Don’t Stop Untuk Semangat Baru SulSel

IAS dan SYL
IAS dan SYL
IAS dan SYL ( foto : dokumen FAJAR )

Pilkada gubernur SulSel masih setahun lagi, tapi bara panas persaingan kandidat sudah terasa. Pertarungan ini mengerucut kepada dua nama, Syahrul Yasin Limpo dan Ilham Arief Siradjuddin.

Namanya Ilham Arief Siradjuddin, sudah hampir 10 tahun lamanya dia menjadi nakhoda yang membawa kota Makassar menjadi kota yang paling sibuk di Indonesia bagian Timur. Di tangannya, kota ini makin bersolek, makin mentereng dan tentu saja makin macet. Ilham, belakangan sering menggunakan inisial IAS.

Namanya Syahrul Yasin Limpo, dia hampir genap 5 tahun menjadi nakhoda propinsi Sulawesi Selatan. Propinsi tersibuk di Timur Indonesia. Lelaki berkumis tebal ini mengklaim kalau Sulawesi Selatan di bawah pimpinannya menjadi sangat berhasil, bahkan katanya jadi yang terbaik di Indonesia. Syahrul belakangan sering menggunakan inisial SYL, mirip merk sebuah produk fashion terkenal dari Paris.

Sepertinya keberhasilan presiden Susilo Bambang Yudhoyono menggunakan inisial SBY membuat banyak politisi dan calon pemerintah buru-buru menggunakan cara yang sama, membuat inisial nama mereka supaya terdengar lebih akrab di kuping.

Tapi lupakan soal inisial, tak penting mereka menggunakan inisial apa.

2013 adalah masa yang menentukan, periode pertama pemerintahan SYL akan berakhir. SYL hanya manusia biasa, tak puas tentunya hanya 5 tahun menjadi nomor satu di propinsi ini, selama hukum dan aturan masih membolehkan dia akan terus maju tentunya.

Don’t stop komandan !! Begitu kata mereka yang menghamba pada lelaki dari Kabupaten Gowa itu. Tak berhenti di situ, mereka menambahkan dengan kalimat : Tidak Ada Kata Berhenti Untuk Kesejahteraan Rakyat. Mulia sekali. Tak peduli apakah memang kesejahteraan rakyat yang jadi tujuan utama, atau sekadar meminjamnya sebagai jualan.

IAS tidak tinggal diam. Tahun depan masa kepemimpinannya sebagai walikota sudah berakhir, aturan tak memperbolehkannya lagi untuk duduk di kursi itu, 10 tahun sudah dijalaninya. Dia siap berkemas, karir politiknya masih sangat panjang dan tentu saja anak tangga siap dijajakinya. Setelah walikota apalagi kalau bukan gubernur ?

Arena Perang Baliho di Makassar

Maka ditantangnya sang gubernur incumbent. Dikumpulkannya massa dan dirangkulnya politisi senior, Azis Qahar Mudzakkar ? anak seorang pejuang yang legendaris dari tanah SulSel, Qahar Mudzakkar ? sebagai kawan seperjalanannya menuju SulSel01. Diusungnya sebuah jargon, Semangat Baru SulSel. Dengan amunisi dan keyakinan tinggi, dia maju ke medan pertempuran.

Genderang perang ditabuh. IAS menantang dan SYL tertantang. Kota Makassar dan seluruh jengkal tanah Sulawesi Selatan jadi arenanya. Bertebaranlah baliho, spanduk dan belakangan mobil-mobil yang membawa slogan mereka berdua. Aroma perseteruan terasa di udara.

Jusuf Kalla, putra daerah paling sukses dalam karir politik adalah orang yang sangat bijaksana dan punya pandangan jauh ke depan. Sebelum perang dimulai dia memberi wejangan, memberi nasehat. Alangkah elok bila dua sosok itu bersanding sebagai calon gubernur dan calon wakil gubernur SulSel periode mendatang.

Tak perlu ada perang, tak perlu ada ongkos politik yang terbuang percuma. SYL dan IAS punya basis massa, punya orang-orang yang siap mati demi mereka dan nyaris tidak ada nama lain yang bisa diikutkan dalam pertarungan besar ini. Kalau mereka menyatukan kekuatan, calon lain benar-benar hanya formalitas. Ibarat menjentikkan jemari tangan, kita sudah tahu siapa pemenangnya. Rakyat tak perlu dibenturkan dalam pilihan antara SYL atau IAS.

Ah Jusuf Kalla memang bijaksana, tapi kadang dia naif dan polos. Dia mungkin lupa kalau politik itu kadang sangat serakah dan tak mau berbagi. SYL dan IAS datang dari partai yang berbeda, kuning dan biru. Mereka mungkin mau mendengarkan nasehat dari Jusuf Kalla yang mereka hormati, tapi orang-orang dari partai mereka ? Orang-orang dari pusat ? Relakah mereka ? Tentu tidak.

Tak ada pilihan lain, perang itu harus tetap terjadi. Tinggallah rakyat yang akan dibenturkan satu sama lain. Tinggallah rakyat yang dipaksa memilih satu dari mereka sambil berharap pilihan mereka tidak salah, sambil berharap mereka tak kalut dan jatuh pada fanatisme semu yang membutakan, yang membuat mereka memaki saudara sendiri hanya karena punya pilihan berbeda.

Pilkada masih kurang setahun lagi, tapi panasnya sudah terasa. Setidaknya di kota Makassar. SYL memang percaya diri, posisi incumbent-nya membuat dia bisa leluasa berkampanye ke mana-mana, sedang IAS ? IAS masih harus bekerja keras membangun citra dalam kurun waktu yang mungkin sudah dianggap sempit.

Saya dan mungkin jutaan rakyat SulSel lainnya hanya bisa menunggu ke mana arah peperangan ini menuju. Semoga saya yang berlebihan menyebutnya sebagai peperangan, semoga yang ada hanyalah persaingan tak sampai menjadi alasan untuk pecah apalagi berbenturan.

Kalau mau jujur, saya mengharapkan sebuah jargon : Don’t Stop Untuk Semangat Baru SulSel. Saya percaya nasehat Jusuf Kalla bila dituruti sungguh sangat berarti bagi rakyat SulSel, bukan sekadar jargon tapi memang kerja nyata.
[dG]