Tahun-Tahun Penting Dalam Sejarah Arsitektur Kota Makassar

Logo lama kota Makassar

Dari sebuah daerah kecil di antara pusat dua kerajaan, Makassar berkembang menjadi kota yang padat dan moderen. Berikut adalah tahun penting dalam perkembangan kota yang kerap dijuluki “Kota Daeng”.


Kota Makassar bisa disepakati sebagai salah satu kota terbesar di bagian timur Indonesia. Menjadi gerbang Indonesia timur. Kota yang memunyai luas 17,77 km2 daratan dan termasuk 11 pulau di selat Makassar dengan luas perairan 100 km2 ini terus menggeliat dari tahun ke tahun, seolah tidak mau ketinggalan zaman. Karakter warga yang dinamis menjadi salah satu pemicu mudahnya kota ini berkembang, menerima dan beradaptasi dengan hal-hal baru.

Kalau menilik jauh ke belakang, sejarah kota Makassar berkembang pesat sejak diambil alih oleh Belanda lewat VOC di tahun 1667. Sebelumnya, daerah yang sekarang dikenal sebagai kota Makassar ini hanyalah daerah kecil yang berada di antara dua benteng, yaitu: Benteng Somba Opu yang jadi pusat pemerintahan kerajaan Gowa dan Benteng Tallo yang menjadi pusat pemerintahan kerajaan Tallo. Sebelum jatuh ke tangan VOC, kerajaan kembar itu menjadi salah satu kerajaan terkuat dan diperhitungkan di Nusantara.

Sisa sejarah kerajaan Gowa-Tallo bisa dibaca di sini.

Bukti sejarah memperlihatkan bahwa pada masa abad ke-15, kawasan Benteng Somba Opu sudah menjadi kawasan niaga yang sangat ramai didatangi oleh para pelaut dan pedagang dari luar. Termasuk pedagang dari Eropa, jazirah Arab dan Asia Timur. Beberapa negara bahkan sudah membangun perwakilan dagang mereka di kawasan Benteng Somba Opu.

Perkembangan Makassar berkaitan erat dengan jatuhnya Malaka ke tangan Portugis pada tahun 1511. Kejatuhan Malaka menyebabkan para pedagang Melayu menyebar ke pelabuhan-pelabuhan lain demi mencari tempat berdagang yang  dapat dijalankan secara aman dan menguntungkan. Pedagang Melayu pada awalnya mengungsi dan menetap di Kerajaan Siang (sekarang masuk ke dalam wilayah Kab. Pangkep, SulSel),  sebelum akhirnya berpindah ke Makassar (Andaya, 2004; 34-35).

Pesatnya perkembangan kerajaan Gowa-Tallo sebagai pusat perdagangan ini berlangsung dari akhir abad ke 16 hingga awal abad ke 17. Perkembangan pesat itu menimbulkan kebencian pada  Verenigde Oost Indische Compagnie (VOC). Perusahaan  dagang Belanda itu ingin menguasai perdagangan di Makassar dan tidak menginginkan pedagang dari negara lain berada di Makassar (Poelinggomang, 2002). Namun, keinginan mereka mendapat tentangan keras dari Raja Gowa XIV Sultan Alauddin (1593-1639). Sebagai langkah antisipasi, Sultan Alauddin membangun beberapa benteng di tepi pantai di wilayah kekuasaan Gowa-Tallo dan memperkuat benteng-benteng yang sudah dibangun sebelumnya.

VOC tidak pernah mengendurkan niatnya menguasai kerajaan Gowa-Tallo, bahkan hingga bertahun-tahun kemudian. Puncaknya adalah ketika pada tanggal 1 Desember 1666 Cornelis Janszoon Speelman, mengumumkan perang terbuka pada kerajaan Gowa-Tallo. Saat itu kerajaan Gowa-Tallo sudah dipimpin oleh Raja Gowa XVI Sultan Hasanuddin.

Perang terbuka inilah yang kemudian menjadi tonggak sejarah penting dalam perjalanan kota Makassar.

Berikut adalah tahun-tahun yang dianggap penting dalam perjalanan sejarah kota Makassar. Saya sarikan dari thesis Asmunandar, seorang arkeolog dan dosen sebuah perguruan tinggi negeri di Makassar.

18 November 1667.

Setelah melalui perang panjang, kerajaan Gowa-Tallo akhirnya menyerah kepada VOC lewat perjanjian Bongayya yang sangat merugikan kerajaan Gowa-Tallo. Perjanjian ini sekaligus menjadi titik balik kejayaan kerajaan Gowa-Tallo.

Salah satu isi kesepakatan perjanjian itu adalah kerajaan Gowa-Tallo harus menghancurkan seluruh benteng yang dimilikinya, kecuali Benteng Somba Opu sebagai pusat pemerintahan dan Benteng Jumpandang (Ujung Pandang) yang diambil alih oleh VOC.

Speelman memilih benteng tersebut sebagai pusat pemerintahan baru VOC. Tahun 1673, Speelman memerintahkan pemugaran besar-besaran pada benteng tersebut yang menghilangkan bentuk aslinya. Oleh Speelman, namanya pun diganti menjadi Fort Rotterdam atau Benteng Rotterdam, mengacu pada kota kelahiran Speelman.


sejarah kota makassar
Fort Rotterdam, 1920– Sumber: KITLV

Fort Rotterdam menjadi pusat pemerintahan VOC/Belanda waktu itu. Seluruh pegawai pemerintahan dan anggota militer berdiam di dalam benteng. Sementara di sekitar benteng, beberapa kawasan pemukiman mulai dibangun. Di sebelah timur laut benteng dibangun kawasan pemukiman bagi orang asing dan pendatang yang disebut “ Negory Vlaardingen”, lalu di sebelah utara dibangun pemukiman buat orang Melayu yang disebut “Kampong Melayu”, dan di sebelah selatan dibangun pemukiman yang bernama “Kampong Berua” yang diisi oleh warga dari Asia dan bekas budak beragama Kristen.

Di sekeliling benteng terdapat parit keliling yang fungsinya untuk memutus hubungan penduduk di dalam benteng dengan dunia luar dan menghindari serangan penduduk lokal, dari arah utara, timur, dan selatan.

Akhir Abad ke-17 dan Awal Abad ke-18.

Pada tahun 1730 jumlah penduduk Makassar tercatat sebanyak 4.985 orang, 2915 di antaranya terdiri dari budak, 271 pegawai VOC, 351 burgers (Kristen non-kompeni atau bagian dari orang-orang yang nenek moyangnya Eropa dan campuran), 364 Bugis-Makassar, 310 Tionghoa, 10 “Moor” dan Kodjas (India), 137 orang Buton, 68 orang Ambon dan Banda dan kelompok orang Melayu sekitar 577 orang (Sutherland, 2004; 28). Hal ini menunjukkan bahwa sejak dulu Makassar merupakan kota yang majemuk.

Sekitar pertengahan abad ke 17, di Kota Makassar telah terbentuk struktur fisik kota dengan jalan-jalan lurus, sejajar dengan garis bibir pantai dan membujur arah utara-selatan. Empat jalan utama yang membujur, paling barat adalah Cinastraat (Passerstraat) dan sekarang menjadi Jalan Nusantara, Templestraat (sekarang Jalan Sulawesi), Middlestraat (sekarang Jalan Bonerate) dan Burgherstraat (sekarang Jalan Jampea).


sejarah kota makassar
Templestraat – Sumber KITLV

Di permukiman Vlaardingen, terdapat jalan utama yang melintang timur-barat yang disebut dengan Hoogepad (berarti jalan tinggi, yang dimaksud adalah istilah Belanda untuk daerah atau tempat-tempat yang bergengsi dibanding tempat lain dalam sebuah kota) dan sekarang bernama Jalan Jendral Ahmad Yani.

Di ujung jalan ini terdapat benteng kecil yang diberi nama Vredenburg. Benteng ini berfungsi sebagai benteng pengintai karena di masa tersebut, gangguan keamanan dan perlawanan sporadis dari warga Gowa atau orang yang benci Belanda masih cukup tinggi. Kawasan Benteng Vradenburg ini sekarang menjadi kawasan kantor Bank Indonesia.

Perkembangan penting yang terjadi pada masa abad ke-17 adalah terbentuknya poros jalan dari Benteng Vredenburg ke arah selatan, Gowa.

Abad ke-19.

Salah satu perkembangan penting di abad ini adalah ketika Belanda membangun lapangan luas yang diberinama Koningsplein atau yang sekarang dikenal dengan nama Lapangan Karebosi. Secara geografis Koningsplein terletak di tengah-tengah kota menjadi lapangan luas hingga depan Rumah Sakit Pelamonia sekarang.

Di sisi utara Koningsplein, terdapat tiga bangunan yang dapat mengungkapkan ciri sistem pemerintahan Belanda yakni unsur eksekutif dan yudikatif, yaitu gedung Stadhuis (Balai Kota), Gevangnis (penjara) dan Gerechtsplaats (pengadilan) (Anonim, 1992b; 26). Kini, lahan bekas ketiga bangunan tersebut menjadi bangunan pertokoan (sekitar Jalan Irian).

Pada masa akhir abad 18 dan awal abad 19, situasi keamanan dan politik di kota Makassar semakin membaik sehingga Belanda pun perlahan mulai keluar dari Fort Rotterdam. Pada tahun 1885, Belanda membangun gereja Protestan Immanuel dan rumah gubernur di luar Fort Rotterdam. Hingga saat ini gereja Protestan Immanuel masih digunakan sedangkan kediaman gubernur berubah fungsi menjadi kantor Polrestabes Makassar.

Pada akhir abad ke-19, Pemerintah Belanda juga mendirikan beberapa bangunan penting seperti rumah sakit (sekarang bernama Rumah Sakit Pelamonia) di bagian tenggara Koningsplein, Oliefabrik atau pabrik minyak di Matjiniajo bagian utara Koningsplein, Ysfabriek atau pabrik es bernama Aurora dan Gasfabriek (pabrik gas) di sebelah timur Koningsplein (Sumalyo, 1999; 308). Kecuali rumah sakit, semuanya telah berganti menjadi kompleks pertokoan dan perumahan. Perombakan bangunan diperkirakan terjadi sekitar awal tahun 1990-an.

Pada masa ini, pertumbuhan pemukiman di kota Makassar pun berkembang sangat pesat. Vlaardingen berubah menjadi pemukiman orang Tionghoa (pecinan) dan beberapa pemukiman baru bermunculan seperti Kampung Wadjo (pemukiman bagi orang Wajo yang masuk ke kota Makassar), Oedjoeng Tanah, Bontoala, Matjiniajo, Bandang dan macam-macam. Rata-rata pemukiman ini dihuni oleh warga dengan latar etnis atau asal yang sama.

Selain pembangunan fisik, Belanda juga membangun tiga taman yang diberi nama; Prins Hendrik Plein, Kerkplein dan Juliana Park. Lahan bekas Prins Hendrik Plein sekarang berdiri kantor Radio Republik Indonesia (RRI).



Naturalis asal Inggris, Alfred Wallace sempat menyambangi Makassar antara November-Desember 1856. Dalam catatannya di buku Malaya Archipelago dia menuliskan kekagumannya pada kota Makassar yang menurutnya adalah kota tercantik di bagian timur Indonesia.

“Jalan-jalan dijaga agar bersih dari sampah, pipa-pipa bawah tanah membawa semua kotoran dan mengalirkan ke saluran penampungan terbuka. Air kotor akan masuk ke penampungan saat arus pasang dan hanyut saat surut,” tulis Wallace

Abad ke-20.

Pada periode ini Kota Makassar menjadi daerah otonom dengan nama Gemeente Van Makassar pada tanggal 12 Maret 1906 berdasarkan Stadblad No. 17 yang secara resmi digunakan pada tanggal 1 April 1906. Guna mengukuhkan status kota tersebut, di antaranya dibangun gedung Balai Kota atau Gemeentehuis pada tahun 1918, di Jalan Balaikota (sekarang berfungsi sebagai Museum Kota Makassar). Di sebelah utara Benteng Rotterdam, atau sekarang bernama Jalan Riburane, dibangun gedung Societeit de Harmonie, pada tahun 1896 yang berdampingan dengan gedung CKC (didirikan tahun 1910) yang berfungsi sebagai kantor gubernur.

Perkembangan kota Makassar pun menjadi sangat pesat. Selain gedung-gedung di atas, Belanda juga membangun beberapa bangunan penting lainnya seperti apotik yang bernama Rathkamp (1920, sekarang Apotik Kimia Farma) dan percetakan NV. OGEM (1920-an, kini Kantor Kia Motors). Kedua gedung sampai sekarang kondisinya masih terawat.

Beberapa sekolah juga dibangun oleh Belanda seperti sekolah untuk orang-orang Eropa, sekolah untuk orang pribumi (MULO – hingga sekarang masih ada) dan sekolah khusus untuk orang Tionghoa. Di bagian utara Koningsplein dibangun dua kantor penting, yaitu Raad van Justitie (1915), terletak bertolak belakang dengan Landraad.  Kedua bangunan tersebut kini berfungsi sebagai Kantor Pengadilan Negeri Kota Makassar.


sejarah kota makassar
Raad van justitie (kantor pengadilan) – sumber: KITLV

Fasilitas penting lainnya yang dibangun pada fase ini di antaranya adalah Hamente Waterleiding (1920) yang sekarang ada di Jalan Jendral Sudirman. Bangunan ini merupakan instalasi penyedia air minum untuk Kota Makassar yang bersumber dari Sungai Jeneberang, Post Cantoor (1925), Kantor Polisi Militer (1935), Landrente (1940), Post en Telegraf Cantoor (1940), Politie Cantoor , dan Kantor BOW (sejenis Kantor Pekerjaan Umum) [Anonim, 1992b; 31] di bagian timur Rotterdam.

Kawasan sekitar pelabuhan pun menjadi semakin ramai dengan hadirnya beragam kantor maskapai, bank dan kantor perusahaan lain yang berkaitan dengan perdagangan atau pelayaran. Beberapa rumah sakit juga dibangun di beberapa tempat, dari sekitaran Pantai Losari hingga daerah yang sekarang bernama Jln. Lanto Dg. Pasewang.

Pada tahun 1939 di ujung barat Hoogepad, dibangun kantor gubernur, menggantikan kantor gubernur sebelumnya. Kantor gubernur ini sekarang menjadi kantor walikota Makassar. Kawasan ini berkembang sebagai daerah eksklusif dengan berbagai fasilitas di antaranya Grand Hotel (sekarang menjadi kantor BRI) dan Empress Hotel (sekarang menjadi Sekolah Islam Athirah) di sisi barat Koningsplein.



Perkembangan kota yang semakin pesat kemudian menyebabkan pergeseran pusat kegiatan militer yang tadinya dipusatkan di Fort Rotterdam berpindah ke beberapa tempat. Tahun 1915 di selatan kota dibangun komplek militer yang sekarang menjadi kawasan Jln. Rajawali, sedang tahun 1930an Belanda membangun perumahan untuk perwira militer di lingkungan yang sekarang dikenal sebagai Jln. Klabat, Sungai Tangka dan Sungai Lariang).

Setelah perang kemerdekaan dan Indonesia melepaskan diri dari jajahan Belanda, pembangunan kota Makassar pun terus mengalami perubahan yang pesat. Bangunan-bangunan baru terus hadir dan kota terus membesar.

*****

Makassar akan terus menggeliat. Sebagai kota terbesar di timur Indonesia, perkembangan kota ini kadang terasa seperti tidak terkendali. Kota terus dipoles sedemikian rupa, meski itu berarti harus mengorbankan hal lain. Di beberapa sudut, perkembangan kota terasa mengabaikan kenyamanan dan sekadar mengejar modernisasi.

Mau ke Makassar? Perhatikan kata dan partikel yang mungkin membingungkan ini

Kota yang dulu disebut Alfred Wallace sebagai kota yang cantik, mungkin perlahan akan tinggal kenangan. Berganti menjadi kota yang maju, moderen tapi kaku dan tidak manusiawi. Mungkin, tapi mungkin juga tidak. [dG]