5 Hal Tentang Pulau Gili Air

pulau gili air
pulau gili air
Salah satu pemandangan dari Pulau Gili Air

Pulau Gili Air menjadi tujuan kami di tahun ini. Postingan ini mungkin menjawab 5 hal tentang Gili Air.

Jadi? Mau ke mana kita nanti?

Pertanyaan itu muncul ketika kami (saya dan Mamie) memutuskan untuk mengunjungi Lombok, salah satu dari dua pulau besar di Nusa Tenggara Barat. Alasan utamanya jelas adalah menjenguk Jihad, putra nomor dua yang sekarang sedang belajar di Lombok. Alasan lainnya, apalagi kalau bukan untuk jalan-jalan.

“Ke Gili Air yuk,” kata Mamie.

Seorang kawan merekomendasikan satu dari tiga pulau berdekatan di Lombok Utara itu. Alasannya, pulau Gili Air dekat dari daratan dan di sana cukup sepi. Iya, sebelumnya saya juga sudah mendengar kalau Gili Air jauh lebih sepi dibanding Gili Trawangan. Konon, di Gili Trawangan kita justru merasa sebagai turis saking banyaknya pendatang berkulit putih.

Tapi, kenapa bukan Gili Meno? Pulau di antara Gili Air dan Gili Trawangan ini katanya lebih sepi, bahkan masih sangat sepi plus belakangan kami tahu kalau harga di sana lebih mahal. Jadi rasanya paslah pilihan kami jatuh pada Gili Air.

Kenapa Pulau Gili Air?

Alasan-alasan di atas membuat kami akhirnya memutuskan untuk menyeberang ke pulau Gili Air. Kami ternyata tidak salah. Pulau seluas 15 km2 itu tidak seramai Gili Trawangan. Kami sempat berkunjung ke Gili Trawangan keesokan harinya, dan dari atas kapal di luar pulau pun kami bisa mendengarkan dentuman musik disko dari pulau itu.

Gili Air juga tidak sesepi Gili Meno yang dari tepian masih terlihat ditumbuhi banyak pepohonan liar serupa hutan. Jadi sepertinya memang Gili Air adalah yang paling pas buat yang mau berwisata tanpa terusik suara musik yang keras tapi juga tidak terlalu dikepung sepi.

Harga-harga di Gili Air juga masih masuk akal, bahkan untuk turis yang tak berkantong tebal seperti kami. Makanannya masih ada di kisaran harga Rp.25-35 ribu/porsi. Memang agak mahal dibanding makanan di darat tentu saja, tapi kita harus ingat kalau ini adalah tempat wisata dan pulau pula. Jadi wajarlah kalau harga makanannya sedikit lebih mahal. Asal jangan mahalnya kebanyakan, tentu saja.

Pulau Gili Air juga sudah punya infrastruktur wisata yang lengkap. Dari penginapan, makanan sampai atraksi wisata yang bisa dipilih dengan harga yang tidak terlalu mencekik.

pulau gili air
Pasir putih dan lautan biru

Bagaimana Ke Gili Air?

Supir yang mengantar kami awalnya menurunkan kami di Teluk Nare. Katanya ini penyeberangan yang paling dekat dari kota Mataram. Dia tidak salah, Teluk Nare memang dekat dari kota Mataram, ibukota pulau yang terkenal dengan masjidnya itu, tapi bukan penyeberangan untuk umum ke tiga gili itu.

“Kalau mau sewa kapal, sekali jalan Rp.450.000,-. Pergi pulang Rp.800.000,-“ kata seorang pria yang sepertinya petugas di Teluk Nare.

Harga sebesar itu tentu saja tidak masuk dalam rencana kami, terlalu mahal. Beruntung supir yang mengantar kami belum beranjak. Dia lalu menawarkan mengantar kami ke Bangsal, pelabuhan penyeberangan ke tiga gili.

Dan ternyata keputusan ini benar adanya. Bangsal adalah pelabuhan rakyat, tempat orang-orang memilih kapal yang mana yang akan menyeberangkan mereka ke tiga gili itu. Tentu dengan harga yang sangat bersahabat.

Ada dua pilihan; fast boat dan public boat. Fast boat adalah kapal fiber berkapasitas besar, mungkin bisa sampai 30 penumpang. Kapal ini berangkat pasti setiap jam, terakhir pukul 16:14 sore. Ongkos ke Pulau Gili Air adalah Rp.85.000,-/orang untuk perjalanan sekira 10 menit. Agak mahal sebenarnya, tapi setidaknya lebih murah daripada harus menyewa kapal Rp.450.000,- sekali jalan.

Pilihan lainnya adalah public boat. Public boat adalah kapal kayu milik warga, bisa menampung sampai 40 penumpang sekali jalan. Harga tiketnya jauh lebih murah, hanya Rp.12.000,-/orang sekali jalan. Sayangnya, public boat tidak punya jadwal tetap. Mereka biasanya menanti sampai penumpang cukup sebelum akhirnya memutuskan untuk jalan.

Karena sore makin merayap dan hujan masih betah turun, kami akhirnya memilih menumpang fast boat untuk bisa sampai ke Gili Air.

Kapan Waktu Terbaik ke Gili Air?

Kami datang di penghujung bulan November, saat ketika hujan mulai turun. Untungnya, masih ada jeda di antara turunnya hujan itu. Tidak setiap hari hujan turun membasahi bumi, meski hampir sepanjang hari awan tebal menggelayut di atas kami.

“Ini low season,” kata seorang pegawai restoran tempat kami makan.

Menurut pria gemuk yang di malam hari beralih tugas menjadi pemusik dan penyanyi di restoran itu, masa ramainya Gili Air adalah antara April hingga Agustus ketika liburan musim panas di Eropa sedang terjadi. Menjelang akhir tahun Gili Air juga akan sedikit lebih ramai, tapi hanya sesaat hingga malam pergantian tahun berakhir.

Kami senang saja datang di saat low season itu. Suasana Gili Air tidak terlalu ramai meski juga tidak terlalu sepi. Masih adalah puluhan wisatawan asing yang berseliweran, bermain di pasir atau hanya leyeh-leyeh membiarkan tubuh mereka dihitamkan matahari.

Karena datang di saat low season, kami juga dapat harga yang lebih murah. Dari penginapan sampai paket snorkling. Katanya di high season, harga penginapan dan paket snorkling lebih mahal dari yang kami dapat hari itu.

Jadi untuk waktu berkunjung, kalau memang waktu Anda lebih lowong sebaiknya datanglah di luar high season. Lagipula apa enaknya berwisata ketika tempat wisata terlalu ramai oleh para turis?

Menginap Di Mana?

Dua malam di pulau Gili Air, kami menginap di 7 Seas Cottage, salah satu penginapan terbesar di Gili Air. Saya memilih 7 Seas Cottage setelah melihat ulasan sebagian wisatawan di beberapa situs perjalanan. Dari semua ulasan, rata-rata memberikan ulasan yang positif pada 7 Seas Cottage. Lagipula, harganya sangat bersahabat. Untuk dua malam kami hanya harus menghabiskan dana Rp.720.000,-

Dari biaya sebesar itu kami dapat kamar yang bersih, nyaman dan unik meski tanpa televisi. Di bagian depan kamar ada teras yang memungkinkan kami berdiri menatap ke lautan lepas yang tersembunyi di balik atap bangunan.

Bagian yang paling membuat kami kaget adalah ketika waktu sarapan tiba. Paket yang kami ambil sudah termasuk sarapan dan kami sarapan di restoran milik hotel yang berada tepat di seberang. Kami mengambil posisi di sebuah baruga yang menghadap ke lautan lepas sambil memesan makanan yang enak dan dibuat dengan serius.

Jadi Anda bisa membayangkan nikmatnya sarapan berdua di tepi pantai, mendengar deburan ombak, merasakan embusan angin laut dan tentu saja mencicipi makanan yang enak hasil olahan chef berpengalaman dengan standar internasional.

Sungguh harga Rp.720.000/- untuk dua malam itu sangat murah!

pulau gili air
Ombak yang tinggi membuat kami tak bisa berlama-lama

Bikin Apa di Gili Air?

Main air tentu saja! Buat apa jauh-jauh ke pulau kalau kami tidak menikmati air laut? Dan sore hari ketika berkeliling pulau kami menemukan satu operator yang menawarkan paket snorkling ke tiga pulau; Gili Air, Gili Trawangan dan Gili Meno. Durasinya dari pukul 10:00 pagi sampai 15:00 siang. Harganya? Rp.85.000.-/orang termasuk alat snorkling.

Harga itu buat kami cukup murah, jadi tanpa berpikir panjang kami mendaftar untuk paket snorkling keesokan harinya.

Besoknya kami agak terlambat tiba di tempat berangkatnya kapal. Enam orang pria dan wanita berkulit putih sudah ada di atas kapal dengan pakaian minim mereka. Total kami bersembilan di atas kapal, ditambah satu operator dan satu supir kapal. Hanya saya, Mamie dan satu lagi yang orang Indonesia. Sisanya warga Eropa.

Kami dibawa ke tiga titik di sekitar tiga gili. Dari Gili Trawangan ke Gili Meno, lalu mampir makan siang di Gili Meno dan kembali ke pulau Gili Air. Di titik terakhir kami tidak berlama-lama, ombak cukup tinggi dan arus sangat kuat. Saya sempat turun, tapi tidak berani jauh-jauh dari kapal.

Dua malam di pulau Gili Air adalah pengalaman yang menyenangkan buat kami. Menyenangkan menikmati keindahan alam dan keramahan warga yang belum terkontaminasi pikiran materialistis. Tukang delman bahkan masih cuek saja ketika kami melintas, alih-alih menawarkan jasa mereka. Begitu juga pekerja wisata lainnya, dari petugas restoran sampai operator snorkling. Mereka tidak berebutan menawarkan jasanya pada kami, ini membuat kami bisa melenggang santai menikmati pulau Gili Air tanpa ada gangguan.

Mudah-mudahan saja Gili Air tetap seperti itu, tidak terseret sifat tamak yang menganggap semua pendatang adalah uang. Karena Gili Air yang sekaranglah yang membuat kami merasa rindu untuk kembali lagi.

Sungguh, pulau Gili Air bisa jadi pilihan paket wisata Lombok yang menyenangkan. [dG]