Walikota Arsitek, Berkah Atau Musibah?

Makasar kota dunia ; sumber: http://fadhilplano07.blogspot.com
Makasar kota dunia ; sumber: http://fadhilplano07.blogspot.com

Kalau tidak ada aral melintang, sebentar lagi Makassar akan dipimpin seorang walikota baru berlatar belakang arsitek.

Masa pilkada Makassar sudah selesai bulan September kemarin. Dari hasil perhitungan KPUD nampaknya pasangan Danny Pomanto ? Syamsu Rizal yang akan dilantik sebagai walikota dan wakil walikota Makassar periode 2014-2019. Beberapa calon lain sampai sekarang masih terus berusaha menggulirkan protes melalui Mahkamah Konstitusi.

Pendukung pasangan Danny-Ical (DIA) sudah bersuka-ria sebelum keputusan MK keluar. ?Hanya menunggu waktu sebelum pasangan DIA dilantik menjadi walikota Makasar yang baru.

Latar belakang Danny Pomanto sebagai arsitek membuat banyak orang optimis akan masa depan kota Makassar. Mereka percaya kalau seorang arsitek lebih punya kemampuan untuk membuat kota jadi lebih indah, maju dan modern. Seolah-olah semua dinilai dari bangunan megah dan proyek miliaran rupiah saja.

Beberapa bulan sebelumnya kota Bandung sudah lebih dulu memilih seorang arsitek sebagai walikotanya. Ridwan Kamil namanya. Sebelum didapuk jadi walikota, beliau sudah terkenal hampir ke segala penjuru negeri sebagai seorang arsitek idealis yang tidak melulu memikirkan tentang bangunan megah dan mentereng sebagai parameter majunya sebuah kota.

Ridwan Kamil juga sudah lebih dulu berinvestasi pada gerakan-gerakan berbasis komunitas yang merangkul banyak pihak di kota Bandung dan sekitarnya. Jadi dia bukan arsitek yang hanya mengerjakan proyek megah dan kemudian mengklaimnya sebagai prestasi. Pantas saja kalau orang Bandung senang melihat Ridwan Kamil jadi walikota. Mereka punya harapan besar pada sosok arsitek yang satu ini.

Orang Surabaya juga senang ketika kota mereka dipimpin oleh seorang walikota berlatar arsitek. Ibu Tri Risma Harini namanya. Arsitek lulusan ITS ini jadi walikota Surabaya sejak 2010. Dalam waktu relatif singkat, ibu Tri yang juga pernah jadi kepala perencanaan kota Surabaya sudah menumbuhkan rasa cinta dari warganya karena berhasil membuat Surabaya jadi lebih nyaman, rindang dan asri.

Dua sosok arsitek yang lantas jadi pemimpin tertinggi di dua kota itu lantas coba disandingkan dengan sosok arsitek yang sebentar lagi akan jadi pemimpin di kota Makassar. Danny Pomanto digadang-gadangkan bisa seperti Ridwan Kamil dan Tri Risma. Tentu karena latar belakang yang sama, sama-sama arsitek.

Walikota Arsitek Lebih Bagus? ?

Tapi, benarkah kota akan jadi lebih nyaman jika dipimpin oleh seorang arsitek? Mari kita tanya orang Jakarta. Sebelum Joko Widodo datang, Jakarta dipimpin oleh seorang arsitek. Tahun 2008, Fauzi Bowo naik ke panggung tertinggi kota Jakarta dengan mengusung jargon ?Serahkan pada ahlinya? mengingat beliau memang arsitek yang lantas melanjutkan pendidikan sebagai ahli tata kota.

Jakarta kemudian benar-benar diberikan kepada sang ahli (atau setidaknya mengaku sebagai ahli), tapi apa yang terjadi? 5 tahun kepemimpinan Foke Jakarta seperti tidak banyak berubah. Nyaris tidak ada gebrakan berarti bahkan kata sebagian warga, Jakarta malah tambah ruwet.

Dan kemudian datanglah Joko Widodo dari Solo. Dengan gaya sederhana, lelaki tinggi kurus ini berhasil menggeser sang ahli. Fauzi Bowo yang berlatar arsitek tidak berhasil merebut hati warga selama masa pengabdiannya. Gelar arsiteknya jadi sia-sia karena toh Jakarta jadi biasa-biasa saja.

Garis hidup Foke jadi bukti kalau tidak selamanya seorang arsitek itu bisa berhasil menjadi seorang walikota. Tentu ada keuntungan dari seorang arsitek yang jadi walikota, dia bisa lebih paham tentang tata kota sesuai latar pendidikannya. Tapi kota tak melulu tentang bangunan dan fasilitas kan? Apalagi jika sang arsitek berhenti pada kesan saja. Berhenti pada pemikiran kalau sebuah kota baru akan dianggap jika punya bangunan megah bernilai miliaran rupiah.

Selama masa kampanye, Danny Pomanto sibuk memamerkan hasil karyanya. Anjungan Losari, masjid terapung, CPI dan beberapa karya lain berupa bangunan megah. Dari semua itu terlihat jelas kalau dia menganggap identitas berupa bangunan megah itu penting buat sebuah kota. Semakin megah bangunannya maka semakin baguslah kotanya.

Semua arsitek harusnya bisa merencanakan bangunan megah bila diberi kesempatan. Makassar tidak hanya ada satu arsitek, mungkin kesempatannya saja yang tidak terbuka lebar sehingga hanya seorang Danny Pomanto saja yang seperti bebas merencanakan dan membangun banyak proyek megah di Makassar.

Jika akhirnya benar Danny Pomanto nanti dilantik jadi walikota Makassar maka berarti saat penantian itu akan tiba. Menanti apakah dia bisa menjadi seorang arsitek yang berhasil mengubah wajah kota jadi lebih manusiawi atau hanya menjadi arsitek yang sibuk menjual aset kota kepada para investor dengan judul modernisasi.

Menarik membandingkannya dengan Ridwan Kamil, walikota yang sama-sama berlatar arsitek tapi sudah terlanjur dipercaya dan dipuja-puji banyak orang. Apakah Danny Pomanto bisa menyamai Ridwan Kamil atau bahkan melebihinya? Atau jangan-jangan Danny Pomanto akan menyamai catatan Fauzi Bowo di Jakarta? Catatan sebagai walikota berlatar arsitek yang gagal.

Mari menunggu apakah walikota berlatar arsitek bisa jadi berkah atau malah musibah buat sebuah kota, semua masih bisa jadi kenyataan. Niat dan kerja keraslah yang akan membuktikan. [dG]