Benarkah Quora Hanya Tempat Curhat?
Cerita tentang Quora, media sosial yang belakangan ini sangat saya gemari.
Sejak sekira bulan September tahun lalu – tapi utamanya sejak Januari 2020 – saya sedang benar-benar ketagihan Quora. Bangun tidur yang pertama saya buka adalah Quora, sebelum tidur yang terakhri saya buka adalah Quora. Di antara waktu bangun dan tidur itu, ada berjam-jam waktu yang saya habiskan untuk berselancar di Quora. Sepertinya 70% atau 80% waktu saya di media sosial habis di Quora. Media sosial lain hanya saya tengok sesekali, dan itupun hanya sekira beberapa menit. Bahkan, media sosial Instagram saya menurut statistik hanya saya buka rata-rata 8 menit per minggu.
Kenapa saya begitu menyukai Quora?
Awalnya sih tidak. Saya pertama kali membuat akun di Quora bulan Agustus 2018, tapi tidak langsung menjawab pertanyaan.
Oh saya lupa. Bagi yang belum tahu, Quora itu semacam media sosial yang berisi tanya-jawab. Orang boleh mengajukan pertanyaan dan menjawab pertanyaan di sana. Interaksi antar pengguna ada di bagian bertanya dan menjawab, serta tentu saja berkomentar.
Saya lupa bagaimana saya bisa berlabuh di Quora. Kalau tidak salah ingat karena mencari sesuatu yang kemudian mengarahkan saya ke Quora. Awalnya Quora internasional yang berbahasa Inggris sebelum saya tahu kalau ternyata ada Quora berbahasa Indonesia. Setelah itu saya pun membuat akun karena penasaran, tapi tidak lantas langsung berinteraksi di sana. Saya baru benar-benar berinteraksi secara aktif sejak bulan September tahun lalu.
Adalah kejadian di Jayapura yang membuat saya merasa perlu untuk menjawab beberapa pertanyaan tentang kondisi Jayapura dan Papua saat itu. Dari satu pertanyaan berlanjut ke pertanyaan lain, awalnya semua tentang Papua. Sampai kemudian tahu-tahu saya sudah menghabiskan banyak waktu di sana.
Sampai hari ini saya sudah menjawab 690 pertanyaan yang sebagian besarnya saya jawab sejak September tahun 2019. Lumayan aktif juga ya?
Kenapa Saya Betah di Quora?
Alasan utama karena auranya yang menyenangkan. Penghuni Quora datang dari berbagai latar. Baik latar pendidikan, maupun latar kehidupan. Ada profesional, ada ibu rumah tangga, ada supir bus antar kota, ada supir ojek daring, ada pengusaha, ada anak kuliah, ada anak sekolah. Banyaklah.
Lalu, apa bedanya dengan media sosial lain? Toh media sosial lain penggunanya juga datang dari latar berbeda-beda.
Benar, tapi satu hal yang membedakan adalah cara berinteraksi. Penghuni Quora sebagian besar berinteraksi dengan gaya bahasa dan etika yang baik. Rata-rata yang menjawab pertanyaan menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar seperti memiringkan istilah asing, atau penggunaan huruf kapital yang benar. Ada juga yang menjawab dengan bahasa sehari-hari tanpa memerhatikan kaidah bahasa Indonesia yang baik dan benar, tapi tidak banyak.
Tapi bukan itu sebenarnya yang buat saya paling menyenangkan. Interaksi ketika ada diskusi atau debatlah yang paling menyenangkan. Orang bisa saja tidak setuju dengan jawaban yang diberikan oleh pengguna lain, tapi mereka akan menyanggah di kolom komentar dengan bahasa yang relatif santun bila dibandingkan media sosial lain. Tidak ada ujaran kebencian, tidak ada makian, dan tidak ada hal negatif. Dari sanggahan itu biasanya akan berkembang sebuah diskusi yang sehat yang bisa saja berakhir pada kesepakatan untuk tidak sepakat.
Memang ada juga beberapa pengguna yang bandel, yang menggunakan bahasa kasar ketika menyanggah pendapat orang. Tapi, mereka ini biasanya pengguna yang tidak jelas. Tidak menggunakan nama asli, tidak jelas kredensialnya, dan tidak aktif menjawab pertanyaan. Kalau ada yang seperti ini dipastikan umurnya tidak panjang karena setelah dilaporkan oleh pengguna lain, pihak moderator Quora akan mengambil tindakan dengan menangguhkan akun yang bersangkuta.
Nah soal kejelasan ini juga yang membuat saya senang di Quora. Salah satu peraturan Quora yaitu mengharuskan penggunanya menggunakan nama asli, bukan nama alias. Akun saya pernah ditangguhkan karena saya menggunakan nama Daeng Ipul. Moderator mengirim surel yang memberitahukan kalau akun saya ditangguhkan sementara karena dicurigai tidak menggunakan nama asli. Terpaksalah saya menggunakan nama asli saya di sana sambil tetap menyelipkan nama Daeng Ipul yang sudah terlanjur menjadi personal branding saya di dunia maya.
Keharusan menggunakan identitas asli ini membuat para pengguna Quora selalu berusaha menjaga imej mereka. Tidak berucap sembarangan apalagi sampai memaki dan mengeluarkan kata-kata kotor.
Quora sebenarnya memberi opsi untuk menjawab atau berkomentar dengan fitur anonim. Tapi fitur ini kebanyakan hanya diisi oleh mereka yang ingin memberikan jawaban yang mungkin agak sensitif seperti mengumbar privasi. Bukan digunakan untuk menyerang orang lain.
Di Quora ada etika yang disebut BNBR, be nice be respectful. Etika ini yang dipegang sebagian besar pengguna Quora, dan buat saya itu menciptakan aura positif.
Tempat Curhat Semata?
Belakangan ini saya baru tahu kalau ternyata bagi sebagian pengguna media sosial lain, Quora dicap sebagai tempat curhat. Saya pikir ini gara-gara ada beberapa jawaban di Quora yang bersifat curhat yang kemudian disebar di media lain, termasuk Twitter. Jawaban bersifat curhat itu ternyata ramai dan itu bukan hanya terjadi sekali. Jadi tidak heran kalau kemudian muncul imej kalau Quora adalah tempat curhat.
Tapi benarkah Quora memang hanya tempat curhat?
Bisa ya bisa tidak, tergantung penggunanya. Memang ada pengguna yang menghabiskan sebagian besar waktu untuk menjawab pertanyaan bernada curhat. Tapi, sebagian lagi lebih banyak menjawab pertanyaan yang bersifat ilmiah dan memberi pencerahan baru.
Saya tidak tahu seberapa banyak perbandingan antara pertanyaan bernada curhat dan bukan di Quora. Mungkin saja sama banyaknya, atau salah satunya lebih banyak. Tapi semua tergantung penggunanya juga, apakah lebih memilih mengikuti pertanyaan bernada curhat atau lebih memilih pertanyaan bernada sains dan ilmu pengetahuan. Pertanyaan yang datang ke kita juga biasanya disesuaikan dengan kredensial kita.
Saya sih termasuk tengah-tengah. Saya mengikuti pertanyaan bernada curhat, dan juga pertanyaan bernada ilmiah. Dua macam pertanyaan itu kerap muncul di lini masa saya.
Dari Quora saya bisa mendengarkan kisah orang yang hidup di lingkungan keluarga yang beracun (toxic), atau mereka yang menjalani hubungan toxic. Ada juga curhatan tentang kehidupan rumah tangga atau bertetangga, atau kisah inspiratif perjuangan hidup seseorang. Banyak yang seperti itu.
Tapi dari Quora juga saya bisa tahu tentang negara distopia seperti Eritrea, tentang negara yang hampir tenggelam seperti Tuvalu, tentang apa yang akan terjadi setelah AS benar-benar menarik dana bantuannya buat WHO, serta bagaimana posisi politik antara AS dan China serta apa yang akan terjadi bila benar-benar mereka berperang. Ada juga kisah-kisah di balik panggung musik atau proses penciptaan sebuah album yang ditulis langsung oleh seorang musisi profesional, atau istilah dan kegiatan kedokteran yang ditulis oleh seorang dokter. Banyak sekali.
Saya mendapatkan informasi receh dan informasi berkualitas sekaligus dalam satu platform. Jadi saya tidak setuju kalau ada yang bilang Quora isinya hanya curhat saja. Itu artinya yang bilang mainnya kurang jauh. Quora ya tempat untuk mendapatkan ilmu dan pengalaman hidup, dengan aura positif tentu saja.
*****
Sampai hari ini saya masih betah di Quora. Menjawab banyak pertanyaan setiap harinya, atau sekadar berbalas komentar di jawaban orang lain. Walaupun itu berarti memberi efek kurang baik untuk aktivitas saya di blog. Sejak benar-benar aktif di Quora saya jadi kurang aktif di blog karena waktu saya menulis tersita di sana. Dalam sehari mungkin ada ratusan atau bahkan ribuan kata yang saya tulis di Quora karena saya malas menjawab pertanyaan dengan pendek-pendek. Karena itulah energi saya kemudian tersedot ke sana dan jadi tidak bersisa untuk blog. Tapi saya juga tidak bisa bohong kalau Quora kadang memberi saya ilham untuk membuat postingan baru.
Hmmm, tiba-tiba saya kepikiran sesuatu. Mungkin bagus juga kalau jawaban saya di Quora saya angkut sebagian ke sini. Minimal sebagai arsip, kalau-kalau akun saya kena banned atau malah Quora-nya yang tutup. Ide yang bagus. [dG]
Kudetku Daeng, baru di sini saya tahu kalau ada platform yang bernama Qouro. Hm, mengusik rasa penasaranku.
saya tidak ingat pernah bikin akun di Quora. sepertinya dulu zaman masih suka nyoba-nyoba hal baru dan jadi early adopter. saya bahkan lupa kapan saya memiliki akun Quora.
kemudian saya mulai rutin mendapat buletin atau newsletter baik dari Quora Internasional dan Quora Indonesia. yang saya amati, tema yang disajikan oleh buletin tersebut bisa sangat jauh berbeda. Quora Indonesia banyak menyodorkan topik yang remeh temeh, dan sehari-hari, mulai dari pertanyaan gaji, hingga pengalaman menggunakan tissue magic. ? sementara Quora Internasional, bahasannya cukup berat, misal bagaimana GDP, kondisi sosial politik, hingga cara mendapatkan kewarganegaraan.
sampai sekarang saya hanya membaca dan membaca tema yang disodorkan oleh buletin. ?
Wah, paragraf-paragraf terakhir Daeng bikin penasaran juga sama Quora. Saya ngeh soal Quora ini kayaknya dua tahun belakangan, karena pas memasukkan kata kunci di Google yang keluar utas atau jawaban orang di Quora. Tapi belum pernah bener-bener masuk dan bikin akun di sana.
PEnasaran ka’, saya saat ini lagi bikin akun di Quora hehe.
KAlau dari penjelasan ta’ ini, mirip sekali dengan Selasar. Selasar juga berisi tentang pertanyaan dan jawaban. SAya punya akun di Selasar yang sudah lama tak saya tengok.
Eh, saya lihat-lihat mirip Kaskus juga dih?
Oke deh, saya keliling-keliling dulu di Quora Daeng. Terima kasih ulasannya.
ondeway ke qoura, eh tapi saya tidak bisa dong pakai branding lelakibugis yah.. harus pakai nama asli soalnya..
Daeng Maldini, saya masih menunggumu loh. Hehe..
Mau belajar ngeblog dari Daeng ni.
YNWA
Tapi sekarang daeng udah gak main quora sedih padahal saya fans daeng di quora loh eh malh minggat. Akhirnya nemu blog daeng. Bisa mampir disini.