Timur. Kawasan desa adat seperti ini sudah mulai sulit ditemukan.

Budaya

Seperti yang saya bilang di atas, di Sumba bagian barat kita masih mudah menemukan desa adat yang menandakan penghuninya masih kuat memegang adat istiadat. Dalam keseharian pun seperti itu.

Di Sumba Barat Daya dan Sumba Barat mudah saja kita menemukan pria-pria Sumba yang berseliweran dengan dandanan tradisional. Ikat kepala dari kain tenun Sumba, begitu pula kain yang dililit di pinggang, lengkap dengan parang yang sepanjang lengan bawah orang dewasa.

Ikat kepala, ikat pinggang dan parang itu biasa

Awalnya ketika melihat para pria dengan dandanan seperti itu, saya kira mereka sedang bersiap ke upacara adat. Seperti orang Bali. Eh ternyata tidak. Pakaian itu adalah pakaian sehari-hari mereka ketika keluar rumah. Termasuk ke kebun, bedanya kalau ke kebun mereka tidak memakai ikat kepala.

Pemandangan yang sama tidak pernah saya temukan di Waingapu. Kalau ke bagian luar kota masih ada beberapa pria yang berjalan-jalan dengan dandanan seperti itu, tapi tidak banyak. Tidak seperti di Sumba bagian barat.

Dua wilayah Sumba itu memang agak berbeda, tapi sebenarnya tidak terlalu berbeda. Intinya, semua wilayah Sumba itu sangat menyenangkan untuk dikunjungi. Eksotisme alam dan budaya masih mudah ditemui. Tapi saran saya, lebih baik berkunjung ke Sumba di musim hujan. Selain alamnya lebih hijau – bahkan di Sumba Timur sekalipun – orang-orangnya juga akan lebih ramah.

Namun, meski Sumba sangat menarik untuk dikunjungi saya tetap berharap biaya ke sana tetap mahal. Bukan apa-apa, minimal melindungi pulau eksotis itu dari wisatawan alay yang biasanya akan membawa dampak negatif pada sebuah tempat wisata. *ketawa setan* [dG]