Kenangan Dalam Setiap Senti Pita Kaset

Deretan Kaset di Acara Rewind
Deretan Kaset di Acara Rewind

Generasi sekarang mungkin tidak akrab dengan yang namanya kaset. Atau bahkan ada dari mereka yang tidak tahu apa itu kaset. Bagi saya, kaset itu menyimpan kenangan di setiap senti pitanya.

Suatu hari, Hilmy putra saya yang baru berusia 4 tahun menunjuk ke sebuah tape recorder dengan cassette tray di bagian atasnya. “Itu buat apa Ayah?.” Tanyanya sambil menujuk ke cassette tray yang terbuka. Pertanyaan wajar, Hilmy baru berusia 4 tahun. Dia lahir di jaman ketika teknologi digital menjadi raja. Musik yang dia nikmati semua berasal dari perangkat digital, atau paling kuno dari kepingan CD atau DVD.

Sekitar tahun 1878, Oberlin Smith seorang ahli mekanik mengembangkan teori penggunaan magnet untuk merekam suara setelah mengunjung laboratorium milik Thomas Alva Edison. Teknologi yang dirintis Oberlin Smith itu kemudian berkembang hingga akhirnya tahun 1963, BASF untuk pertamakalinya melepas produk kaset kompak seperti yang pernah kita kenal.

Kaset magnetik dengan bentuk yang lebih ringkas kemudian mengalahkan keberadaan piringan hitam yang sebelumnya jadi primadona. Kaset jelas lebih gampang dibawa-bawa dan pemutarnya tidak terlalu mengambil ruang seperti gramaphone yang dipakai memutar piringan hitam. Jadilah keberadaan kaset menghiasi sejarah musik dari tahun 60an hingga menjelang akhir dekade 90an.

Kaset mulai tergeser ketika teknologi maju beberapa langkah dan menemukan bentuk baru untuk menikmati musik. Namanya teknologi digital atau pada awal kemunculannya lebih akrab dikenal sebagai MP3. Teknologi yang sudah mulai dikembangkan sejak tahun 1987 ini berkembang pesat, apalagi ketika pada tahun 1999 Napster, sebuah situs berbasis di Amerika Serikat meluncurkan layanan berbagi file MP3 melalui internet.

Dengan cepat peredaran musik digital menyeruak masuk ke bilik-bilik dengar para penikmat musik. Kaset yang sudah dianggap ringkas ternyata masih terlalu merepotkan dibandingkan dengan musik dengan format MP3. Tahun 2001, Apple meluncurkan iPod yang semakin membuat orang tergila-gila pada musik digital. Mereka yang tidak mampu membeli iPod tetap bisa membeli produk lain yang juga bisa berfungsi sebagai pemutar musik digital.

Karena terlalu mudah untuk dibagi, akhirnya orang lebih memilih untuk mengunduh, memperbanyak atau membagikan file-file musik digital tersebut. Lupakan kaset yang sudah tidak ringkas lagi. Pembajakan karya musik jadi hal yang semakin ramai dan bahkan mulai jamak. Untuk apa susah-susah beli kaset (atau CD) kalau toh kita bisa menyalin dari orang lain tanpa membayar alias gratis? Dan fenomena berbagi musik digital jadi kebiasaan sehari-hari.

Fenomena ini jelas memukul perusahaan rekaman. Data dari ASIRI (Asosiasi Industri Rekaman Indonesia) yang dimuat di Kompas 7 Desember 2008 memberi kabar kalau jumlah rekaman fisik album musik di Indonesia menurun sangat drastis dalam 10 tahun terakhir. Tahun 1997 jumlah album rekaman masih berjumlah 90 juta unit. Jumlah ini terus menurun menjadi 24 juta di tahun 2006, 19 juta di tahun 2007 dan di tahun 2008 sisa 11 juta.

Ada Kenangan Di Setiap Senti Pitanya.

Tahun 20013 dan pertanyaan pentingnya adalah: kapan terakhir kali Anda memutar kaset magnetik? Mungkin sebagian dari kita masih menyimpan kaset-kaset dari masa 10 tahun lalu atau malah lebih. Tapi mungkin juga sebagian besar dari kita sudah tidak punya lagi alat untuk memutar kaset itu. Kaset-kaset itu kemudian hanya tinggal menjadi benda penuh kenangan serupa artefak di musium.

13 April 2013, bertempat di Kampung Buku puluhan orang berkumpul untuk memutar kaset. Memutar kaset? Iya, memutar kembali kaset-kaset tua yang beberapa di antaranya malah lebih tua dari beberapa orang yang hadir hari itu. Salah satunya adalah kaset The Best of Santana milik Alm. Bapak produksi tahun 1982 yang memang sengaja saya bawa hari itu.

The Best Of Santana dari tahun 1982
The Best Of Santana dari tahun 1982

Tidak ada tujuan berlebihan dari acara ini, kecuali inisiatif warga untuk mengumpulkan dan memutar kembali kenangan tentang sebuah benda yang dulu mungkin ada hampir di setiap rumah di negeri ini. Para peserta diminta datang membawa kaset koleksi mereka meski tidak semuanya masih menyimpan kaset-kaset yang pernah mereka punya. Satu per satu dari mereka kemudian diminta ke depan, membawa satu kaset yang dinilai paling punya kenangan dan memutarnya kembali sembari bercerita kenangan di dalam kaset yang mereka pegang.

Kaset memang sudah sangat ketinggalan jaman di masa ketika musik digital sudah jadi raja. Kaset yang tak ringkas dan berkualitas suara rendah itu sudah seperti seekor kuda yang mengejar kereta api di jaman sekarang. Jauh tertinggal. Teknologi membuat musik semakin mudah didengarkan dan dibagi dengan kualitas yang semakin memanjakan kuping.

Tapi sore itu kami yang hadir di acara Rewind benar-benar menikmati setiap kenangan dari kaset yang kami putar. Sensasi ketika membuka kotak kaset, mengeluarkan sampul albumnya, memelototi gambar-gambar dan lirik di dalam sampulnya serta mencari-cari nama yang familiar di daftar terima kasih. Itu hanya sebagian, belum jika kita mengenang kembali masa ketika kaset itu didapatkan dari hasil menabung, atau akal bulus ketika berkunjung ke rumah teman atau kerabat dan membawa pulang kaset tanpa berpikir kapan harus dikembalikan.

Dalam setiap kotak kaset tersimpan cerita yang beragam, bahkan cerita tentang sebuah kota. Mungkin sebagian dari kita dulu punya tempat favorit untuk membeli kaset atau sekadar meneteskan liur melihat deretan kaset yang tak terjangkau harganya oleh kantong anak ABG. Tempat itu sekarang mungkin masih ada meski sudah berganti wajah karena kaset tak lagi jadi primadona, atau bahkan sama sekali gulung tikar karena tak ada lagi orang yang datang dan membeli kaset di situ.

Hari ini kita menikmati musik digital yang suatu hari nanti mungkin akan jadi kenangan tergantikan oleh teknologi yang entah apa lagi. Dalam setiap musik yang kita dengar akan selalu ada kenangan, dalam atau hanya sekilas. Kenangan dalam musik digital yang kita dengar hari ini mungkin baru akan kembali berbelas-belas tahun kemudian, sama ketika kita memutar kaset di hari ini dan memutar kembali kenangan belasan tahun yang lalu.

Ketika kaset tinggal kenangan, mari memutarnya kembali dan menyesap kenangan di dalamnya. Sebelum kenangan itu hilang dan tergantikan kenangan yang lain. [dG]