Melawan Arus Utama

Pembaca berita (foto by: Google)

Dunia akan selalu mengenal media arus utama yang tidak bisa dipisahkan dalam penyebaran informasi sekarang ini.

Film linimassa 2 dibuka dengan adegan yang diambil dari beberapa stasiun televisi swasta. Dalam adegan itu digambarkan kota Ambon sedang dalam keadaan mencekam. Terlihat orang-orang saling melempar di antara kobaran api, sebagian membawa senjata tajam. Narasi dari pembawa berita juga dengan jelas menggambarkan kota Ambon yang rusuh.

Melihat tayangan seperti itu, apalagi disiarkan oleh stasiun televisi nasional maka bisa dipastikan pikiran orang akan langsung dengan spontan menghadirkan gambaran sebuah kota yang sedang dicekam kerusuhan massa. Semua sudut kota penuh dengan orang berwajah seram penuh amarah. Semua sudut kota dikuasai angkara murka, api di mana-mana dan mayat bergelimpangan.

Salah siapa kalau bayangan itu hadir di benak para penonton? Salah penonton? Salah stasiun televisi?

Televisi, koran, radio atau mereka yang kerap diberi label media mainstream atau media arus utama di seluruh dunia sama saja. Semua menuhankan iklan, semua menyembah kepada iklan yang maha kuasa. Bagaimana supaya iklan bisa tetap melirik mereka? Tentu dengan memperbanyak siaran yang disukai pemirsa, pembaca atau pendengar bukan?

Dalam dunia komunikasi media dikenal pameo yang menyatakan : bad news it’s a good news. Berita buruk sering menjadi berita yang dinantikan para pemirsa, pembaca atau pendengar. Semakin sensasional berita itu maka potensi untuk menjadi pilihan utama semakin besar. Di semua negeri rumusnya sama.

Dalam film James Bond, Tomorrow Never Dies dikisahkan bagaimana seorang megalomaniak penguasa media berusaha mengadu domba dua kekuatan besar di dunia hanya agar tercipta kekacauan yang ujung-ujungnya akan menguntungkan dia sebagai pemilik media. Sebuah gambaran yang jelas bagaimana media selalu mengambil keuntungan dari sebuah kerusuhan, dari sebuah suasana yang tidak tenang.

Arus Utama Yang Menghanyutkan

Begitulah. Rumusan yang saya cerita di atas akan selalu ada, persis seperti lingkaran setan. Media arus utama selalu berusaha menghadirkan berita yang mencekam untuk keperluan mereka karena toh itu yang disukai para konsumen. Para konsumen seakan tidak punya pilihan lain karena toh itu yang selalu ditayangkan media arus utama. Sungguh membingungkan.

Dalam film dokumenter linimassa 2 diceritakan bagaiman sebuah gerakan alternatif yang muncul dari warga hadir dan menggeliat melawan kekuasaan arus utama itu. Mereka menggunakan social media, mengabarkan situasi yang sebenarnya. Situasi yang berbeda dengan yang digambarkan media arus utama.

Perlawanan ini memang berlangsung sporadis dan tentu hanya jadi semacam kerikil kecil yang menghalangi arus media utama itu. Pengguna social media di Indonesia memang besar walau tentu saja masih kalah besar dibanding mereka yang tiap hari mengkonsumsi televisi, surat kabar dan radio. Social media memang perlahan-lahan sudah mulai merasuk dan memberi pengaruh besar, tapi belum cukup kuat untuk melawan media arus utama, utamanya televisi.

Jutaan orang di negeri ini memang lebih gampang terpana dan terhanyut di depan layar televisi. Sebagian memang sudah berusaha untuk meninggalkannya. Sebagian juga mulai mempercayai social media sebagai sumber informasi alternatif meski social media juga tidak bebas dari kepentingan orang atau golongan tertentu.

Dunia akan selalu mengenal media arus utama yang tidak bisa dipisahkan dalam penyebaran informasi sekarang ini. Bukan hal yang gampang bahkan hanya untuk sekadar mengimbanginya. Bagi beberapa orang mungkin sudah berhasil, tapi sebagian besar masih tetap terhanyut arus utama.

Dalam diskusi ringan di Kampung Buku selepas nonton bareng film linimassa muncul usulan-usulan tentang bagaimana sebaiknya komunitas yang tersebar di negeri ini saling berjejaring menjadi penyampai kabar. Sebuah usaha kecil untuk melawan arus besar. Butuh kesabaran, konsistensi dan tentu saja niat yang tulus untuk mengabarkan apa adanya, bukan hanya opini atau malah agenda tertentu.

Pengaruh social media makin lama memang makin besar. ?Suka atau tidak suka ini akan jadi sebuah alternatif untuk jadi penawar berita tak sedap dan tak penting di media arus utama. Kita para pelakunya hanya bisa bertahan untuk saling tersambung satu sama lain, menjadi pengabar yang benar. Bukan pengabar yang cemar. Cemar oleh kepentingan tertentu.

[dG]