Sop Saudara, Bukan Daging Saudara Sendiri

sop saudara
sop saudara
Ilustrasi

Sop Saudara? Sadis kalian ya, saudara sendiri dibikin sop!


Di sekitar kawasan Panaikang, tak jauh dari Taman Makam Pahlawan, sebuah rumah toko (ruko) di sebelah timur berdiri tegak tepat di samping jalan masuk ke kawasan Kampung Rama dan di seberang gedung BULOG. Ruko itu masih terlihat lumayan baru dan bersih. Beberapa kendaraan terparkir di bagian depannya, mobil di atas aspal dan motor di bagian teras.

Saya memarkirkan motor di teras ruko itu, beberapa motor sudah berderet di sana tapi masih ada ruang kosong. Jarum jam sudah menunjukkan lewat beberapa menit dari pukul tiga sore. Sudah bukan jam makan, tidak heran kalau ruko yang adalah warung itu mulai sepi.

Baca juga kekayaan kuliner lain Makassar dalam bentuk sea food di sini

Ada dua pintu di bagian depan bangunan itu, satu di bagian selatan dan satunya di bagian utara. Lebar bangunannya sekira delapan meter dengan panjang ke bagian belakang hampir sama. Sebuah meja panjang dipasang nyaris melingkar di bagian dalam bangunan itu. Di belakang meja itu ada bangku panjang, tempat para pengunjung duduk.

Di bagian dalam yang dilingkari oleh meja, sebuah meja besar berdiri menempel ke salah satu meja makan. Di atas meja itu puluhan mangkuk putih kecil ditumpuk, begitu juga dengan laksa yang sudah direbus. Di sebelahnya, sebuah panci alumunium berbentuk silinder tinggi berdiri di atas kompor. Di dalamnya ada masakan sop saudara yang aromanya menyembur ke sekujur ruangan ketika tutup pancinya dibuka.

sop saudara panaikang
Suasana bagian dalam Warung Sop Saudara Panaikang

Saya lupa sejak kapan ruko itu berdiri, seingat saya dulu hanya ada satu warung semi permanen di sana. Warung yang selalu ramai setiap jam makan tiba. Warung itu adalah Warung Sop Saudara, orang-orang mengenalnya sebagai Warung Sop Saudara Panaikang.

Warung itu sudah lama ada di sana, sejak dulu jadi salah satu pilihan kuliner khas Makassar. Beberapa teman yang dulu kuliah di UNHAS juga mengaku sudah lama mencintai warung Sop Saudara Panaikang. Alasannya, selain karena rasanya yang enak juga karena harganya yang terjangkau.

Sop saudara sendiri adalah makanan khas Sulawesi Selatan, terdiri dari daging sapi, jeroan sapi dan ditambah dengan perkedel kentang, paru goreng dan laksa. Kuahnya hampir mirip dengan kuah coto, berwarna kecokelatan dan penuh dengan rempah.

Sop Saudara, Hadir Sejak 1950an.

Kisah makanan ini sudah ada sejak tahun 1950an, tepatnya sekira tahun 1958. Adalah (Alm) H. Zubair yang pertama membuka warung sop di sekitaran Pasar Sentral di tahun 1958. Bersama salah seorang pembantu setianya yang bernama Abdullah, mereka membesarkan warung yang terkenal dengan nama warung Sop Sentral. Hidangan utama mereka adalah sop daging bersama nasi putih.

Dua tahun ikut H. Zubair, Abdullah (belakangan menjadi H. Abdullah) kemudian mencoba peruntungan sendiri. Dia memisahkan diri dan berniat membuka warungnya sendiri. Letaknya tidak terlalu jauh dari Pasar Sentral, tepatnya di sekitar Jalan HOS Cokroaminoto.

Karena tak mau menyaingi mantan boss yang sekaligus sudah dianggapnya orang tua sendiri, H. Abdullah lalu mencari nama yang berbeda untuk warung sopnya. Setelah berpikir lama, dia menjatuhkan pilihan pada kata Sop Saudara. Pertimbangannya, agar orang merasa bahwa warung itu punya saudara sendiri atau keluarga sendiri. Ada juga yang mengartikan kalimat Sop Saudara sebagai akronim dari: Saya Orang Pangkep, Saudara! Pangkep atau Pangkajene Kepulauan memang adalah daerah asal dari H. Abdullah dan (Alm) H. Zubair.

Berkali-kali H. Abdullah harus memindahkan tempat usahanya karena tergusur oleh berbagai pembangunan, hingga akhirnya sejak tahun 1970an dia berdiam di Jalan Andalas hingga sekarang. Selain menjual sop daging, warung H. Abdullah juga menyediakan ikan bakar, utamanya ikan bandeng.

Kabupaten Pangkajene Kepulauan, kampung asal H. Abdullah memang terkenal sebagai penghasil ikan bandeng terbesar di Sulawesi Selatan.

Berawal dari H. Abdullah, resep sop daging yang disebut sop saudara itu kemudian menyebar. Warung dengan sajian yang sama makin menjamur di kota ini hingga akhirnya sop saudara dianggap sebagai salah satu kekhasan kuliner kota Makassar. Sebagian memang menyajikan sop bersama ikan bakar bandeng, tapi banyak juga yang memisahkan kedua jenis makanan itu.

sop saudara
Sop saudara dengan nasi

Saya sendiri lebih senang menyantap sop saja tanpa ikan bakar, atau jika sedang ingin ikan bakar maka cukup dengan meminta kuah sop saja. Rasanya sayang kalau keduanya disandingkan dalam satu jamuan makan, konsentrasi akan pecah antara mau menikmati sop atau ikan bakar.

Salah satu warung sop saudara yang tidak menyajikan ikan bakar adalah warung Sop Saudara Panaikang yang saya ceritakan di awal tadi. Warung ini hanya fokus pada sop saudara saja, pelanggan yang ingin menambah kelezatan sajian sop saudaranya bisa menambahkan dengan sebutir telur bebek rebus atau kacang goreng.

Sop saudara bersama coto memang jadi salah dua kuliner khas Makassar. Keduanya berkarakter hampir sama, hanya berbeda sedikit di rasa dan ragam jeroan yang ditawarkan. Coto lebih kaya dengan jenis jeroan sementara sop yang satu ini sedikit lebih hemat. Oh ya, pembeda lainnya adalah kalau coto lebih pas dihidangkan bersama ketupat, maka sop saudara lebih berjodoh dengan nasi. Tapi, kedua-duanya tidak bisa berdiri sendiri tanpa jeruk nipis yang sudah jadi bagian dari kuliner khas Makassar.

Kalau Anda penggemar daging-dagingan, maka sepertinya sulit untuk menghindari godaan sop khas kota Makassar ini. Aroma dari pancinya begitu menusuk saraf dan seketika membuat perut lapar. Hmmm, maknyuss! Jadi jangan salah, sop saudara itu isinya daging dan jeroan sapi ya, bukan daging saudara sendiri.

Nah kalau coto Makassar, kisahnya bisa dibaca di sini

Nah, kalau sedang ada di Makassar, jangan lupa untuk mencicipi semangkuk-dua mangkuk sop saudara. Mau sop sendirian atau bersama ikan bakar tidak masalah. Asal jangan lupa bayar #eh [dG]