Tiga Media Sosial Yang Saya Sayangkan Penutupannya


Tiga media sosial yang dulu sangat saya gemari, namun sayangnya harus tutup juga.


Namanya teknologi ya, pasti perubahan akan selalu ada. Tinggal seberapa cepat perubahan itu akan datang, dan seberapa kuat pelakunya bisa bertahan. Dalam dunia teknologi sudah terbukti banyak sekali pelaku yang gagal mengikuti perubahan itu dan kemudian tumbang. Apalagi dalam teknologi digital. Kata orang: there is no too big too fall. Contoh paling nyata adalah Yahoo. Menjelang awal milenium kedua Yahoo pelan-pelan menjadi raja, begitu besar sampai rasanya tidak mungkin dia akan jatuh. Tapi nyatanya, saat ini Yahoo sudah jatuh ke level sangat jauh dan hanya jadi perebut remah-remah di dunia teknologi digital.

Yahoo hanya satu dari beberapa pelaku industri digital yang harus menyerah. Selain Yahoo ada banyak pelaku industri lain yang terpaksa angkat tangan dan kaki, lalu menyerah dan benar-benar hilang.

Di antara sekian banyak itu, ada beberapa brand industri digital yang sangat saya sayangkan penutupannya. Brand tersebut adalah media sosial yang dulu sangat sering saya gunakan, dan memang punya banyak kenangan.

Dari beberapa media sosial yang tutup, ada tiga media sosial yang saya sayangkan penutupannya. Media sosial itu adalah:

Friendster.

Friendster ini adalah media sosial awal yang saya kenal dan saya akrabi. Sepertinya pengguna internet di medio 2006 pasti mengenal media sosial satu ini. Rasanya kurang gaul kalau hanya main internet tapi tidak punya akun Friendster.

Kenalan di Yahoo Messenger atau MiRC, biasanya dilanjut dengan pertanyaan: FS-nya apa? Lalu mulailah saling mengunjungi, melihat laman profil Friendster yang bersangkutan dan berakhir dengan meninggalkan testimoni atau semacam komentar seperti yang ada di Facebook zaman sekarang.

Di Friendster juga saya pertama kali belajar ngeblog. Mengenal salah seorang bloger yang juga anggota komunitas Pearl Jam Indonesia bernama, Hilman Taofani. Bahkan dari tulisan-tulisannya di blog Friendster itulah saya mulai kembali menggali kesenangan lama menulis yang sudah tidak pernah saya lakukan. Dari Friendster saya mulai pindah ke Blogspot, lalu ke self hosting seperti sekarang.


Profiel FS saya dengan album foto yang sudah kosong

Secara fitur, Friendster sebenarnya cukup lengkap. Ada halaman profil, halaman mengunggah foto, dan halaman untuk membuat blog. Orang bisa saling terhubung satu sama lain, saling memberi testimoni atau kesan, dan bisa belajar menulis juga. Khusus halaman blognya, terasa lebih lengkap dibanding Facebook Notes.

Sayangnya, Friendster memang akhirnya kalah bersaing dengan Facebook yang belakangan menjadi sangat fenomenal sejak tahun 2008. Termasuk di Indonesia. Hingga akhirnya Friendster benar-benar angkat kaki di tahun 2011. Saya sempat menuliskan catatan pendek tentang kepergian Friendster di sini.

Multiply.

Media sosial kedua yang saya sayangkan penutupannya adalah Multiply. Selain Friendster, Multiply adalah media sosial kesayangan para bloger di pertengahan tahun 2000an. Media sosial ini diluncurkan bulan Desember 2003 dan dengan cepat berkembang pesat ke beberapa negara di dunia termasuk Indonesia. Hingga akhirnya muncul Multiply berbahasa Indonesia.

Media sosial ini menjadi kegemaran para bloger karena memang memberikan banyak kemudahan untuk para bloger yang di medio 2000an sedang berkembang pesat. Mulltiply memberikan kemudahan kepada para penggunanya untuk mengubah warna dan jenis huruf, memasukkan foto, mengatur tampilan lain, serta mengatur privasi sebuah tulisan. Sebuah tulisan bisa diatur hanya dilihat oleh pengguna Multiply, atau bahkan hanya dilihat beberapa pengguna yang dipilih saja.


Laman Multiply saya di tahun 2008

Selain itu, ada juga fitur grup yang memungkinkan orang dengan minat yang sama untuk bertukar informasi dalam sebuah grup tertutup. Fitur ini juga dimiliki oleh Friendster, namun lebih lengkah di Multiply.

Bukan hanya itu, salah satu fitur paling menyenangkan dari Multiply adalah fitur mengunggah dan mengunduh lagu. Walaupun fitur ini memang mengundang kontroversi, tapi nyatanya banyak yang menyukainya.

Beberapa bloger lama yang saya kenal memang mengakui kalau Multiply menjadi tempat mereka belajar banyak, bertemu sesama bloger, dan saling berkenalan hingga saat ini.

Per 1 Desember 2012, Multiply yang mulai kehabisan bensin melawan dominasi Facebook dan media sosial lainnya akhirnya memutuskan untuk banting setir. Mereka mengubah layanannya menjadi e-commerce  sebelum akhirnya benar-benar tutup tanggal 21 Maret 2013.

Saya pernah menuliskan catatan tentang Multiply di sini.

Path

Media sosial yang satu ini hadir sekitar tahun 2010 dengan karakter khusus, hanya sebuah lingkaran kecil pertemanan. Lingkaran di Path memang membatasi jumlah pertemanan sehingga pengguna Path hanya akan berteman dengan orang yang benar-benar mereka kenal, bukan dengan orang yang tidak mereka kenal.

Awalnya ini jadi sangat menyenangkan. Saya pun menyukainya karena merasa bercakap-cakap dengan orang yang sudah kita kenal. Tidak perlu bersikap jaim atau pencitraaan, karena toh semua orang dalam lingkaran itu sudah tahu siapa kita.

Karena itu pula kenapa ada kejadian seperti yang menimpa seorang Florence yang dianggap menghina kota Jogkarta. Sesuatu yang saya sayangkan karena toh dia melakukannya di dalam aplikasi Path yang memang punya lingkaran yang kecil, bukan di media sosial dengan lingkaran yang besar. ini ibaratnya kita ngomong sama teman; eh, saya itu malas sama si Anu. Orangnya begini, begitu. Lalu ada ada orang lain yang mendengarnya dan mengumumkannya di TOA masjid kalau saya tidak suka sama si Anu dan kemudian itu menjadi masalah.

Kembali ke Path. Awalnya, lingkar pertemanan yang kecil ini memang menyenangkan. Kita bebas mengunggah apa saja. Bahkan jam bangun dan tidur kita, atau lagu yang sedang kita dengar saja bisa kita bagikan tanpa takut ada yang berpikir kita sok penting. Toh sama teman sendiri.


Status Path saya ketika itu

Tapi lama kelamaan ternyata ini membosankan juga. Kita tidak bisa mengunggah hal lain karena toh teman kita sudah tahu. Mau mengunggah foto jalan-jalan, koq sayang ya? Teman-teman ini sudah tahu kita ada di mana dan sedang bikin apa. Mau mengunggah opini baru, eh sayang juga. Mereka-mereka lagi yang tahu, orang lain tidak.

Belakangan, aplikasi percakapan seperti Line dan WhatsApp semakin berkembang dan malah seperti menggantikan fungsi Path. Di aplikasi itu kita juga bertemu dan bergaul dengan orang yang nyaris sama, membagikan hal yang sama, dan malah lebih cair. Jadi, buat apalagi ada Path?

Nampaknya, inilah yang kemudian membuat Path akhirnya undur diri. Agak saya sayangkan sebenarnya, karena bagaimanapun saya pernah juga merasakan nyamannya bergaul di Path.

Catatan tentang penutupan Path pernah saya tulis di sini.  

*****

Itulah tiga media sosial yang saya sayangkan penutupannya. Di luar ketiga itu ada dua lagi sebenarnya, yaitu: Yahoo Messenger dan BlackBerry Messenger. Semua adalah media sosial yang cukup memberikan kenangan di masa lalu. Memberi warna dalam perjalanan hidup saya, dan bahkan membuat saya bertemu dengan banyak orang yang cukup menyenangkan.

Itulah kerasnya dunia digital. Salah strategi atau terlambat beradaptasi maka hukumannya adalah tutup. Saat ini setidaknya tiga media sosial besar Facebook, Twitter, dan Instagram masih cukup kuat menjadi yang teratas. Tapi siapa yang bisa menjamin mereka akan terus bertahan?

Seperti kata orang, there is no too big to fall. [dG]