TVRI Dalam Kenangan
Generasi usian 20an tahun atau kurang, mungkin tak begitu mengenal TVRI. Sebagian dari mereka mungkin bahkan baru mengenal nama stasiun televisi tertua ini setelah TVRI menayangkan siaran langsung Olimpade dan Liga Serie A Italia. Tapi bagi generasi saya, TVRI menyimpan banyak kenangan.
Bayangan itu sudah sayup-sayup dalam kepala, tapi masih ada yang bisa saya ingat. Umur saya belum genap 5 tahun (atau bahkan mungkin lebih muda lagi) dan saya tinggal di sebuah kampung di kabupaten yang bertetangga dengan Makassar. Suatu hari rumah kami kedatangan benda aneh, benda yang kala itu masih sangat jarang diketahui orang, apalagi orang kampung.
“Radionya bagus, ada gambarnya.” Seorang tetangga berkata begitu, saya dengar dari cerita ibu.
Radio yang ada gambarnya itu sesungguhnya adalah pesawat televisi hitam putih. Mereknya Philips, ukurannya 12 inchi. Televisi ini pemberian nenek, kebetulan saya cucu kesayangan dan beliau berniat memanjakan saya kala itu. Jadilah rumah kami di kampung satu-satunya rumah yang punya pesawat televisi yang disebut radio bergambar itu.
Saya masih ingat meski samar, kala itu siaran televisi hanya hadir di malam hari. Jadilah di ruang keluarga kami yang luas penuh dengan tetangga yang berdesakan dengan rasa penasaran untuk melihat apa yang ada di kotak kaca bergambar dan bersuara itu. Setiap malam tetangga-tetangga duduk di depan televisi, lengkap dengan sarung mereka.
“Oma!! Ada Oma sama Elvi!.” Teriakan seperti itu akan menggema setiap kali bang Haji Rhoma Irama dan pasangannya, Elvi Sukaesih muncul di layar kaca. Wajah-wajah orang kampung kami terlihat begitu ceria setiap bang Haji muncul. Saya masih tidak paham waktu itu, saya hanya ingat saya senang karena rumah ramai dan ada banyak orang yang bisa saya temani bermain.
Barisan-barisan kenangan itu memang mulai samar, tapi saya tidak bermaksud menghapusnya. Barisan-barisan kenangan itu adalah kenangan berharga tentang pertemuan pertama saya dengan pesawat televisi dan tentu saja dengan stasiun televisi TVRI. Kejadian-kejadian itu berlangsung sekisar awal tahun 1980an. Jaman di mana teknologi belum seperti sekarang, masih sangat tertinggal.
Beranjak agak besar, saya sudah makin paham tentang televisi dan tentu saja makin akrab dengan TVRI meski untuk menikmatinya kami hanya punya waktu di malam hari. ?TVRI baru mulai mengudara sore hingga lewat tengah malam. Tidak seperti sekarang di mana stasiun televisi tidak pernah berhenti tayang setiap hari.
Unyil, The A Team, Dunia Dalam Berita
Hari Minggu adalah hari yang paling menyenangkan karena kala itu TVRI mengudara dari pagi hari. Dibuka dengan lagu Tanah Airku dan disusul macam-macam acara. Mulai dari Senam SKJ, serial Unyil, Ria Jenaka, Album Minggu Ini dan tentu saja film semacam Highway To Heaven atau Little Missy. Semua menyenangkan, kadang saya bahkan malas keluar rumah hanya agar bisa serius menikmati TVRI sepanjang hari Minggu.
Jangan lupakan juga film-film seri yang dulu selalu hadir hampir setiap hari. Beberapa di antaranya sangat berkesan hingga sekarang. Salah satunya adalah The A Team. Film yang sempat dibuat ulang untuk konsumsi layar lebar ini adalah salah satu favorit saya. Di malam hari saya bersikeras menungguinya meski kadang kesal karena harus menikmati laporan sidang EKUIN atau siaran kelompencapir selepas acara Dunia Dalam Berita.
Saya sangat menikmati aksi Hannibal dan kawan-kawan serta tentu saja terpesona pada BA yang nyentrik dengan model rambut dan perhiasan di sekujur tubuhnya. Jujur, saya bahkan berangan-angan bisa menjadi seperti mereka. Pembela kebenaran yang tidak pernah membunuh orang.
Dunia Dalam Berita juga sangat mempengaruhi saya. Rekaman berita-berita dari berbagai penjuru dunia itu membuat saya jadi sangat tertarik pada geografi dan pengetahuan umum. Nama-nama seperti Ronald Reagen, Mikhail Gorbachev, Margareth Tatcher, Francois Mitterand dan Yasser Arafat adalah nama-nama yang paling populer di dekade 80an. Nama-nama itu dan berita-berita bencana dari Ethiopia, Bangladesh, Srilanka dan negara-negara dunia ketiga lainnya terserap dalam kepala dan membuat saya haus untuk mencari beragam literasi tentang bumi. Kecintaan saya pada geografi dan pengetahuan umum sepertinya berawal dari sana, dari Dunia Dalam Berita.
Piala Dunia Italia 1990.
Puncak kenangan manis saya bersama TVRI hadir di Juni-Juli 1990 ketika perhelatan akbar piala dunia diselenggarakan di Italia. Ketika itu TVRI belum beroleh lawan dan dia meneruskan tradisi menayangkan siaran langsung pertandingan piala dunia meski bukan semua pertandingan.
Saya yang masih kelas satu menuju kelas dua SMP itu sampai rela memangkas waktu tidur hanya agar bisa memelototi aksi pemain-pemain sepakbola kesayangan saya. Roberto Baggio, David Platt, Frank Rijkaard, Ruud Gullit, Marco Van Basten dan banyak lagi nama-nama pemain bola kelas dunia dengan cepat meresap ke dalam kepala. 2 tahun sebelumnya saya sudah menikmati aksi sebagian dari mereka di gelaran piala Eropa meski hanya sekilas.
Saya masih ingat betul permainan keras Kamerun yang membuahkan 2 kartu kuning dan 1 gol di partai pembuka melawan Argentina, atau aksi luar biasa Roberto Baggio ketika melawan Chekoslovakia. Atau aksi Maradona saat mengirim bola ke Caniggia yang dikonversi jadi gol kemenangan atas tim yang lebih diunggulkan, Brasil. Saya bahkan masih ingat dengan detail ekspresi wajah Brehme ketika mencetak gol tunggal di partai final. Semua saya nikmati lewat tayangan TVRI.
Empat tahun berikutnya sudah ada RCTI, SCTV dan TPI (sekarang MNCTV). Kala itu juga TVRI sudah bukan satu-satunya stasiun televisi di Indonesia. Perlahan pamornyapun pudar, kalah mentereng oleh stasiun televisi swasta yang punya program acara lebih modern, santai dan memikat. Pelan-pelan TVRI mulai terlihat sangat jadul, formil dan ketinggalan jaman. Persis gaya sebagian besar abdi pemerintah.
Tahun ini TVRI berumur 51 tahun. Memang sangat renta bila dibandingkan stasiun televisi swasta lainnya. Saya juga sudah sangat jarang menonton TVRI, paling hanya ketika menjelang adzan maghrib di bulan Ramadhan kemarin. Setahu saya stasiun televisi ini mulai berbenah, mulai meremajakan program acaranya agar tidak terkesan ketinggalan jaman meski saya masih sering memergoki acara talkshow yang studionya mengingatkan saya pada masa dekade 80an.
Kalau mau jujur, banyak acara bermutu di TVRI. Acara yang tidak hanya mengumbar isu murahan, komedi rendahan atau aksi anak alay seperti di beberapa stasiun televisi swasta. Hanya saja kemasannya memang masih perlu banyak pembenahan karena bagaimanapun? kemasan sangat menentukan.
Selamat ulang tahun TVRI yang ke-51. Ada banyak ragam kenangan yang dibawa TVRI dalam kehidupan saya, separuhnya bahkan sangat mempengaruhi. Semoga TVRI bisa tetap bertahan dan bisa mencari terobosan baru untuk bersaing dengan stasiun televisi lain yang ada di Indonesia. Sekali lagi, selamat ulang tahun TVRI. [dG]
wah masih inget momentum siaran TVRI ya Daeng, jadi mengingat-ingat momen TVRI hihihi … kapan-kapan aku posting juga ah ^^
haha, iyya dong..
maklum bertahun2 cuma dapat TVRI.
Iyaa Bener setuju banget Mas.. Udah seharusnya TVRI itu dikemas ulang kalau masih mau tetap eksis.. Kasihan lihatnya kayak orang gak pernah mandi ibaratnya.. hehehe
ada yang tahu film-film tengah malam tahun 1985 hingga 1987
pengen nonton lagi soalnya waktu kecil dulu tuh film pengen saya tonton
tapi or tu ga izinin krn waktu dah terlalu malam untuk anak kecil….
mohon infonya plisss….