Aroma Panas Pilwalkot Makassar

Walikota Makassar
Walikota Makassar
Yang Terhormat Calon Walikota Makassar…

Kurang dari sebulan, warga Makassar akan memilih pemimpin barunya. Pertarungan panas karena tidak ada calon petahana, semua calon punya kekuatan yang hampir sama. Tidak ada yang paling menonjol. Pertarungan inilah yang membuat aroma pilwalkot jadi makin panas.

Hari senin 24 Juni 2013, sebuah siaran langsung obrolan politik di sebuah stasiun TV swasta lokal tiba-tiba jadi heboh. Bukan topik obrolan yang menghebohkan suasana, tapi masuknya beberapa orang pria yang tiba-tiba menyerang seorang narasumber. Sang narasumber dihadiahi bogem mentah dan tendangan dari para penyerang yang beratribut salah seorang calon walikota tersebut.

Penyerangan itu ditengarai ada hubungannya dengan pilwalkot Makassar. Apalagi setelah ada salah satu calon yang dianggap menghianati partai Golkar, partai tempatnya mengabdi selama ini.

Kejadian tanggal 24 Juni itu seperti salah satu puncak gunung es persaingan para calon walikota Makassar menjelang pilkada bulan September nanti. Saya bilang salah satu karena saya yakin masih banyak puncak lain dari perseteruan para calon walikota Makassar ini. Terbukti beberapa saat kemudian puncak-puncak gunung es lainnya bermunculan.

Setelah nomor urut calon walikota keluar yang berarti genderang perang benar-benar ditabuh, perseteruan makin panas. Awalnya hanya perang baliho yang menjadikan kota ini sebagai tempat sampah visual. Di mana-mana ada baliho para calon walikota, tidak peduli tempatnya di mana, posisinya bagaimana dan gambarnya seperti apa. Benar-benar seperti sampah visual yang kadang membuat mata seperti tertusuk.

Itu hanya awal, berikutnya perseteruan makin menggila. Black campaign mulai bertebaran, isinya tentu menjelek-jelekkan pesaing. Ada beberapa calon yang jadi sasaran black campaign. Ada calon yang dituding sebagai tukang kawin, ada yang dituding sebagai perpanjangan tangan politik dinasti dan ada yang dicemooh karena dianggap sebagai calon naturalisasi alias bukan putra asli Sulawesi Selatan.

Beberapa hari yang lalu saya tergoda untuk bergabung dengan sebuah grup Facebook yang membahas tentang pilwali Makassar. Saya hanya ingin tahu apa pendapat masyarakat tentang pilwali Makassar yang sebentar lagi digelar itu. Tapi pada perkembangannya saya malah menemukan hal yang berbeda, bukan lagi pendapat masyarakat umum tapi sudah menjadi sebuah ajang saling serang antar pendukung calon walikota.

Setidaknya ada dua pendukung calon walikota yang saling serang di grup tersebut. Pendukung DIA (Danny Pomanto-Daeng Ical) dan pendukung pasangan Irman YL-Busrah Abdullah. Pendukung DIA mengejek pasangan Irman-Busrah sebagai perpanjangan tangan politik dinasti. Kakak kandung Irman Yasin Limpo memang bupati petahana, Syahrul Yasin Limpo. Bukan rahasia lagi kalau klan Yasin Limpo memang punya perpanjangan tangan nyaris di mana-mana. Satu lagi adik kandungnya jadi bupati Gowa, ponakannya jadi anggota legislatif dan anak kandungnya jadi penghuni Senayan. Pantaslah kalau cap politik dinasti dilekatkan di jidat mereka.

Sementara itu pendukung Irman-Busrah menuding pasangan DIA sebagai pembohong. Dasarnya adalah pengakuan Danny Pomanto sebagai anak lorongnya Makassar. Danny sendiri sudah 3 kali gagal dalam pemilihan kepala daerah di Gorontalo, dia juga berdarah Gorontalo meski besar di Makassar. Klaim soal “anak lorongna Makassar” inilah yang dituding kubu lawan sebagai pembohongan.

Perseteruan di Facebook Group
Perseteruan di Facebook Group

Perseteruan kedua kubu ini lumayan panas karena sudah dibumbui kata-kata kotor dan sedikit ancaman.

Apa yang terjadi di grup Facebook ini membuat saya sedikit khawatir. Mudah-mudahan saya salah, tapi bagi saya perseteruan di dunia maya ini bisa jadi representasi apa yang bisa terjadi di dunia nyata ketika hasil pilwalkot nanti dianggap merugikan salah satu kubu. Pilkada Gubernur bulan Januari tahun ini sudah sempat mengindikasikan adanya gesekan antar pendukung yang bisa cepat diredam pihak keamanan.

Pilwalkot Makassar tinggal menghitung hari, aroma panasnya mulai terasa. Kata seorang kenalan yang kebetulan akrab dengan suasana politik di kota ini berkata, ?Peta politik di sini memang luar bisa. Saya belum pernah menemukan yang seperti ini sebelumnya.? Apa saja bisa terjadi dalam kurun sebulan ini, tapi sebagai warga kabupaten yang tiap hari menyambangi kota ini saya berharap semuanya baik-baik saja. Percuma diberi label pesta demokrasi kalau akhirnya hanya berujung pada ?gesekan antar warga.

Nyalakan kipas angin dulu ah, panas! [dG]