Tidak ada Istilah “Tidak Ada Ide”

“Tidak ada ide” kerap menjadi alasan ketika bloger lama tidak menulis. Padahal itu hanya alasan saja.


tidak ada ide

Ada masa ketika saya membuka laptop atau komputer, membuka aplikas Ms.Word lalu diam beberapa menit. “Apa yang saya mau tulis?” Lalu pertanyaan itu bergema di kepala. Dulu saya menyebutnya, “tidak ada ide”. Tapi setelah membaca kalimat dari Dewi Lestari, saya yakin kalau itu bukan “tidak ada ide”, tapi bingung mau mengembangkan ide yang mana.

Ide itu seperti aliran sungai di alam bawah sadar kita. Kita hanya harus berhenti sejenak, turun ke sungai ide itu dan mereguk sedikit dari alirannya.

Dewi Lestari

Kira-kira seperti itu kutipan dari Dewi Lestari yang pernah saya baca. Ah, saya lupa. Semoga kalian semua mengenal siapa Dewi Lestari, si novelis yang dulu lebih dikenal sebagai anggota salah satu trio perempuan penyanyi di Indonesia. RSD, atau Rida Sita Dewi nama grupnya.

Baik, kita kembali ke soal “tidak ada ide” itu.

Beberapa penulis dan bloger sering bersembunyi di balik kekuatan kalimat yang sering sekali jadi tameng ketika aliran tulisan berhenti. Tiga kata itu disatukan lalu dijadikan alasan yang dianggap ampuh untuk membuat orang memaklumi berhentinya aliran tulisan si penulis atau si bloger. Dulu saya pun begitu. Menggunakan tiga kalimat itu untuk memohon pemakluman dari orang yang biasa datang ke blog saya. Tidak ada produksi tulisan baru, karena tidak ada ide.

Padahal, itu hanya pembenaran dari kenyataan sebenarnya bahwa saya – dan kita para bloger – hanya malas saja mengambil salah satu ide yang ada di sekitar kita.

Kita, bila mau bisa saja memanfaatkan apa saja yang di sekitar kita sebagai ide dasar dalam membuat tulisan. Jalanan yang macet, pembangunan jalan tol layang di Pettarani yang makin memacetkan jalan itu, hujan yang masih rajin datang ketika seharusnya musim kemarau sudah datang, riuh rendah pemilu presiden yang sebentar lagi digelar, dan banyak lagi.

Pilih salah satunya, dan olah menjadi tulisan. Masukkan opini sendiri dan gunakan perspektif kita sendiri, lalu ramu dengan data (bila memang dibutuhkan), maka voila! Jadilah sebuah tulisan yang siap untuk meramaikan blog kita.

Harusnya semudah itu, tapi pada praktiknya tidak.

Karena hidup bukan hanya berputar di sekitar blog dan menulis. Ada pekerjaan utama yang harus diselesaikan, ada rumah yang harus dibersihkan, ada anak yang minta diperhatikan, ada masakan yang harus digarap, ada hobi yang minta diurus, bahkan kadang ada ranjang yang minta ditiduri. Banyak sekali halangannya, sementara waktu untuk kita hanya ada 24 jam. Kadang rasanya tidak cukup.

Semua Kembali Ke Niat.

Semua akhirnya memang kembali ke niat. Apakah kita memang punya niat yang kuat untuk mengambil salah satu ide itu dan kemudian mengubahnya menjadi sebuah tulisan? Atau jangan-jangan kita memang tidak sepenuhnya berniat. Seperti niat “besok olahraga”, atau “senin mulai diet” yang kadang berakhir sekadar niat saja dan disertai dengan gumaman; segala perbuatan dinilai dari niatnya, yang penting niat dulu. Begitu juga dengan menulis. Eh, tapi itu hanya saya saja barangkali.

Sejak yakin bahwa kalimat “tidak ada ide” itu hanya rekayasa otak semata, saya memang selalu berhasil menemukan satu ide untuk diolah menjadi tulisan. Tapi kemudian sesuatu bernama niat itu menghalangi prosesnya. Kadang niat tidak terlalu kuat, kalah oleh godaan hal lain yang kemudian terpilih untuk dilakukan.

Kadang ada masa juga ketika saya berpikir ide yang saya pilih itu kurang pas dengan keadaan hati, atau kurang pas dengan waktu penayangan tulisan.

Jujur, tadinya saya mau menulis apa yang saya pikirkan tentang pemilu presiden kali ini lengkap dengan analisis sederhana dari saya yang menguatkan pilihan saya. Tapi kemudian saya berpikir, ini hari Minggu om! Hari yang seharusnya dipakai untuk bersenang-senang dan memikirkan hal ringan. Tidak usahkan dipakai untuk menuliskan dan membaca hal yang sudah cukup memberatkan manusia di republik ini dalam beberapa bulan terakhir. Jadi batallah ide itu saya gunakan.

Lalu, ide apa yang kemudian saya pilih? Kebetulan niat saya untuk memasukkan tulisan baru ke blog ini sudah cukup kuat. Waktu juga sedang lowong, tidak ada hal lain yang mendesak untuk dilakukan. Sayang kalau tidak dipakai untuk menuliskan sesuatu sebagai tambahan untuk isi artikel blog ini.

Ketika laptop sudah terbuka, aplikasi Ms. Word sudah menyala, saya masih diliputi kebimbangan akan mengeksekusi ide yang mana. Ada beberapa ide lain di kepala, tapi saya butuh waktu panjang untuk mencari data dan mengumpulkan informasi bila memang ingin ide itu jadi tulisan yang utuh dan padat. Sekali lagi, saya terbentur pada kenyataan bahwa ini hari Minggu.

Hingga kemudian saya terpikir untuk menjadikan “tidak ada ide” menjadi ide tulisan. Sekaligus menunjukkan bukti bahwa kalimat “tidak ada ide” itu hanya bualan semata. Buktinya, “tidak ada ide” pun bisa menjadi satu tulisan, meski mungkin isinya amburadul dan ngalor ngidur jare wong Jowo. Tapi setidaknya saya membuktikan kalau “tidak ada ide” pun bisa jadi tulisan, bukan?

Akhirnya memang semua kembali ke niat. Kalau niat untuk menulis memang ada, maka tidak ada yang bisa jadi penghalang. Tidak ada yang namanya “tidak ada ide”, yang ada hanyalah “tidak ada niat”. [dG]