Pantai Losari dan Bangunan Yang Akan Berdiri Di Seberangnya
Pantai Losari menjadi semakin nyaman, tapi sebentar lagi bangunan di seberangnya mungkin akan merenggut kenyamanan itu.
Dua tahun lalu saya menulis tentang Pantai Losari yang tidak lagi nyaman. Kala itu suasana ikon kota Makassar ini memang sedang ada di titik kulminasi soal ketidaknyamanan. Preman merangkap tukang parkir seenaknya menetapkan tarif sambil mengancam, pengamen dan pengemis tidak membiarkan pengunjung bersenang-senang begitu saja, bahkan pencopet pun beraksi kala suasana sedang ramai. Pokoknya kala itu saya sama sekali tidak menyarankan Pantai Losari sebagai tujuan wisata kepada teman-teman yang datang dari luar Sulawesi Selatan.
Lalu waktu bergulir, walikota Makassar Muh. Ramdhan Pomanto atau yang kerap disapa pak Danny Pomanto seperti mendengar keluhan warga kota dan para pengunjung Pantai Losari. Juli 2015 menyusul sebuah kejadian bentrok antar Satpol PP dan para preman penguasa Pantai Losari yang menyebabkan lurah Lae-Lae tertusuk pisau, Pantai Losari benar-benar dibersihkan dari para preman yang meresahkan.
Tukang parkir liar, pengamen dan pengemis diusir jauh-jauh dari Pantai Losari. Keamanan dan kenyamanan Pantai Losari berusaha dikembalikan seperti bagaimana seharusnya.
Bulan Maret 2016 untuk pertama kalinya sejak bertahun-tahun lamanya saya kembali ke Pantai Losari. Itulah saat ketika saya melihat langsung puluhan petugas satuan polisi pamong praja (Satpol PP) berjaga di Pantai Losari. Mereka sigap melarang pengunjung yang hendak masuk memarkir motor di tempat yang terlarang. Keberadaan mereka membuat para pengemis dan pengamen menjadi segan untuk mendekat.
Puluhan orang nampak begitu menikmati Pantai Losari yang basah di sore hari, bercengkerama tanpa rasa kuatir dan menanti matahari yang beranjak pulang.
*****
Hari Minggu kemarin (14 Agustus 2016) saya kembali ke Pantai Losari. Antara bulan Maret dan Agustus sebenarnya saya sempat ke Pantai Losari sekali lagi, tepat ketika pegelaran acara Pesta Komunitas Makassar 2016 dihelat. Tapi waktu itu saya cuma sebentar, belum lagi suasana yang sangat ramai dan membuat saya tidak betah berlama-lama.
Hari Minggu kemarin saya ke Pantai Losari tepat ketika area sekitarnya dijauhkan dari kendaraan bermotor. Orang menyebutnya car free day. Ini memang sudah ada sejak sekira delapan tahun lalu. Bedanya, dulu car free day disulap jadi semacam pasar kaget di tepi jalan. Para pedagang memenuhi badan jalan, menjajakan apa saja dari assesoris sampai kebutuhan sehari-hari.
Sejak September 2014, semua berubah. Area car free day dibersihkan dari pedagang. Sejak itu tidak ada lagi pedagang yang memenuhi badan jalan sepanjang Jln. Penghibur. Para pengunjung jadi bebas untuk berolahraga atau sekadar bercengkerama dengan teman-teman. Suasana pasar kaget yang sebelumnya terasa menguasai area car free day tidak terasa lagi, berganti dengan suasana penuh peluh dari pria-pria berkostum olahraga dan ibu-ibu serta dedek-dedek gemas yang berlegging.
Ada suasana yang berubah dengan yang terakhir kali saya ingat. Sebuah kapal kayu terparkir malas di tepi Pantai Losari. Di badannya tertera tulisan: PATTASAKI, dalam bahasa Makassar kata itu berarti; bersihkan. Tapi di perahu itu kata PATTASAKI adalah akronim dari Perahu Angkat dan Angkutan Sampah Kita. Harap maklum, walikota kami sangat rajin membuat singkatan.
Peran perahu itu sepertinya untuk membersihkan sampah-sampah yang banyak mengambang di sekitar Pantai Losari. Memang selama ini saya selalu mengingat bagaimana tepian pantai tak berpasir itu selalu penuh dengan sampah yang bertebaran, membuat mata seperti tertusuk. Tapi pagi itu berbeda, tak ada lagi sampah yang mengambang di sekitar Pantai Losari. Sampah-sampah itu sepertinya sudah terkumpul di kapal kayu bernama PATTASAKI itu.
*****
Sejenak saya merasa Pantai Losari memang sudah berubah. Dari tempat yang jorok, penuh dengan preman, pengemis dan tukang parkir menjadi tempat yang mulai nyaman bahkan buat keluarga. Sampah memang masih ada berceceran, tapi sepertinya itu karena ulah pengunjung yang tak juga sadar kalau dia punya peran menciptakan lingkungan yang bersih dan nyaman.
Tak ada juga tukang parkir yang memaksa menetapkan tarif yang tidak masuk akal. Dan karena saya datang pagi maka tentu saja tidak ada pengemis atau pengamen yang berkeliling. Tapi sepertinya bahkan sore dan malam pun mereka memang tidak lagi bebas berkeliaran di sekitaran Pantai Losari.
Melihat keadaan itu rasanya bersyukur juga ikon kota Makassar itu bisa kembali jadi milik publik. Bukan apa-apa, ada banyak hal yang hilang dari Pantai Losari. Ada banyak perencanaan yang tidak melibatkan warga di sana, ada reklamasi yang mengancam lingkungan hidup ketika pelataran beton-beton itu dibuat. Kalau semua akhirnya tidak bisa dinikmati dengan nyaman, bukankah itu berarti kekalahan beruntun untuk warga kota Makassar?
Pantai Losari hari ini sepertinya sudah mulai dipoles menjadi tempat yang lebih nyaman. Nyaman buat para pengunjung dan warga kota, nyaman buat siapa saja yang ingin menikmati fasilitas umum yang tak berbayar.
Sayangnya, bertahun-tahun yang akan datang di seberang Pantai Losari bangunan-bangunan tinggi akan berdiri kokoh dan angkuh. Bangunan-bangunan di atas lahan reklamasi itu akan merampas hak warga untuk menikmati matahari terbenam dengan gratis. Plus, reklamasi yang dianggap merusak lingkungan itu akan memberi dampak sosial bagi warga sekitar yang tentu saja tak bisa membeli rumah atau apartemen di atas lahan reklamasi itu.
Kesenjangan sosial akan muncul, masalah sosial mungkin akan meledak ketika waktunya tiba nanti. Dan ketika itulah kita mungkin akan kembali berurusan dengan preman, tukang parkir liar, pengemis dan pengamen. Mereka yang mungkin saja adalah korban dari sebuah reklamasi yang tak seharusnya ada.
Jadi, nikmatilah Pantai Losari sebelum semuanya berubah karena bangunan di seberang itu. [dG]
Saya sempet tinggal setahun di Makassar tahun 2012. Dulu sering bertanya tanya sendiri, kenapa pantai Losari semrawut bukan main.
Baguslah kalau sekarang sudah direnovasi 🙂