Walikota, Kepsek dan Tempat Sampah

Pelantikan kepsek di TPA (foto: Iqbal Lubis/Tempo)
Pelantikan kepsek di TPA (foto: Iqbal Lubis/Tempo)

Kenapa kepala sekolah dilantik di tempat pembuangan akhir sampah?

30 Maret 2016, walikota Makassar Ramdhan Pomanto yang kerap disapa Danny Pomanto membuat berita heboh. Walikota yang sangat akrab dengan beragam singkatan itu melakukan sesuatu yang tidak biasa; melantik 453 kepala sekolah se kota Makassar di Tempat Pembuangan Akhir (TPA) Tamangapa.

Kalau biasanya kepala sekolah dilantik di gedung ber-AC, maka kali ini berbeda. Pelantikan di tempat akhir pembuangan sampah memang bukan inovasi baru karena sebelumnya Joko Widodo ketika masih menjabat sebagai gubernur DKI Jakarta pernah melakukannya. Bedanya, kalau Joko Widodo melantik walikota, maka walikota Makassar melantik kepala sekolah.

Tindakan inilah yang memancing pro dan kontra, utamanya di media sosial.

Sebagian memuji tindakan walikota Makassar berdarah Gorontalo itu sebagai tindakan inovatif dan kreatif. Sebagian lagi (dan sepertinya lebih banyak) mencela dengan menganggap itu sebagai penghinaan untuk profesi pengajar. Sang pengajar yang seharusnya diberi penghargaan setinggi-tingginya untuk bakti mereka, malah dilantik di tempat sampah. Seolah-olah bakti mereka hanya sekelas sampah, begitu kata sebagian orang.

Di laman resmi Facebook pages Danny Pomanto ada penjelasan kenapa beliau memilih TPA Tamangapa sebagai lokasi pelantikan 453 kepala sekolah. Menurutnya pemilihan lokasi itu punya tujuan. Pemilihan TPA Antang sebagai lokasi pelantikan bertujuan untuk memberi kesadaran kepada seluruh warga Makassar agar tidak membuang sampah sembarangan serta mendukung program penanganan sampah yang telah ditetapkan oleh Pemkot Makassar, tulis akun resmi Danny Pomanto.

Alasan walikota Makassar memilih TPA sebagai tempat pelantikan
Alasan walikota Makassar memilih TPA sebagai tempat pelantikan

Kalau menyimak alasan di atas maka jelas sekali kalau sebenarnya tidak ada korelasi antara kepala sekolah (yang juga jadi perlambang guru) dengan pemilihan tempat pelantikan yaitu tempat pembuangan akhir sampah. Sang walikota hanya ingin memaksa perhatian warga tertuju ke tempat pembuangan sampah, kebetulan saja para kepaal sekolah itu yang ketiban sial, dijadikan alat untuk menarik perhatian.

Kalau memang ada korelasinya maka mungkin bapak walikota akan menulis; saya melantik kepala sekolah di TPA agar mereka sadar bahwa kita punya masalah dengan penanganan sampah, saya berharap mereka bisa menularkan kesadaran itu kepada murid-murid dan semua warga kota Makassar.

Tapi kalimat yang ditulis di laman Facebook Pages bukan seperti itu, jadi saya menarik kesimpulan kalau para kepala sekolah yang dilantik itu memang hanya digunakan sebagai lambang untuk menarik perhatian warga. Bukan untuk diminta meneruskan sesuatu.

*****

Masalah sampah sepertinya jadi fokus utama sang bapak walikota Makassar ini. Dari sejak pertama kali menjabat sebagai walikota, beliau sudah langsung melaju dengan berbagai program berkaitan dengan sampah. Bahkan hobinya menciptakan singkatan nama program bermula dari LISA atau Lihat Sampah Ambil. Lalu berturut-turut pengadaan truk sampah moderen yang diberi nama TANGKASAKI MAKASSARKU (saya lupa kepanjangannya apa), dan terakhir rencananya membangun tempat pembuangan sampah bintang 5.

Sayangnya meski terlihat terobsesi pada penanganan sampah, toh buktinya masih ada juga program penanganan sampah yang hingga saat ini hanya terkesan sebagai formalitas saja. Paling gampang adalah melihat keberadaan tempat sampah transparan yang oleh sebagian orang Makassar disebut sebagai “gendang dua” karena bentuknya yang mirip alat musik gendang dua.

Gendang dua yang transparan

Sampai saat ini keberadaan tempat sampah itu lebih banyak jadi penghias jalan saja, sebagian malah sudah rusak sama sekali sebelum benar-benar bisa dimanfaatkan. Konon pula, pemerintah kota Makassar menganggarkan dana Rp.8 Milyar untuk pengadaan kantung plastik sebagai bagian dari tempat sampah transparan itu. Dana yang tidak sedikit, tapi hasilnya justru tidak terlihat.

Kalau mau memahami simbol yang diperlihatkan walikota Makassar di acara pelantikan kepala sekolah kemarin, maka sepantasnyalah warga kota Makassar mempertanyakan soal tempat sampah transparan itu, lengkap dengan dana miliaran rupiah yang tak ketahuan ujungnya. Seperti kata teman saya Lelaki Bugis, ada substansi yang harus dibaca pada simbol penggunaan TPA Tamangapa sebagai tempat pelantikan.

Hanya kasihan juga nasib para kepala sekolah yang dilantik di TPA Tamangapa kemarin, mereka jadi semacam tumbal untuk sebuah program yang sebenarnya punya cacat juga. Mereka dilantik di TPA hanya sebagai alat agar mata warga tertuju ke sana, membicarakan seremoni tak biasa itu tapi mungkin lupa pada kecacatan program yang seharusnya jadi sorotan.

Seorang teman bertanya di Facebook; kalau kepala sekolah dilantik di TPA, murid-murid terima rapor di mana? Saya hanya menjawab; di sekolah masing-masing. [dG]