Silariang ; Ketika Cinta Tak Beroleh Restu
Ketika cinta tak direstui, silariang jadi pilihan terakhir. Tapi, silariang juga kadang berujung maut. Berikut adalah cerita tentang salah satu kronik dalam budaya suku Makassar.
Anda pernah menonton sebuah FTV di stasiun televisi SCTV berjudul “Badik Titipan Ayah”? Cerita tentang bagaimana seorang bangsawan Makassar berusaha menegakkan harga diri keluarga setelah putri kesayangan mereka kawin lari dengan seorang lelaki yang tidak disetujui.
Silariang, atau kawin lari kadang memang menjadi pilihan terakhir dua insan yang sedang dimabuk cinta tapi tidak beroleh restu. Baik restu dari salah satu keluarga, atau restu dari kedua pihak keluarga. Bagi suku Bugis-Makassar, anak gadis yang dibawa lari atau kawin lari tanpa restu dari orang tua berarti aib besar, sebuah perbuatan yang dianggap mencoreng nama baik keluarga dan merendahkan harga diri keluarga besar utamanya keluarga besar si wanita.
Silariang adalah salah satu pilihan yang termasuk dalam perbuatan annyala. Annyala dalam bahasa Makassar berarti berbuat salah, sebuah pilihan salah yang diambil sepasang kekasih ketika cinta mereka tak mampu menembus tembok restu kedua pihak keluarga.
Annyala terdiri atas tiga macam, yaitu :
Silariang atau kawin lari. Kondisi di mana sepasang kekasih yang tak beroleh restu itu sepakat untuk kawin lari atau dalam artian keduanya melakukan kawin lari tanpa paksaan salah satu pihak.
Nilariang atau dibawa lari. Kondisi di mana si anak gadis dibawa lari oleh lelaki, entah karena paksaan atau karena si anak gadis sedang berada dalam pengaruh pelet.
Erang kale. Kondisi di mana si gadis mendatangi si lelaki, menyerahkan dirinya untuk dinikahi meski tanpa restu dari orang tuanya. Biasanya ini terjadi karena di anak gadis telah hamil di luar nikah dan meminta tanggung jawab dari lelaki yang menghamilinya.
Ketiga kondisi di atas termasuk perbuatan annyala, meski yang paling sering terjadi adalah silariang. Ketika si anak gadis menjatuhkan pilihan untuk annyala atau silariang maka seketika itu juga dia dianggap mencoreng muka keluarganya dan menjatuhkan harga diri keluarga besarnya atau disebut appakasirik. Keluarga besar si gadis akan kehilangan muka di masyarakat, sementara si lelaki dan keluarganya yang membawa lari si anak gadis disebut tumasirik atau yang membuat malu.
Si gadis dan pasangan kawin larinya kemudian akan dianggap sebagai tumate attallasa, orang mati yang masih hidup. Mereka telah dianggap mati dan tidak akan dianggap sebagai keluarga lagi sebelum mabbajik atau datang memperbaiki hubungan.
Bagi keluarga lingkar dalam si gadis, sebuah kewajiban diletakkan pada pundak mereka, khususnya kepada kaum lelaki. Kewajiban untuk menegakkan harga diri keluarga, sehingga di manapun dan kapanpun mereka melihat si lelaki pasangan silariang itu maka wajib bagi mereka untuk melukainya dengan sebilah badik. Ini adalah harga mati untuk menegakkan harga diri keluarga.
Perkecualian diberikan apabila pasangan tersebut lari ke dalam pekarangan rumah imam kampung. Pasangan tersebut akan aman di sana, karena ada aturan yang menyatakan kalau mereka tak boleh diganggu ketika berada dalam perlindungan imam kampung.
Imam juga yang akan menjadi perantara ketika pasangan silariang akan kembali ke keluarganya secara baik-baik atau disebut mabbajik.
Imam akan datang kepada keluarga si gadis, bernegosiasi dan menentukan waktu yang tepat untuk pelaksanaan acara mabbajik. Ketika kesepakatan sudah terpenuhi, maka imam akan membawa pasangan tersebut datang kepada keluarga besar si gadis sambil membawa sunrang ( mas kawin ) serta denda yang telah disepakati.
Selepas acara mabbajik maka lepas juga annyala yang selama ini tercetak di jidat pasangan kawin lari tersebut. Mereka bisa kembali kepada keluarga besarnya dan dengan demikian harga diri keluarga besar juga dianggap telah ditegakkan. Lepas pula kewajiban kaum lelaki dari keluarga besar si gadis untuk meneteskan darah si lelaki yang telah membawa lari anak gadis mereka.
*****
Bagaimana dengan jaman sekarang? Hukum adat atas pelaku silariang masih tetap sama, meski memang tidak semua kaum lelaki dari keluarga si gadis dibebankan kewajiban untuk menghukum pelakunya dengan badik. Setidaknya lelaki dari keluarga gadis yang dipermalukan sudah berpikir panjang untuk mengambil langkah melukai pasangan silariang tersebut.
Meski begitu, beberapa tahun lalu seorang teman saya pernah dipenjara karena baru saja membunuh tumasirik-nya, seorang lelaki yang membawa lari gadis sepupunya. Sang teman bertemu si lelaki itu di jalan, karena ingat dengan kewajibannya si teman buru-buru kembali ke rumah dan mengambil badik sebelum kembali mengejar si lelaki. Mereka bertemu kembali di jalan, terjadi pertarungan sengit sebelum teman saya berhasil membunuh tumasirik-nya dengan beberapa tusukan.
Baca juga: Balla Lompoa, bekas istana kerajaan Gowa yang tak sebesar sejarahnya
Meski jaman sekarang hukuman adat ataupun sanksi sosial terhadap pelaku kawin lari di masyarakat suku Bugis -Makassar telah mengalami degradasi, tapi tetap saja silariang menjadi sebuah pilihan tabu untuk pasangan yang tidak beroleh restu. Jadi, memang jauh lebih nyaman apabila menikah dengan restu keluarga. Tentu lebih nyaman daripada harus silariang.
Anda setuju? [dG]
Kalo lari-lari di GOR Sudiang bersama seorang cewek, masuk kategori SIlariang, De-Gas?
itu mungkin bisa dikategorikan : assiondang..hihihihi
jadi kalau misalnya silariangnya langsung pergi ke rumah imam, besar harapan nanti jadi direstui ya mas? nanti keluarga si gadis menentukan mabajjik dan mas kawinnya, trus semuanya terselesaikan dengan baik. tapi, maskawinnya itu mungkin mahal banget ya?
soal direstui sih gak mesti 100%, biasanya butuh waktu lama sebelum keluarga si gadis akhirnya setuju dan menerima mereka kembali
mas kawinnya mungkin gak begitu mahal, yg mahal biasanya dendanya
Sy juga sempat mau silariang.. sayang Sy dapat mertua yg cocok 😀
haahaha, bersyukurlah dirimu 😛
Sedari dulu saya mau silariang juga. Sayang ndak dapat pasangan yang cocok…:(
Nice posting gan, perbanyak yg beginian. Klu dulu, sudah wajib di-panyingkul-kan..
kalau dulu ? nah bagaimana dengan sekarang ? 😀
hmm … kok ada yang mirip2 ya adatnya sama adat orang Karo
kayaknya bisa jadi bahan postingan ney hehehe
eh tapi emang paling murah kan silariang ya, tapi larinya ke rumah imam kampung 😀
hahaha tapi masak mau nginap terus di rumah imam kampung ?
ngerepotin ajah..
Mas ipul… kusuka semua postingan ta’…
Kalo filmnya ‘uang panaik’ ada ga???
wah, saya belum pernah liat film tentang uang panaik 😀
Astaga, daeng penggemar FTV juga?! *toss*
halah..!! nggak..:P
itu juga nonton FTV karena ceritanya soal Makassar
Bukannya kawin lari itu capek, Daeng?
Lebih baik kawin merayap aja, eh!
kawin dulu baru merayap ?
😀
memang hanya di Indonesia ketika sebuah pernikahan datang dengan keribetan hahahaha~
hahayyy……dulu sewaktu masih kecil pikiranku kawin lari itu beneran kawin sambil lari lari…..hahahaha
Apapun itu silariang semoga menjadi jalan terakhir bila si cowo dan cewe benar benar yakin.yang menikahkan bukan bukan cuman mereka berdua saja tapi kedua keluarga.
hahaha pic-nya menyesatkan nih, kirain posting soal hantuuu, hiiiy, but very nice posting! banyak2in
cinta, derita tiada akhir, panglima tiang feng (kera sakti )
addeh tidak sanggupka translate tulisanta. 😀
pemilihan bahasata sangar sekali.
jadi saya review saja trus saya tulis sesuai versiku.
mau saya pake ujian. 🙂
thank’s daeng.
Dg. Gassing, pammapporanga.
Mauka minta nmorta, mau curhat sdikit mgenai hukum adat ini. Jika brkenan, mohon dibalas k emailku saja kanda. Tabe’.
gmna klo kduax udh nikah siri n mmpuxi ank .?
trus dsamping tu si cwok dh sring tlf sm orng tua si gadis .
kalau si cowok sudah sering telepon sama orang tua gadis dan sudah “diterima” maka sebaiknya kembali baik-baik
Di Lombok ada juga seperti Silariang ini. Istilahnya curi/mencuri/bawa kabur si cewek. Kalau si laki-laki suka sama perempuan, bisa curi si cewek pas malam hari. Lalu inapkan di tempat keluarga si laki2. Terus itu, keluarga laki2 lapor ke kepala kampungnya, minta supaya diuruskan dengan keluarga si perempuan. Selama proses pengurusan ini sampai acara nikah, si perempuan tetap tinggal di tempat laki2. Biasanya kalau cewek sudah dicuri, ya ujung2nya pasti nikah.
Bahkan di beberapa tempat, kalau nikah normal dengan acara lamaran dan tanpa mencuri si cewek, biasanya akan dikenakan semacam denda adat, misalnya bayar sejumlah uang untuk perbaikan jalan.
Lalu saya cerita ke teman2 di Lombok sini bahwa kalau di Makassar laki2 curi (bawa lari) perempuan, maka salah satu atau keduanya harus dibunuh. Mau besok atau 20 tahun lagi, kalau ketemu wajib dibunuh. Biasanya mereka bergidik ngeri.
Justru lebih gampang kalau diculik daripada dilamar dengan baik-baik ya? Hahaha
Menurut Bang iPul, seru mana? Silariang atau Nilariang
dua-duanya beresiko bro hahaha
Saya keluarga perempuan,dan sodari saya kawin lari sama tetangga,sudah 4 kali di janji datang abbaji’ tapi tidak terbukti?
Posisi skrg ini saya harus gimana ya,harus bertindak kasar(membunuh/menganiaya demi tutupi sirii).karna sampai kiamat ibu saya tidak setuju dengan laki/keluarganya?!.
Tolong bagi infonya…
Trims sebelumnya.
kalau dalam adat sih, penyelesaian terakhir memang di ujung badik, tapi di jaman hukum positif seperti sekarang tentu saja itu tidak dibolehkan lagi.
solusi memang harus dirembukkan dengan keluarga besar
Bang, punya referensi yang ngebahas ttg Annyala mencakup 3 bagian yaitu silariang, erangkale, dan nilariang. Misal ada dlm buku gitu.
Plus respon bang
Penjelasan tentang itu bisa dibaca di buku Manusia Makassar, Prof. Dr. Hj. Sugira Wahid, Penerbit Refleksi, Mei 2007~ Halaman 110 dan 111