Benteng Somba Opu, Korban Janji Penguasa

Poster Save Somba Opu

Janji penguasa kadang manis, tapi realisasinya yang kadang pahit.

Akhir tahun 2010, sebuah berita mengejutkan timbul di permukaan. Pemerintah Provinsi Sulawesi Selatan sepakat memberi sebagian tanah di areal Benteng Somba Opu kepada pemodal bernama Zaenal Tayyeb. Sang pemodal yang terkenal sebagai pengusaha tempat hiburan di Bali punya niat untuk membangun arena permainan air (mereka menyebutnya waterboom) tepat di tepi benteng.

Benteng yang sudah jadi peninggalan bersejarah sisa kejayaan kerajaan Gowa dari abad ke 16 akan dipotong sedikit, demi sebuah tempat permainan modern. Site plan awalnya jelas, sebagian dinding luar benteng akan terpotong. Hanya sedikit, mungkin itu yang ada dalam pikiran mereka. Tapi tidak dalam pikiran banyak orang lainnya. Orang-orang bereaksi, marah dan menuntut agar rencana itu dibatalkan.

Ada yang marah dan menolak, tapi ada juga yang mendukung. Sebagian warga sekitar benteng Somba Opu membentangkan spanduk mendukung pembangunan Gowa Discovery Park (nama arena permainan air itu) dan menentang segala upaya untuk menentang pembangunannya. Alasan mereka, pembangunan GDP park itu sangat menjanjikan kesejahteraan buat mereka, membuka lapangan kerja dan meramaikan kembali kawasan benteng yang sudah lusuh terlupakan itu.

Sepertinya mereka menelan bulat-bulat janji penguasa. Dalam salah satu rilis persnya, gubernur Syahrul Yasin Limpo yang berdiri di belakang usulan pembangunan GDP berucap kalau ini adalah salah satu usaha untuk menjaga aset budaya yang berharga, upaya untuk membuat benteng Somba Opu kembali ramai dan didatangi warga.

Saya tahu alasan ini absurd dan tidak masuk akal. Teman-temanpun banyak yang tahu, tapi tidak dengan warga di sekitaran benteng Somba Opu. Mereka terus bertahan, kenyang oleh janji itu. Dua kelompok warga siap dibenturkan, dua-duanya korban. Korban keserakahan penguasa yang berselingkuh dengan pengusaha.

Di akhir cerita perjuangan kelompok penentang GDP membuahkan hasil meski tidak maksimal. Pihak pengembang akhirnya menggeser rencana pembangunan GDP hingga tidak lagi memotong dinding benteng Somba Opu meski tetap berada di dalam kawasan steril cagar budaya. Keserakahan tetap berlanjut. Warga sekitar mungkin bersorak kegirangan teringat janji manis para penguasa.

Tapi Itu Cuma Janji.

Hampir tiga tahun berselang, saya kembali datang ke kawasan benteng Somba Opu, tepatnya ke acara MTGF yang digelar tepat sehari sebelum sumpah pemuda. Jalan masuk ke benteng tetap seperti dulu, tak terurus, berdebu, gersang dengan paving block yang hancur di sana-sini. Tidak ada tanda-tanda kehidupan apalagi kesejahteraan seperti janji penguasa dan pengusaha tiga tahun lalu.

Kawasan benteng Somba Opu tetap sepi, rumah-rumah adat di dalamnya penuh dengan debu dan lapuk di beberapa bagian. Benar-benar sepi yang menyayat. Beberapa meter dari dinding pembatasnya arena permainan air itu berdiri angkuh. Dindingnya tinggi, dingin dan diberi pecahan beling di bagian atasnya. Benar-benar angkuh dan tidak ramah.

Janji penguasa membangun GDP supaya benteng Somba Opu kembali ramai ternyata hanya pemanis mulut saja. Janji meningkatkan kesejahteraan warga sekitar terdengar persis seperti janji para politikus menjelang masa pemilihan. Tak perlulah mencari tahu lebih dalam, jalan yang tak terurus sudah berbicara banyak. Warga mungkin diberi remah-remah berupa pekerjaan kecil agar mereka senang, sementara pengusaha meraup semua yang bisa diraup. Dasar rakus!

Benteng itu tetap berdiri di sana, kesepian, terpinggirkan dan terlupakan. Kalau dia bisa bicara mungkin dia sudah mengeluarkan sumpah serapah, mengutuk penguasa dan pengusaha yang dulu menebar janji manisnya. Sisa kejayaan kerajaan Gowa itu dirampas demi nafsu serakah penguasa dan pengusaha. Berabad-abad lalu kerajaan Gowa tunduk pada nafsu serakah VOC, sekarang peninggalan mereka tunduk pada nafsu serakah yang dibalut janji manis penguasa dan pengusaha. Benteng Somba Opu jadi buktinya. [dG]