Mia Yang Mendulang Rupiah Di Musim Batu
Ketika musim batu tiba dan orang-orang banyak yang larut pada fenomena ini, beberapa orang lain menjadikannya sebagai peluang bisnis. Pasangan Mia dan Nas salah satunya.
Wanita itu duduk mencangkung di atas balai-balai sederhana beratapkan vinyl bekas. Badannya tambun tertutup kaos oblong dan celana panjang. Sesekali dia menata barang dagangannya dan menjawab pertanyaan-pertanyaan dari calon pembelinya. Di depannya beberapa orang pria duduk di kursi plastik kecil sambil memperhatikan dengan serius batu-batu akik dan cincin yang dijajar rapi di dalam kotak.
Namanya Mia, saya taksir usianya belum sampai 30 tahun. Mia adalah salah satu penjual batu akik di kawasan Jl. Tun Abdul Razak perbatasan Kab. Gowa dan Makassar. Bersama suaminya Nas yang usianya tidak terpaut jauh, Mia membuka lapak sederhana di tepi jalan di bawah pohon trembesi yang belum terlalu tinggi.
Lapak milik Mia dan Nas hanya berukuran sekira 3 x 2.5 m, dibuat dari papan dan balok yang menyerupai balai-balai karena lebih tinggi sekira 30 cm dari permukaan tanah. Lapak sederhana itu ditutup dengan vinyl bekas yang bertumpu di empat tiang dan rangka atap, sekadar melindungi dari terik dan hujan. Di atas lapak berjejer rapi kotak-kotak kecil yang penuh berisi cincin dan batu akik. Itulah komoditas yang beberapa bulan belakangan ini jadi tren di Makassar dan beberapa daerah lain di Indonesia.
Awal Usaha.
“Dulu kami mulai dengan meja kecil tanpa atap. Belakangan kami memutuskan untuk membuat lapak ini, apalagi pengunjung makin banyak dan musim hujan sudah datang.” Kata Mia. Wanita itu mulai menceritakan awal mula dia dan suaminya terjun ke bisnis batu akik.
Nas sang suami bukan orang baru di dunia perbatuan. Dulu dia pernah jadi pembantu seorang pengusaha batu asal Jawa di bilangan pasar Sentral, Makassar. Perlahan-lahan dia mendapat kepercayaan dari sang bos untuk naik pangkat jadi penanggung jawab lapak. Ketika musim batu akik tiba, Nas berpikir sudah waktunya untuk memulai usaha sendiri. Dia keluar dari tempat kerjanya dan mulai membuka usaha berjualan batu akik dan cincin pengikat.
“Saya awalnya hanya ibu rumah tangga biasa, tapi ketika suami saya mulai membuka usaha ini saya akhirnya membantu dia.” Ujar Mia. Mereka mulai dengan meja sederhana sebelum akhirnya membangun lapak yang juga bisa dibilang sederhana. Dari hari ke hari pelanggan mereka bertambah dan rupiahpun mulai mengalir lancar.
Mia dan Nas punya intiusi bisnis yang lumayan, sadar kalau pengunjung lapaknya makin banyak pasangan ini menambahkan mesin pemoles di lapak mereka. Nas tahu kalau dia punya kemampuan untuk memoles batu mentah menjadi batu akik yang cantik dan berbekal kemampuan itu dia melayani permintaan para pelanggan yang ingin memoles batu mentah menjadi batu akik, atau pelanggan yang ingin menghaluskan batu akik yang sudah mereka punya.
Strategi ini terbukti membuahkan hasil positif, penghasilan mereka bertambah. Dalam sehari Mia dan Nas bisa mendapatkan order 30-40 polesan dengan harga jasa Rp. 35.000,- sampai Rp. 50.000,- per polesan tergantung tingkat kesulitan. Sekarang pelanggan yang datang bukan hanya mencari batu akik atau cincin pengikat, tapi juga bisa memoles batu mentah atau batu akik kepunyaan mereka.
Dari Batu Mentah Sampai Cincin Pengikat.
Memoles batu rupanya bukan pekerjaan biasa, pelakunya memang harus orang yang pengalaman. Tanpa pengalaman atau pengertian terhadap karakteristik batu maka hasil yang didapat akan jauh dari harapan. Itu yang dikatakan oleh Nas dan diamini beberapa pria penggemar batu yang sore itu ikut berkumpul di lapak Mia dan Nas.
Seorang pria memperlihatkan cincin batu akiknya yang katanya bernama sisik naga dari Enrekang. Ketika saya raba cincin dengan motif seperti sisik itu memang tidak rata, persis seperti permukaan sisik ikan. Batu seperti itu harus dipoles oleh ahlinya, kalau tidak maka permukaannya tidak akan seperti itu. Batu yang permukaannya halus juga tetap harus dipoles oleh ahlinya, ini untuk membuat bercaknya lebih jelas. Batu dengan bercak tertentu bisa berharga sangat mahal.
[Baca: Kembali Ke Jaman Batu]
Memoles batu memang hanya jadi tambahan untuk bisnis Mia dan Nas meski hasilnya kemudian terasa lebih besar dari jualan utama mereka. Mia tidak bisa merinci berapa jumlah cincin dan batu akik yang dijualnya per hari, dia hanya menyebutkan harganya. Untuk batu akik yang sudah dipoles dia mematok harga Rp. 50.000,- sampai Rp. 100.000,- tergantung jenis dan gambar di permukaannya. Sementara untuk cincin Mia mematok harga paling murah Rp. 35.000,- untuk cincin berbahan alloy, Rp. 50.000,- untuk cincin berbahan prodium dan Rp. 100.000,- untuk cincin berbahan titanium.
Batu dan cincin itu kebanyakan diambil dari pedagang yang lebih besar, salah satunya adalah mantan boss Nas di Pasar Sentral Makassar. Mereka juga menerima titipan berupa batu mentah yang masih berbentuk bongkahan. Sebagian besar adalah batu lokal dari beberapa daerah di Sulawesi Selatan. Batu-batu mentah itu dijual mulai harga Rp. 100.000,- untuk ukuran sekira 15 cm x 5 cm.
Lapak Mia dan Nas rupanya bukan hanya jadi tempat transaksi antara pengunjung dan pemilik lapak tapi kadang juga jadi tempat transaksi antara para pengunjung. Karena makin ramai, lapak Mia dan Nas perlahan-lahan jadi tempat bertemunya para penggemar batu. Dari sekadar bertukar obrolan tentang batu hingga kadang berakhir dengan transaksi antara mereka.
Pasangan Mia dan Nas termasuk orang-orang pertama yang membuka lapak di pinggiran jalan Tun Abdul Razak dan Aroepala, ketika mereka memulai usaha setidaknya hanya ada 2 pedagang lain yang juga membuka lapak yang sama. Seiring dengan makin popularnya tren batu akik jumlah pedagangpun makin bertambah, setidaknya di pertengahan Januari 2015 ini saya menghitung ada 10 pedagang di sepanjang jalan sekira 3 km itu. Sebagian besar tidak membangun lapak, hanya membuka meja dan menggelar dagangan. Bahkan ada pula yang berdagang menggunakan mobil.
Mia dan Nas hanya satu pasangan dari sekian banyak orang yang mendulang rupiah di musim batu yang konon bermula dari pemberian mantan presiden SBY kepada Barrack Obama ini. Entah sampai kapan musim batu ini akan bertahan, tapi setidaknya pasangan Mia dan Nas sudah bisa menikmatinya mumpung musim batu masih kencang. [dG]