Cerita Ramadan Dari Sebulan Ngeblog
Menyenangkan membaca cerita teman-teman tentang kenangan mereka akan Ramadan.
Ramadan. Bulan ini adalah bulan spesial buat orang Muslim. Bulan yang mewajibkan orang-orang beriman untuk berpuasa, menahan lapar, haus dan hawa nafsu. Di bulan ini kebiasaan orang-orang berubah, tak lagi seperti di bulan biasa. Di bulan ini jadwal tidur berubah, pola interaksi antar warga juga berubah.
Semua kemudian mengguratkan beragam kenangan, utamanya dari masa kecil.
Kenangan-kenangan itulah yang mumbul di kepala beberapa teman-teman Kelas Menulis Kepo. Tentang Ramadan di kampung bersama ibu, bapak dan saudara-saudara, tentang Ramadan masa kecil di kampung, tentang Ramadan dan masjid yang tak jauh dari rumah. Tentang begitu banyak guratan kenangan yang dihadirkan oleh Ramadan.
Tahun ini kami mencoba menantang diri sendiri, menggelar tantangan #SebulanNgeblog untuk teman-teman Kelas Menulis Kepo. Tantangannya mudah saja, setiap pekan akan ada tema tertentu yang dilempar ke grup, setelahnya teman-teman akan menulis sesuai tema. Setiap tulisan yang sesuai tema akan dinilai dengan angka antara 0-100. Selain itu peserta juga boleh menulis di luar tema yang diberikan. Tulisan yang dibuat tanpa mengikuti tema akan dinilai dengan skala antara 0-50.
BACA JUGA: 5 Hal Menyenangkan Bersama Kelas Menulis Kepo
Maka berlomba-lombalah teman-teman Kelas Menulis Kepo menuangkan cerita-cerita mereka tentang bulan Ramadan.
Sebagian besar memang adalah cerita kenangan-kenangan Ramadan di masa lalu serta cerita kerinduan akan Ramadan di kampung bersama keluarga. Enal menyertakan tiga tulisan dalam satu pekan, ketiga-tiganya sesuai tema Ramadan. Ada cerita tentang Ramadan di kampung halamannya yang selalu dirindukan, ada cerita tentang pengalaman berpuasa di Nusa Tenggara dan ada juga cerita lucu tentang pengalamannya nyaris gagal sebagai koki di bulan Ramadan.
(kisah Enal bisa dibaca di blognya: https://enalgattuso8.wordpress.com)
Enal memeroleh nilai tertinggi pekan pertama. Selain karena paling produktif menulis, dia juga menulis sesuai dengan tema. Di belakang Enal ada Kiwa, dokter muda yang juga rajin menulis. Kiwa yang datang dari Papua ini menyetor tiga tulisan, tapi dua di antaranya tidak sesuai tema jadi akumulasi nilainya jelas di bawah Enal.
Tulisan Ramadan Kiwa berisi tentang kenangan Ramadan bersama keluarga di Papua sana. Bagaimana mereka dulu menikmati sahur yang hangat bersama semua anggota keluarga, kebiasaan yang perlahan-lahan mulai bergeser karena satu per satu anak-anak keluarga itu sudah semakin besar, dewasa dan keluar dari rumah mereka. Hingga kemudian tersisa kerinduan untuk kembali merasakan kehangatan yang sama.
(Kisah-kisah Kiwa bisa dibaca di blognya: http://dokterkiky.com)
Di belakang mereka ada beberapa teman-teman lain lagi yang menulis dengan tema Ramadan. Rata-rata memang berisi kenangan dan nostalgia Ramadan bersama orang tua dan saudara-saudara di kampung. Ada juga Mukhsin yang bercerita tentang kesendiriannya menikmati Ramadan jauh dari keluarga, ada juga Dandi yang justru penasaran bagaimana rasanya berpuasa jauh dari keluarga. Maklum, dia belum pernah merantau dan belum pernah merasakan jauh dari keluarga.
Dua teman lainnya; Mute dan Ana menulis dengan tema yang sama, masjid. Mute menulis tentang masjid di samping rumahnya, masjid yang dijaga oleh bapaknya dan tentu saja oleh Mute dan saudara-saudaranya. Dia ingat betul bagaimana masjid itu bermula dari sebuah bangunan tanpa dinding hingga menjadi masjid yang seperti sekarang.
Di sisi lain Anna bercerita tentang masjid dekat rumahnya, tentang aktifitas yang dulu dia dan teman-teman sebayanya lakukan di masjid setiap Ramadan datang, lalu perlahan ketika mereka semakin dewasa ada regenerasi yang terputus. Sekarang anak-anak yang lebih muda tak lagi melaukan aktifitas yang sama dengan yang dulu dilakukan kakak-kakak mereka.
Ah saya hampir lupa cerita seorang perawat bernama Ruris. Di tulisannya dia bercerita bagaimana pengalaman berpuasa di rumah sakit. Tidak ada alarm subuh atau orang-orang yang berkeliling membangunkan sahur, tidak ada adegan memasak hidangan sahur, semua berbeda dengan kehidupan orang-orang biasa yang menikmati sahur di rumah.
Iyan menulis tentang tempe yang selalu jadi menu wajib Ramadan di keluarganya. Ada juga Wenwen yang mengulik kenangan Ramadannya yang berbeda di lokasi KKN berselang beberapa tahun lalu. Dan tulisan yang berbeda juga ditulis oleh Sarti, seorang gadis Toraja yang tidak berpuasa karena bukan muslim. Dia bercerita tentang bagaimana dia memandang Ramadan dari kacamata seorang yang tak berpuasa.
Membaca tulisan para peserta tantangan #SebulanNgeblog sungguh menyenangkan buat saya. Dari tulisan-tulisan itu saya bisa menangkap suluh kerinduan berisi nostalgia pada Ramadan yang selalu membekas di kepala mereka. Suluh itu berpendar dalam ingatan-ingatan mereka, lalu perlahan mengalir menjadi sebuah tulisan yang menyenangkan untuk dibaca.
Sekarang waktunya menantikan tulisan mereka di pekan kedua, tema kali ini adalah Tempat Impian. Semoga mereka masih terus bersemangat sampai akhir tantangan #SebulanNgeblog.
NB: tulisan teman-teman Kelas Menulis Kepo bisa dibaca di sini.
Kami masih menerima donasi, siapa tahu ada teman-teman yang juga berminat memberi hadiah kecil-kecilan buat tantangan #SebulanNgeblog ini.
senangnya, alhamdulillah selama ramadan ini saya juga menulis Daeng. ingin ikut kelas Kepo ini. tapi kalau tak baca beberapa waktu lalu, pesertanya khusus dari Sulawesi.
Seandainya yang diluar itu boleh daftar. Insyaa Allah sya mau daftar daeng 🙂
iya mas, maaf..kelas ini memang khusus untuk di area Makassar karena ada pertemuan kelasnya hehe
lo panjenengan orang lumajang nggeh asline, pi kok ada dimakasar pak nopo kerjo teng mriko
Hehehe dudu mas, aku asline wong Makassar. Saiki ya ning Makassar