Dua Nurdin Menuju SulSel 01

Pertarungan menuju SulSel01 baru akan digelar tahun depan. Tapi panasnya sudah mulai terasa. Dua orang yang menarik buat saya adalah dua Nurdin, dengan latar yang berbeda.

TAHUN DEPAN SULSEL AKAN PUNYA HAJATAN BESAR. Penentuan kepala daerah baru setelah selama 10 tahun ini dipimpin pasangan Syahrul Yasin Limpo dan Agus Arifin Nu’man. Pendaftaran calon gubernur memang baru dibuka bulan Agustus 2017 dan penetapan calon di bulan Desember 2017. Namun, setidaknya sudah ada beberapa tokoh asal SulSel yang sepertinya siap untuk mengambil posisi meraih SulSel 01.

Dari sekian banyak tokoh yang mulai bersiap-siap itu ada dua nama yang menarik buat saya. Menarik karena nama depannya sama, tapi perjalanannya berbeda. Mereka adalah Nurdin Halid dan Nurdin Abdullah.

Sama-sama Nurdin.

Nurdin yang satu pasti sudah banyak yang kenal, bukan cuma orang SulSel. Beliyo ini sudah melanglang buana di dunia politik Indonesia lewat partai Golkar, juga di organisasi sepakbola terbesar Indonesia; PSSI.

Di jaman OrdeBaru, Nurdin yang satu ini akrab dengan dunia koperasi Indonesia dan menjadi ketua dewan koperasi. Orang di Makassar mengenalnya sebagai pejabat Kosgoro dan belakangan akrab dengan dunia percengkehan. Dunia yang sempat menjeratnya dengan dakwaan di tahun 1999 namun lolos karena tidak terbukti bersalah.

Karir politiknya melambung ketika memasuki milenium baru. Bukan hanya di partai Golkar, tapi juga sampai ke PSSI. Sejak dulu memang Nurdin yang satu ini aktif sebagai pengurus PSM Makassar dan kemudian berakhir sebagai ketua PSSI, jabatan paling prestisius di dunia sepakbola Indonesia.

Nurdin Halid tersandung kasus korupsi tahun 2004 untuk kasus penyelundupan gula impor ilegal dan ditambah dengan kasus korupsi distribusi minyak goreng. Sempat mendekam di penjara dengan masa tahanan dua tahun penjara (namun keluar lebih cepat karena remisi), beliyo tetap memimpin PSSI bahkan dari balik jeruji besi sekalipun.

Penggemar sepakbola Indonesia pasti masih ingat masa-masa panas itu. Beberapa kelompok supporter terang-terangan mendemo supaya ketua PSSI diganti, tapi tetap saja pak Nurdin yang satu ini bertahan. Sampai masa kepemimpinannya selesai. Tak urung, seorang Zen RS pun sampai dongkol tak karuan.

Selepas masa tahanan itu terlewati, namanya memang sempat menghilang dari panggung politik tanah air. Saya sempat mengira karirnya habis, sampai kemudian dia muncul lagi dan bahkan hebatnya bisa mengubah peta politik internal Partai Golkar. Dia menjadi bagian dari lokomotif yang mengantarkan Setyo Novanto jadi ketua Golkar, bahkan setelah namanya Setyo Novanto sempat rusak akibat kasus “Papa Minta Saham”.

Dari situ saja kita bisa tahu kalau Nurdin Halid memang bukan orang sembarangan. Pengalamannya berpolitik sudah level dewa, manuvernya tajam dan kadang tidak tertebak. Warbyasak!

Nah Nurdin yang satu mungkin hanya populer di kalangan warga Sulawesi Selatan saja. Meski sudah hampir 10 tahun memimpin Kabupaten Bantaeng dan beroleh banyak penghargaan di tingkat nasional, tapi namanya masih sayup. Tak terlalu benderang seperti Ahok misalnya, atau Ibu Risma, walikota Surabaya.

Nurdin Abdullah memulai karirnya sebagai akademisi dan pengusaha. Lulusan Jepang ini punya perusahaan pengolah kayu yang cukup sukses di Makassar. Tahun 2013 dia pulang kampung dan mencalonkan diri menjadi bupati Bantaeng. Sejak saat itu karir politiknya melesat kencang.

Sebelum kehadirannya, Bantaeng termasuk salah satu kabupaten termiskin di Sulawesi Selatan. Namun, dengan tangan dinginnya dia mengubah banyak hal. Minimal dari tampilan fisik. Jalan poros Bantaeng dibuat halus, beberapa bagian kota dibuat manis dengan reklamasi dan beragam pembangunan fisik. Kerjasama dengan investor –utamanya dari Jepang- ditandatangani, termasuk pembangunan rumah sakit standar Internasional.

Pokoknya dalam rentang lima tahun pertama kepemimpinannya, namanya melesat dan mulai harum mewangi.

Memasuki periode kedua, angin mulai kencang berembus. Beberapa proyek investasi mulai mandek atau jalan di tempat. Rencana pembangunan smelter –pengolahan biji nikel – jalan di tempat, rencana pusat pengolahan dan pengalengan ikan sepi tak bersuara. Indeks pembangunan manusia pun dianggap tidak terlalu signifikan mengikuti pembangunan gedung dan infrastruktur yang dibangunnya.

Meski masih sempat meraih penghargaan sebagai salah satu kepala daerah inovatif di Indonesia, namun secara umum grafik popularitasnya mulai menurun. Momentumnya sudah lewat, kata orang.

Jalan Panjang Menuju SulSel 01

Kedua Nurdin itu sekarang sepertinya sedang bersiap mengarungi jalan panjang menuju SulSel 01. Namun sepertinya jalan mereka berbeda.

Dengan kendaraan Partai Golkar dan pengalaman sebagai politisi senior, Nurdin Halid seperti tidak kesulitan untuk bertarung dalam pilgub tahun depan. Minimal Golkar sudah di tangan, dan kalaupun terpaksa mereka tidak perlu juga berkoalisi dengan partai lain. Jumlah kursi Golkar sudah mencukupi untuk mengusung calonnya sendiri.

Berbeda dengan Nurdin Abdullah yang bukan kader partai. Sampai sekarang dia masih kelimpungan mencari partai pengusung. Popularitasnya yang mulai menurun rupanya sudah tidak cukup kuat untuk jadi alat tukar dukungan dari partai. Apalagi Nurdin Abdullah sudah terlanjur berjanji pada Tanribali Lamo untuk berpasangan menjadi calon gubernur dan wakil gubernur. Padahal Tanribali Lamo meski anak salah satu mantan gubernur SulSel, tidak punya cukup kuasa untuk menarik dukungan partai.

Beberapa bulan lalu Nurdin Halid pernah menawari Nurdin Abdullah untuk berpasangan menuju SulSel 01. Bukan cuma menawari paket berpasangan, tapi sekaligus juga menjanjikan posisi ketua DPD Golkar kepada Nurdin Abdullah. Tawaran yang menggiurkan, tapi ditolak oleh Nurdin Abdullah karena mengaku tak mau menghianati janji yang sudah diucapkan kepada Tanribali Lamo. So sweet.

Dua Nurdin ini berbeda soal pemilihan jalur menuju SulSel01. Nurdin Halid tentu saja percaya diri dengan dukungan Partai Golkar, apalagi di Sulawesi Selatan partai beringin masih sangat kuat mengakar. Sementara itu Nurdin Abdullah masih harus ketar-ketir dan terus memeras otak untuk mendapatkan strategi yang pas agar bisa diusung oleh partai-partai kecil (dengan asumsi partai besar selain Golkar masing-masing sudah punya pilihan sendiri).

Bukan jalan yang mudah buat Nurdin Abdullah.

Nurdin Halid memang punya masa lalu yang kelam, tapi sepertinya dia percaya diri saja tuh. Tahu sendirilah, orang Indonesia itu gampang memaafkan dan gampang lupa dosa masa lalu. Apalagi Nurdin Halid bukan orang baru di dunia politik. Dia punya segudang strategi untuk memuluskan jalannya.

Di sisi lain, Nurdin Abdullah yang pengalaman politiknya bisa dibilang masih level pemula –kalau dibandingkan dengan Nurdin Halid – tetap punya potensi mendesak ke atas. Tentu dengan beragam syarat. Pertama, dia harus bisa mencari partai pendukung. Kedua, dia harus bisa mengangkat kembali popularitasnya yang sempat surut beberapa tahun belakangan ini.

Sebagai warga SulSel saya akan menunggu saja sampai keputusan akhir keluar. Apakah kedua Nurdin ini akan bertarung dengan calon-calon lain? Ataukah hanya satu Nurdin yang bertarung dengan calon lain? Menarik untuk ditunggu.

Tapi di atas segalanya saya berharap pada akhirnya nanti saya tidak jadi korban bully dari Zenrs. Huh! [dG]