Kenapa Kita Merusak Bangunan Tua?
Berapa kota di Indonesia yang masih teguh merawat bangunan tuanya? Mungkin hanya sedikit untuk menghindari kata tidak ada.
Hampir setiap ke Semarang saya selalu menyempatkan diri bertandang ke kota lama, tepatnya di bagian utara kota Semarang dekat dengan areal pelabuhan. Di sana ada puluhan bangunan peninggalan kolonial yang masih berdiri kokoh meski tidak semuanya terawat dengan baik.
Jakarta juga punya kawasan kota tua tempat di mana bangunan-bangunan tua masih dibiarkan berdiri meski juga tidak semuanya terawat. Konon Malang juga punya banyak bangunan tua yang katanya masih terawat dengan baik. Sayang sekali karena dua kali ke Malang saya malah belum pernah mengunjungi kawasan bangunan tuanya kecuali sebuah restoran yang juga merangkap sebagai museum.
Saya termasuk penggemar bangunan tua. Entah kenapa saya senang sekali melihat bangunan-bangunan tua yang masih dibiarkan berdiri entah terawat atau tidak. Setiap melihat bangunan tua apalagi yang berada dalam satu kawasan seperti di kota lama Semarang saya selalu berdecak kagum membayangkan kehebatan orang dulu dalam membangun.
Bisa dibayangkan bagaimana rumitnya proses pembangunan waktu itu, waktu di mana teknologi masih sangat jauh dari yang ada sekarang. Belum ada AutoCAD untuk membuat gambar kerja, belum ada tower crane untuk mengangkat material ke tempat yang tinggi dan belum ada handy talkie sebagai alat koordinasi antar pengawas.
Tapi lihatlah bagaimana bangunan-bangunan tua itu utamanya yang berpostur besar tetap bisa berdiri dengan kokoh bahkan dengan desain dan presisi yang mengagumkan.
Ketika orang-orang Belanda itu menguasai Indonesia, mereka sebenarnya telah memikirkan banyak hal yang mereka anggap cocok dengan iklim dan keadaan kota yang mereka tempati. Perhatikan bagaimana bangunan-bangunan tua itu dibuat dengan plafond yang tinggi dan jendela yang besar. Tujuannya tentu saja agar sirkulasi udara dalam ruangan menjadi lancar mengingat iklim tropis yang jelas lebih panas dari kota asal mereka.
Bukan hanya soal bangunan saja yang mereka pikirkan tapi juga penataan kota secara umum. Bagaimana mereka membuat zonasi, mengatur lebar jalan, mengatur drainase dan sebagainya. Semua tertata dengan rapih dan nyaman. Mereka juga tidak pernah lupa untuk menyertakan taman yang luas serta tentu saja sebuah alun-alun sebagai tempat berkumpul orang banyak.
Kemudian bangsa kita merdeka, orang-orang Belanda itu kita usir dan kota kita ambil alih sepenuhnya. Ketika itulah pembangunan kota memasuki masa yang suram. Kata pak Marco seorang peneliti perkotaan, hampir tidak ada kota di Indonesia yang menjadi baik karena perencanaan selepas masa penjajahan.
Perencanaan kota yang tidak jelas juga termasuk mengorbankan bangunan tua. Di Makassar sudah banyak bangunan tua peninggalan Belanda yang diratakan dengan tanah dan digantikan dengan bangunan baru yang katanya lebih modern. Di Jalan Ahmad Yani dulu ada hotel besar bernama Hotel Orange yang sekarang sudah digantikan bangunan besar dan angkuh milik sebuah bank pemerintah.
Bangunan tua yang bertahan di Makassar makin lama makin sedikit. Beberapa yang masih bertahan seakan hanya menunggu waktu untuk dirobohkan seperti teman-teman mereka. Kenangan-kenangan yang tersisa pada bangunan-bangunan tua itu mungkin dianggap tidak penting sehingga perencanaan kota kemudian memasukkannya dalam daftar bangunan yang harus diganti.
Di kota-kota besar dunia, bangunan tua menjadi salah satu aset yang begitu dihargai. Selain menyimpan banyak sejarah dan kenangan, bangunan tua itu juga dijadikan objek wisata utama. Itu terjadi karena memang pemerintah mereka sepakat untuk menjaga bangunan tua peninggalan sejarah. Mereka membuat regulasi ketat yang menjaga keberadaan bangunan-bangunan itu.
Saya membayangkan seandainya pemerintah kota di Indonesia juga berpikiran yang sama. Memberi insentif atau potongan pajak bagi para pemilik bangunan tua adalah salah satu caranya selain tentu saja membuat peraturan ketat yang berkaitan dengan keberadaan bangunan tua itu.
Tidak usah berbicara panjang lebar soal tata kota dulu, cukup melihat bagaimana usaha pemerintah kita menjaga keberadaan bangunan tua itu. Memang tidak semua bangunan tua menyimpan sejarah dan kenangan yang berarti untuk sebuah kota, tapi bagaimanapun tetap ada sesuatu yang layak dipertahankan di sana.
Suatu hari nanti kota kita akan dipoles menjadi lebih modern dengan bangunan kokoh yang angkuh. Ketika masa itu datang sepertinya saya akan sangat merindukan deretan bangunan tua yang selalu membuat saya terkagum-kagum, selalu membuat saya penasaran dengan cerita di baliknya. Tapi, kenapa kita selau merusak bangunan tua kita?
[dG]
Saya juga suka dengan bangunan tua. Saya beruntung rumah di Semarang yg terkenal dengan kota Lama, dan sekarang belerja di Jakarta yang juga punya Kota Tua.
Negara yang pintar mengelola bangunan tua dan dijadikan aset pariwisata utama itu menurut saya Malaysia, terutama di Malaka dan Penang. Bangunan tua masih terawat dengan apik dan tidak sedikit yang dijadikan tempat tinggal.
Saya seorang Indonesia mengakui dalam hal ini kita masih kalah dibanding negara tetangga. 🙂