Adipura Buat Makassar, Epenkah?
Makassar dapat Adipura (lagi), pentingkah?
Dua hari lalu, seorang kawan meneruskan tangkapan layar (screen capture) berisi status seseorang di media sosial Path. Isi tangkapan layar itu kira-kira begini; Ayo mana blogger2. Blow up dulu ini Makassar dapat Adipura. Jangan cuma yang negatif2 saja di blowup ces.
Intinya sih si pembuat status meminta blogger Makassar yang biasa mengkritik walikota atau biasa menulis yang negatif tentang kota Makassar agar menulis tentang piala Adipura yang diterima kota Makassar baru-baru ini. Sebagai blogger Makassar yang biasa menulis kritikan tentang kebijakan walikota Makassar, saya merasa disinggung dong.
Masalahnya, saya sudah terlanjur membagi tema blog saya setiap hari. Tema tentang kota saya tempatkan di hari Kamis, jadi saya harus menunggu sampai hari Kamis untuk menuliskan tanggapan saya tentang piala Adipura ini. Lagipula, ini hal yang krusial dan sangat penting bagi kota Makassar. Saya tentu harus bersemedi dulu, melihat perkembangan dan mengumpulkan opini di sana-sini. Saya tidak mau salah tulis tentang penghargaan yang begitu dibanggakan oleh pejabat kota dan para pengikutnya.
Setelah menunggu dan melihat perkembangan, saya kemudian memutuskan untuk memilih judul; Piala Adipura, Epenkah? Mudah-mudahan Anda tahu apa itu istilah; epen. Kata anak gaul itu artinya; emang penting. Sesekali boleh dong saya pura-pura gaul, biar tidak dianggap terlalu tua.
Begini, kita mulai dulu dengan apa itu Adipura. Kalau menurut Wikipedia:
Adipura, adalah sebuah penghargaan bagi kota di Indonesia yang berhasil dalam kebersihan serta pengelolaan lingkungan perkotaan. Adipura diselenggarakan oleh Kementerian Negara Lingkungan Hidup.
Berarti kota-kota penerima Adipura adalah kota-kota yang dianggap bersih dan punya pengelolaan lingkungan hidup perkotaan yang maknyus. Karenanya pantas diganjar piala yang diberi nama Adipura. Piala ini sebenarnya peninggalan orde baru, orde di mana piala-piala dan penghargaan dianggap sangat penting sebagai simbol keberhasilan sebuah pemerintahan. Sempat terhenti selama empat tahun, sejak 2002 Adipura kembali diperebutkan.
Tahun ini Makassar kembali meraih piala Adipura setelah terakhir menerimanya dua tahun lalu. Adipura tahun ini adalah Adipura pertama walikota Danny Pomanto , jadi tidak heran dong kalau beliau begitu bangga sampai-sampai piala Adipura pertamanya harus disambut ratusan atau bahkan mungkin ribuan anak SD di sepanjang jalan dari bandara Sultan Hasanuddin ke Balaikota.
Bagi beliau, Adipura pasti penting. Sebagai bukti kalau pemerintahannya yang mulai masuk tahun kedua ini sudah kelihatan hasil positifnya. Makassar dianggap sebagai kota yang bersih dan punya pengelolaan lingkungan yang keren. Siapa yang tidak bangga kalau hasil kerjanya dihargai, apalagi secara nasional?
Tapi, pantaskah Makassar meraih Adipura?
Pertanyaan ini muncul di beberapa media sosial. Dari Facebook, Twitter sampai Path. Macam-macam orang yang bertanya, tapi dari semuanya jawabannya hampir sama; tidak pantas. Alasannnya macam-macam, ada yang bilang Makassar masih sangat kotor di berbagai sisi, Makassar tidak punya perencanaan penanganan sampah dan lingkungan yang bagus sampai yang paling ekstrem dengan bilang kalau Adipura didapat dengan cara membayar. Ada loh yang ngomong begitu, bukan saya.
Kalau saya ditanya apakah Makassar pantas mendapat Adipura maka saya akan bilang; pantas saja. Makassar sudah berbenah, walikota yang sekarang sudah punya banyak program kebersihan dan program lingkungan yang dibalut banyak nama dan singkatan keren. Dari LISA (Lihat Sampah Ambil), MTR (Makassar Tidak Rantasa’), Lorong Garden dan banyak lagi. Pemerintah kota juga sudah membuat tempat sampah transparan yang diberi julukan “gendang dua” karena bentuknya yang seperti gendang dua para musikus dangdut. Makassar juga sudah mendatangkan truk-truk sampah modern yang bertugas mengumpulkan sampah dari sekujur kota.
Langkah-langkah itu tentu saja sangat pantas diganjar Adipura. Hargailah walikota yang sudah memutar otak mencari program baru sekaligus dengan nama yang keren itu. Memberi pujian untuk Adipura yang diterimanya tentu sudah cukup. Jangan hanya tahu mengkritik.
Soal apakah nanti program bernama keren-keren itu jalan dengan baik, itu soal belakangan. Atau soal masih banyaknya daerah kumuh yang tak tersentuh program, nasib tempat sampah gendang dua yang tak terurus, ruang hijau yang belum jadi, itu semua urusan belakangan. Puji saja dulu, toh sudah ada piala Adipura.
Dapat Adipura tidak gampang loh, bahkan Bantaeng yang katanya sangat bersih itu saja tidak dapat Adipura. Ini artinya Makassar lebih bersih dan lebih ramah lingkungan dari kabupaten kecil di selatan kota Makassar itu. Apalah artinya Bantaeng dibandingkan Makassar. Makassar dapat Adipura, Bantaeng tidak.
Jadi, sebagai warga Makassar atau orang yang mencari makan di Makassar, luangkanlah waktu Anda untuk memuji walikota Makassar. Jangan hanya tahunya mengkritik saja. Beliau mempersembahkan piala Adipura untuk warga kotanya, untuk para penyapu jalan, para pekerja kebersihan yang rela memungut sampah di saat sebagian besar warga kota tidur nyenyak. Piala Adipura penting untuk mereka, meski mungkin saja tidak langsung membuat penghasilan mereka bertambah.
Adipura penting buat walikota Makassar, penting buat para pejabat kota, penting buat mereka yang sudah pernah merasakan bantuan dari pemerintah kota serta tentu saja penting bagi mereka yang memang rajin memuji walikota.
Jadi, kalau ada yang tanya Adipura epenkah? Maka jawabannya; cupen dong ah! [dG]
Like usual, keren…!!!
Tajam, kritis, dan cukup bisa membuat saya turut serta tersenyum sinis
“… serta tentu saja penting bagi mereka yang memang rajin memuji walikota.” <– ini nyindir saya yah? ish, dasar blogger tukang sindir.
Ehehe.
Klau buat saya yang lahir, besar, dan sekarang masih di Makassar melihat usahanya pemerintah baru sudah sangat keras. Kalaupun masih kotor, itu tidak sekotor waktu periode lalu, ini saya lihat di kanal2 dekat rumah dulu minta ampun deh rantasa’nya.
MAsalahnya, maaf2 saja kalo saya terlalu jujur … maih terlalu banyak warga Makassar yang rantasa’. Bisanya mamo itu kanal setiap sudah dibersihkan (dijaring ataukah pake alat berat – jaman pemeritah dulu ndak ada itu alat berat, alasannya terlau mahal), ada sede lagi sampah. Ndak tahu mau diapa ini orang2 Makassar yang rantasa’
Pernah saya yaris emosi, waktu bawa anakku lomba di RRI, ada ibu2 jaan bersisian sama anaknya. Itu ibu buang sampah air kemasannya di pekarangan RRI. Lalu anaknya tendang2 ki …. astaga … rantasa’nya ndak dua. Langsung suamiku tegur itu anak di depan ibunya :))
ini juga jadi pe-er bersama, bagaimana membuat warga jadi sadar akan kebersihan
jangan semuanya dibebankan ke pemerintah
Makassar sebagai Kota Metropolitan, sgt susah menembus kriteria kota metro dlm penilaian Adipura al sgt berat adalah polusi, RTH apalagi tata kelola sampahnya blm melaksanakan regulasi sampah dgn benar dan jujur. Sampah masih dominan ke TPA. makanya Makassar blm berhak menerima Adipura, mgk kalau piagam adipura bolehlah.
Nice postingannya sobat, bila mau meruncing postingan diatas, kombain dgn apa yg saya katakan ini, byk sy urai di blog atau web saya khususnya ttg sampah. Banyak mis yg terjadi dlm penilaian Adipura.