Tentang Event Blogger dan Onliner

Keriuhan di BN2012
Keriuhan di BN2012

Event yang menjual nama blogger atau onliner sepertinya mulai menapaki titik jenuh, setidaknya di mata brand yang tak lagi terlalu tertarik menjadi sponsor.

Sekira seminggu yang lalu saya sempat bertemu beberapa jenak dengan mas Anjari (kadang orang menyapanya dengan nama Eyang Anjari), beliau ini salah seorang blogger senior, inisiator komunitas blogdetik dan salah satu steering committee Kopdar Blogger Nusantara. Ada banyak topik yang berseliweran dalam obrolan sekisar 3 jam itu, tapi ada satu topik yang menurut saya menarik.

Eyang Anjari yang juga selalu ada di belakang layar penyelenggaraan Kopdar Blogger Nusantara selama 3 tahun ini berbagi kisah betapa sulitnya mencari sponsor atau penyandang dana untuk acara sekelas Kopdar Blogger Nusantara sekalipun. Padahal dalam kasat mata, apa sih yang tidak menjual dari event KBN ini? Kesempatan mengumpulkan ratusan bahkan ribuan blogger dan pengguna media sosial tentu sangat berpotensi mengangkat nama brand tertentu. Tapi rupanya memang tidak sesederhana itu.

Beberapa analisa sempat kami tukarkan dan perbincangkan. Beberapa mungkin benar-benar analisa dangkal yang tidak disertai survey atau penelitian.

Analisa pertama. Terlalu banyak acara yang digelar oleh brand-brand tertentu hingga kemudian tercipta kejenuhan saking seringnya mereka menggelar acara. Selain itu sepertinya tidak ada konsep yang berbeda dari acara yang satu ke acara yang lain sehingga tentu saja brand akan berpikir keras untuk membiayai sebuah acara dengan dana besar. Katanya di Jakarta, event yang mengundang blogger dan pengguna media sosial (kerap disebut onliner) hampir ada setiap minggu.

Analisa kedua. Karena banyaknya event yang sama dengan konsep yang nyaris serupa membuat brand merasa punya banyak pilihan mau mendukung acara yang mana atau malah membuat acara sendiri dengan target pasar yang sama. Sebelum tahun 2010 berakhir, blogger masih termasuk onliner yang punya posisi tawar tertinggi. Kala itu onliner dari jejaring sosial yang lain belum terlalu masif dan tentu saja mudah untuk menggaet sponsor dengan menjual konsep sebuah acara yang mengumpulkan para blogger. Tapi semua kemudian berubah ketika onliner dari medium yang lain mulai bermekaran, bahkan jumlah blogger aktifpun perlahan makin menyusut.

Analisa ketiga. Banyak brand masih berpikir tentang hasil berupa jumlah penjualan produk dan bukan hanya brand image saja. Kami juga pernah mengalami hal yang sama, calon sponsor sudah berpikir berapa jumlah produknya yang akan terjual selama acara alih-alih membayangkan betapa produknya akan dibicarakan orang sepanjang dan selama penyelanggaraan acara. Susahnya karena banyak orang marketing yang diisi oleh sales sehingga target jumlah jualan jadi prioritas utama. Ini tentu menyulitkan panitia sebuah event.

Masih Terpusat Di Jawa

Kalau bicara soal event dengan target peserta para pengguna internet (atau onliner) tak perlu ragu untuk menyebut kalau pusatnya masih ada di Jawa atau tepatnya di Jakarta sana (hey, bukankah semuanya memang masih berpusat di sana?).

Dalam beberapa perjalanan ke daerah kabupaten di Sulawesi Selatan dan berkunjung ke acara-acara para onliner saya bisa menangkap kalau ternyata event seperti ini masih sangat dirindukan oleh para onliner yang jauh dari kota besar itu. Sekali waktu saya hadir di Sinjai, FesTIK Sinjai tepatnya. Saya terkagum-kagum melihat antusiasme peserta yang bertahan hingga malam hari. Jumlahnya pun banyak sampai saya berpikir kami di kota besar seperti Makassar pasti kesulitan kalau harus mengumpulkan peserta sebanyak itu.

Jelas sekali perbedaan yang ada. Kita yang hidup di kota besar sepertinya sudah mulai jenuh dengan event-event berkonsep sama, apalagi di kota yang terlalu besar seperti Jakarta. Sementara itu para onliner yang tinggal jauh dari hiruk-pikuk kota rindu pada event-event seperti itu, tentu karena mereka tidak punya kesempatan sebanyak kita untuk menggelar event yang sama.

Nah kalau begitu pertanyaannya adalah: bagaimana mendistribusikan kejenuhan itu? Ketika onliner di kota besar mulai jenuh dengan event yang sama maka mungkin sebaiknya kita mencari cara baru untuk mengalirkan event tersebut ke kota-kota lain yang jauh dari kota besar. Bukankah semua onliner juga punya hak yang sama?

Sebuah tantangan besar bagi komunitas-komunitas onliner daerah, bisakah mereka menyakinkan brand agar mau membiayai sebuah event yang meski kecil tapi mungkin punya banyak pengaruh untuk para onliner di luar kota besar? Tantangan yang menarik [dG]