Menebalkan Iman di Pearl Jam Nite VIII
Saya penganut aliran Jammerian dan malam itu saya berhasil menebalkan iman kembali setelah mengikuti tabligh akbar bertajuk: Pearl Jam Nite VIII.
Suatu hari, saya terlibat chat pendek dengan seorang kawan di komunitas Pearl Jam Indonesia. “Entah kenapa, akhir-akhir ini aku merasa agak males dengerin Pearl Jam.” Katanya. Saya membalas, “Itu berarti imanmu lagi lemah, mungkin lagi jarang ngumpul sama anak-anak atau jarang ikut event lagi.” Dia diam sejenak sebelum berkata, “iya kali ya..”
Dalam kehidupan, hal seperti itu sepertinya wajar bukan? Ada masa di mana kita merasa meragukan keimanan kita pada sesuatu yang sebelumnya begitu kita percayai, dan untuk mengembalikannya kita perlu berkumpul bersama orang-orang dengan kepercayaan yang sama. Pengajian, kajian, ibadah bersama atau apapun namanya. Tujuannya satu, menebalkan iman dan memperkuat kembali keyakinan yang mungkin sempat tergoyah.
Beberapa bulan terakhir iman saya pada Pearl Jam juga sedang dalam masa yang rentan. Saya tergoda oleh banyak ajaran lain meski alhamdulillah masih bisa menguatkan diri dari godaan aliran K-Pop dan J-Pop. Saya tahu iman saya mulai melemah ketika kehadiran album kesepuluh Pearl Jam di bulan sepuluh tahun lalu saya tanggapi biasa saja, nyaris tanpa emosi berlebihan kecuali pada single Sirens yang saya putar berulang-ulang. Beruntung saya mendapati kabar menyenangkan ketika tepat berada di pulau Jawa. Rombongan penganut aliran Jammerian (saya mengarang sendiri nama aliran ini) akan mengadakan tabligh akbar tanggal 18 Januari. Bingo! Waktu yang tepat untuk kembali menebalkan iman, pikir saya.
Tabligh akbar bertajuk Pearl Jam Nite ini adalah acara tahunan dan tahun ini sudah masuk ke jilid kedelapan. Teman-teman di aliran Jammerian ini memang aktif menggelar tabligh akbar setiap tahun dengan tema berbeda-beda. Intinya selain berkumpul dengan sesama penganut aliran yang sama juga sekaligus menebalkan iman. Tahun ini ada agenda tambahan: menajamkan visi untuk mendatangkan imam besar aliran ini, Eddie Vedder dan kawan-kawannya di Pearl Jam. Meski sudah masuk ke jilid kedelapan, sialnya saya belum sekalipun sempat hadir. Maka ketika tanggal acara ini terpampang, saya berpikir sepertinya sayang untuk dilewatkan.
Jadilah sabtu 18 Januari kemarin di tengah cuaca Jakarta yang labil dan ancaman banjir yang terus mengintai saya akhirnya menginjakkan kaki di Rolling Stones Cafe di bilangan Jalan Ampera. Dari luar sudah terdengar raungan suara cowok yang membawakan ayat-ayat suci dari Pearl Jam. Saya terlambat, satu pendakwah pembuka sudah selesai dan sekarang pendakwah kedua dari Bandung yang bernama Lost Dog sudah hampir menyelesaikan dakwahnya.
Arena tabligh akbar sudah ramai ketika saya masuk, para pengikut aliran Jammerian sudah memadati halaman belakang Rolling Stones Cafe. Sebagian masih duduk manis di kursi mereka, masih sedikit yang berdiri di depan panggung dan menyimak dakwah serta alunan ayat-ayat suci yang dibawakan pendakwah bernama TheLost Dog itu. Saya berkeliling sebentar, menyapa satu persatu ummat yang saya kenal sebelum akhirnya ikut berdiri di depan panggung. Ini momen pertama dan momen yang jarang saya temui, sayang kalau hanya dilewatkan dengan duduk manis di kursi.
Setelah The Lost Dog menuntaskan dakwahnya, naiklah rombongan pendakwah dari Jakarta. Namanya Perfect Ten. Saya sudah sering mendengar namanya karena mereka memang pendakwah rutin yang sudah sering mengisi tabligh akbar bertajuk Pearl Jam Nite atau tabligh lainnya yang berskala lebih kecil. Satu persatu ayat-ayat suci dari kitab-kitab milik Pearl Jam mereka senandungkan, suasana mulai memanas meski sebenarnya di luar sana hujan malah semakin riuh. Sebagai orang yang belum pernah ikut tabligh akbar sebelumnya saya awalnya agak malu, masih menimbang-nimbang suasana sebelum akhirnya tanpa sadar mulai ikut bersenandung bersama mereka yang ada di depan panggung.
DO THE EVOLUTION BABYY!!!!
Dan Perfect Ten menuntaskan dakwahnya tepat ketika suasana semakin panas. Berikutnya sudah ada The Mind Charger yang benar-benar siap men-charge iman para ummat Jammerian malam itu. Oh saya lupa, ada 3 orang ustad yang menyelingi para pendakwah malam itu. Ada ustad Eko yang berduet dengan Hilman untuk menceritakan awal mula berdirinya kelompok Pearl Jam Indonesia dan majalah RVM yang mereka edarkan. Ada juga ustad Farry yang adalah penanggung jawab acara malam itu. Dengan singkat dia membeberkan mimpi menggelar ajang yang diharapkan bisa membuka mata imam besar Eddie Vedder dan kelompoknya untuk melirik Indonesia. Tabligh akbar malam istimewa karena didukung oleh Blackrock Entertainment di bawah kendali Khrisna yang tahun lalu sukses menggeret Metallica untuk datang ke Indonesia. Setidaknya sudah ada satu promotor besar yang benar-benar tahu bagaimana geliat ummat Jammerian di Indonesia. Semoga Tuhan memberkatinya dalam usaha menggeret Pearl Jam ke Indonesia.
Enough with the speech. Sekarang mari kembali ke panggung, rombongan The Mind Charger sudah siap menurunkan tensi yang sebenarnya mulai memanas malam itu. Mereka hanya berempat dan berbekal alat musik semi akustik. Ayat-ayat suci dari Pearl Jam mereka lantunkan dengan tempo yang sedikit lambat dan manis meski tentu saja tetap terdengar garang. Suasana memanas tapi entah kenapa tetap terasa manis, utamanya ketika The Mind Charger mengumandangkan syair dari Sirens. Para ummat ikut bersenandung dan larut dalam syair yang menyayat itu. Hujan sempat berhenti sejenak sebelum nantinya kembali mengganas. Mungkin dia memberi kami waktu untuk hidup, bayangkan bagaimana dalamnya sayatan ketika Sirens berkumandang dan hujan membasahi.
The Mind Charger menutup dakwah mereka malam itu setelah mengundang seorang bintang tamu bernama Lala Karmelia. Saya tidak kenal siapa dia, tapi pastinya gadis muda yang cantik itu punya suara yang bagus. Lala berhasil membawakan salah satu ayat suci paling populer dari Pearl Jam yang berjudul Daughter. Setidaknya dia membuktikan kalau suaranya semolek wajahnya. Andai dia mengumandangkan satu lagi ayat suci dari Pearl Jam maka selepas acara saya mungkin akan mencari tahu siapa dia sebenarnya.
Kita tinggalkan Lala yang manis karena tabligh akbar masih berlanjut. Di penghujung acara naiklah pendakwah yang menamakan diri mereka Sonic Wood. Pendakwah yang satu ini bisa dibilang senior, tingkat pemahamannya lebih tinggi dan tentu saja skill mereka mematikan. Saya lupa ayat-ayat apa yang mereka pakai sebagai pembuka, kalau tidak salah Breath. Tapi itu tidak penting karena saya hanya mau larut dalam setiap detik yang berlalu dengan lantunan ayat-ayat suci dari Pearl Jam yang memenuhi udara malam itu. Meski sesekali sibuk dengan kamera dan telepon pintar di tangan, saya juga tidak mau membiarkan tenggorokan menganggur. Hampir sepanjang penampilan Sonic Wood saya ikut berteriak hingga serak sambil sesekali mengepalkan tangan ke udara. Malam makin memanas, iman makin menebal.
Sonic Wood juga berhasil mengundang tiga pendakwah tamu malam itu. Ada Che dari Cupumanik dan Fadly serta Rindra dari band Padi. Bergantian tamu-tamu itu naik ke panggung dan ikut mengumandangkan syair dari kitab-kitab suci Pearl Jam, bersama para ummat di depan panggung mereka ikut larut dalam keriangan malam yang semakin memanas. Suara Fadly masih ganas, apalagi Che yang memang mengaku penganut aliran Vedderian, salah satu sekte dalam kepercayaan Jammerian.
Dan Keep On Rockin’ in A Free World mengakhiri tabligh akbar malam itu. Hujan juga mendadak berhenti sejenak. Panggung sudah kosong tapi para ummat aliran kepercayaan Jammerian masih enggan beranjak. Mereka masih berkumpul membentuk kelompok-kelompok, bertukar sapa dan mungkin bertukar cerita tentang tabligh akbar yang sukses itu. Sudah lewat pukul 11 malam ketika saya meninggalkan Rolling Stones Cafe diiringi gerimis kecil dari langit Jakarta. Selesai sudah agenda penebalan iman malam itu, sepanjang jalan pulang alunan syair dari Sirens menggema di kepala sebagai pertanda kalau imanku kembali menebal. Malam yang indah, malam ketika saya berhasil menebalkan kembali iman pada Pearl Jam selepas tabligh akbar bertajuk Pearl Jam Nite VIII.
Saatnya berdoa, semoga imam besar Eddie Vedder dan teman-temannya benar-benar mau datang ke Indonesia. Kalau mereka tidak datang juga, mungkin saya yang harus berpikir untuk menunaikan umrah ke Seattle. [dG]
Foto dari Pearl Jam Nite VIII bisa dilihat di Google+
Video dari Pearl Jam Nite VIII: