Axl Rose dan Uteesme
Sekarang, Axl Rose pun bisa mendesain kaosnya sendiri.
Saya masih ingat betul gambar itu. Seorang pria berambut pirang panjang sampai bahu, kepalanya ditutup bandana berwarna merah. Sorot matanya tajam dengan bibir yang sedikit terbuka. Perhatian saya tersedot oleh kaos putih yang dikenakannya. “St. Louis Sucks”, tertulis dengan huruf tebal berwarna hitam. Begitu kontras dengan kaos berwarna putih itu.
Sang pria adalah William Bailey, orang mengenalnya sebagai Axl Rose. Pentolan band rock paling populer akhir 80an dan awal 90an; Guns N Roses. Bukan tanpa sebab pria kelahiran Lafayette, Indiana itu menggunakan kaos dengan kalimat provokatif di salah satu konsernya. Beberapa minggu sebelumnya dia dan bandnya baru saja terlibat kerusuhan di kota Maryland Heights, Missouri dekat St. Louis.
“Thank you for the lame ass security. I’m going home!” Ucapnya kala itu sambil membanting mikropon dan turun dari panggung. Konser selesai begitu saja. Penonton terbakar amarah, melempar apa saja ke panggung, merusak properti panggung dan berkelahi sesamanya.
Beberapa menit sebelum kejadian itu Axl Rose baru saja melompat ke penonton, berusaha merebut sebuah kamera video yang digunakan seorang penonton untuk mengambil gambar. Di tengah lagu Rocket Queen dia melihat sang penonton yang asik mengambil gambar, dengan marah dan penuh kata kasar dia meminta petugas untuk merebut kamera itu. Petugas bergeming, jadilah Axl sendiri yang melompat ke penonton dan berusaha merebut kamera itu. Tidak berhasil, dan amarahnya makin membuncah.
Axl meradang, konser bubar di tengah jalan. Penonton mengamuk, konser kacau di tengah jalan.
Kejadian itu rupanya berbekas di hati seorang Axl Rose. Di konser berikutnya setelah St. Louis dia tampil dengan kaos seperti yang saya lihat itu. Kaos bertuliskan “St. Louis Sucks”. Sebuah ungkapan kekesalan yang dituangkan pada selembar kaos. Iya, kaos atau tshirt, atau tees.
*****
Malam sudah larut, berangsur menjadi subuh. Saya masih duduk mencangkung di depan komputer. Sebuah laman dengan tulisan judul berhuruf gemuk terpampang nyaris tiga jengkal di depan mata saya. Utees.me, begitu tulisan yang terpaku di sana. Lengkap dengan beragam gambar t-shirt bermacam warna, model dan desain.
Malam itu sebuah pikiran menyusup ke kepala, bercampur dengan ingatan tentang kaos putih Axl Roses. Betapa tshirt sudah melangkah sangat jauh masuk ke dalam kehidupan kita, bukan lagi sekadar kain yang dibentuk menutupi badan. Ratusan tahun lalu, bahan utama untuk tshirt sudah ada dan digunakan orang Eropa dan Amerika Utara sebagai bahan membuat pakaian dalam. Hanya sekadar untuk membuat badan mereka lebih hangat di musim dingin.
Tshirt baru diperkenalkan angkatan laut Amerika Serikat di tahun 1913, tapi tetap hanya sebagai pakaian di bawah seragam mereka. Bahannya yang lentur dan menyerap keringat dianggap cocok untuk menemani para pelaut di medan yang berat. Alasan itu pula yang digunakan banyak pabrik di tahun 1940an untuk menjadikan tshirt sebagai pakaian seragam karyawan mereka. Sampai saat itu, tshirt hanya lekat dengan para kelas pekerja. Belum berhasil menarik perhatian kelas atas, apalagi jadi bagian mode.
Lalu datanglah seorang Marlon Brando, pria flamboyan yang begitu terkenal di dasawarsa 1950an. Di film “A Streetcar Named Desired” dia tampil mengenakan tshirt. Marlon Brando tidak sendirian, di belakangnya ada pria flamboyan lain bernama James Dean yang ikut mengenakan tshirt di filmnya. Mereka bertanggung jawab penuh dalam mempopulerkan tshirt, mengangkat derajatnya dari sekadar pakaian para pekerja menjadi jenis pakaian baru yang digemari anak-anak muda.
Dekade setelahnya sejarah mencatat bagaimana tshirt semakin menanjak menggapai puncak. Apalagi setelah teknologi cetak memungkinkan orang mencetak gambar atau sekadar huruf di atas tshirt. Rolling Stones, Pink Floyd dan Grateful Dead jadi prajurit di garis depan mempopulerkan tshirt bergambar. Setelahnya, kain lembut yang menyerap keringat itu jadi semakin populer. Bukan lagi sekadar pakaian menutup tubuh tapi juga media promosi sampai alat protes.
Axl Rose membuktikannya. Dengan tshirt putih dia memprotes keras perlakuan petugas keamanan di St. Louis.
*****
Menit demi menit berlalu, malam makin beranjak larut tapi saya belum juga mengantuk. Laman utees.me rasanya masih sangat enggan saya tinggalkan. Puluhan ragam model tshirt memanjakan mata sedari tadi. Gambarnya bermacam-macam, dari yang romantis, inspiratif, bergaya hidup, sampai yang berbentuk ilustrasi. Andai saja saya seorang miliarder, entah sudah berapa puluh lembar yang akan saya pesan.
Tapi bukan hanya itu yang membuat saya benar-benar jatuh cinta pada laman ini. Bagian Design Your Own yang diberi huruf kapital dengan latar warna oranyelah yang paling membuat saya tahan duduk berlama-lama. Bagian itu membuat saya bisa memunyai kaos custom dengan desain sendiri. Saya bisa membuat desain kaos, mengunggahnya dan mencetaknya sebagai print t-shirt sendiri. Tak perlu mencetak banyak dan tak perlu menjadi seorang miliarder. Mudah, cepat dan murah meski tentu saja tidak murahan.
Demi mewujudkan mimpi punya tshirt dengan desain sendiri, saya membuat akun di utees.me. Tidak sulit dan tidak dipungut bayaran. Pfiuh! Syukurlah. Setelah punya akun, lalu muncul pertanyaan; desain apa yang akan saya unggah? Desain apa yang akan saya cetak dalam selembar tshirt?
Saya tiba-tiba ingat kalimat “inai angkana kacci balloka?”. Kalimat itu semacam sarkasme, biasa kami gunakan sebagai pemancing tawa di kala menikmati segelas minuman rasa apa saja. Kalimat ini sebenarnya berarti; siapa yang bilang rasa ballo itu kecut? Ballo adalah nama tuak khas Makassar, biasa diambil dari pohon enau atau lontar. Kalimat ini dulu sangat akrab dengan kami, anak-anak muda Makassar tahun 90an. Entah dengan generasi sekarang, masihkah mereka akrab dengan kalimat ini atau justru sudah lebih akrab dengan kalimat yang datang dari pulau seberang?
Kalimat itu menggelitik saraf kreatif saya. Tak butuh lama sampai sebuah desain sederhana siap saya tuangkan dalam selembar t-shirt. Dengan koneksi internet yang pas, tak butuh lebih dari lima menit sebelum desain kaos sederhana itu berhasil saya tuangkan dalam desain kaos yang sebenarnya.
Utees.me punya online tshirt creator yang mudah dioperasikan. Asal kita punya koneksi internet dan tak buta huruf. Saya masuk ke bagian Design Your Own, memilih model dan warna, pilih Template kalau memang mau menggunakan template yang ada, atau kalau mau menggunakan gambar sendiri tinggal pilih bagian Images. Karena memang saya sudah punya gambar yang mau saya pakai, maka tentu saja bagian Images jadi pilihan saya.
Bagaimana kalau kita tak pandai membuat desain sendiri tapi juga tidak ingin sekadar menggunakan template yang ada? Menggunakan beragam huruf yang sudah disediakan di bagian Text sudah cukup. Tinggal memilih jenis huruf dan kata-katanya, maka semua akan selesai jauh lebih cepat dari proses melupakan sebuah penolakan dari gebetan.
Mudah dan tidak menyakitkan.
Saya bahkan mencoba menggabungkan keduanya. Memakai gambar buatan saya sendiri dan memasukkan gambar yang sudah disediakan oleh utees.me, hasilnya: sebuah desain yang menurut saya pas dengan selera.
Soal harga, kaos dari Uteesme bisa dibilang cukup murah, plus tidak ada ongkos kirim ke semua wilayah di Indonesia! Selembar tshirt desain sendiri dihargai hanya Rp144.000,- tanpa ongkos kirim. Harga yang sangat lumayan untuk sebuah kaos yang sesuai dengan desain kita bukan?
Tidak berhenti sampai di situ saja. Desain yang sudah kita buat bisa pula dijual untuk orang lain. Untuk setiap orang lembar tshirt yang kita jual, kita akan mendapatkan reward atau keuntungan. Menyenangkan, bisa punya tshirt sesuai keinginan plus keuntungan sendiri ketika desain kita ternyata disukai orang lain. We can be a tshirt creator and a seller at the same time!
*****
Dekade demi dekade berganti sejak pertama kali tshirt dipopulerkan di layar perak oleh Marlon Brando dan James Dean. Hari ini, tshirt sudah jadi bagian hidup orang modern. Dari yang benar-benar hanya untuk menutupi badan sampai yang menggunakannya untuk kepentingan mode, bisnis bahkan politik. Tengok lemari Anda, mustahil Anda tak punya selembarpun tshirt di sana bukan?
Berdekade yang lalu, orang mungkin tak pernah berpikir bisa membuat custom tshirt, sebuah tshirt yang berbeda sendiri dan tak ada samanya. Sebuah tshirt yang benar-benar sesuai dengan keinginan kita. Pun, mereka tak mungkin membayangkan bisa membuat design tshirt online, mendesain sendiri tshirt hingga jadi tanpa harus meninggalkan tempat duduk.
Tapi jaman memang berubah. Apa yang dulu bahkan tak terbayangkan, sekarang jadi dibawa ke dunia nyata oleh utees.me. Saya membayangkan seorang Axl Rose suatu hari nanti mungkin saja duduk di depan laman utees.me, mendesain sendiri tshirtnya dengan satu tulisan: I Still Remember St. Louis.
All hail utees.me! [dG]
Video bagaimana membuat tshirt dengan desain sendiri di utees.me
https://www.youtube.com/watch?v=bUkpSgA39RU
jadi keinget mau bikin kaos Betemen Loenpia..
daripada kelamaan nunggu, langsung upload ke utees nih..
lah terus itu jadinya gimana hahaha
jangan hanya wacana saja