Kemkominfo, Apa Yang Kamu Lakukan Pada Papua itu, JAHAT!
Sampai hari ini, Kemkominfo belum mencabut instruksi pemutusan internet di Papua dan Papua Barat. Perbuatan yang sungguh jahat!
Perempuan itu terlihat kesal. Sejak internet mobile di Jayapura terputus mulai hari Senin 19 Agustus sore, dia terpaksa pergi pulang tempat kerjanya menggunakan taksi – bahasa umum di Papua untuk angkot. Padahal biasanya dia menggunakan ojek online untuk melancarkan perjalanannya pergi dan pulang ke tempat kerja. Sejak internet mobile di Jayapura terputus, dia memang terpaksa harus berjalan kaki kira-kira 200 meter ke jalan raya sebelum bisa mencegat taksi.
“Saya tidak berani naik ojek biasa jadi terpaksa naik taksi,” katanya. Dia memang biasa pulang kerja malam hari karena pekerjaanya memang sebagai seorang tenaga pemasaran di sebuah konter handphone di sebuah mall di Abepura.
Kekesalan yang lain juga ditunjukkan oleh Ibu Lisa, salah seorang pekerja di tempat saya juga bekerja. Biasanya, dia menggunakan jasa ojek online untuk pergi dan pulang kantor. Namun, sejak putusnya internet di Jayapura dia terpaksa menumpang angkot yang tentu saja lebih ribet. Apalagi, jalanan di depan kantor kami ditutup sejak bulan Juli karena adanya pekerjaan jalan. Dia harus menumpang dulu ke jalur yang lebih ramai sebelum bisa mencegat angkot. Perjalanan dari daerah Polimak ke Dok V jadi lebih jauh.
Ojek online memang jadi salah satu korban yang paling merasakan dampak diputusnya jaringan internet di kota Jayapura. Para pengguna dan pengendara ojek online tidak bisa berkomunikasi karena tidak adanya jaringan internet mobile di kota Jayapura.
Seperti yang saya tulis sebelumnya, jaringan internet mobile di Jayapura memang mulai menghilang di hari Senin 19 Agustus 2019 lalu. Sekitar pukul 17:00 WIT, layanan internet Telkomsel tiba-tiba saja menghilang. Belakangan baru diketahui kalau hilangnya layanan internet Telkomsel itu atas perintah dari Kementerian Komunikasi dan Informatika. Alasannya, untuk menjaga stabilitas keamanan di Papua menyusul demonstrasi berbuntut kerusuhan di beberapa tempat di Papua dan Papua Barat.
Pemerintah lewat Kemkominfo berdalih, pembatasan akses ini adalah untuk menangkal dan menekan penyebaran hoaks yang bisa memperkeruh suasana. Namun, tujuh hari sejak pemutusan layanan internet tersebut sama sekali belum ada tanda-tanda kalau layanan internet akan dinormalkan kembali. Padahal, kondisi di Jayapura sudah kembali normal dan tanpa gejolak.
Parahnya lagi, pelanggan yang terkena dampak pemutusan layanan internet sama sekali tidak diberi informasi soal pemutusan layanan itu. Tidak ada SMS misalnya. Pemberitahuan hanya dilayangkan lewat rilis resmi yang disebar di media sosial, padahal internet sudah terlanjur diputus. Lalu, bagaimana kami bisa tahu alasannya kalau untuk membuka media sosial saja kami tidak bisa?
Awalnya internet di Jayapura masih bisa diakses lewat layanan wifi seperti Indihome. Mereka yang memasang Indihome masih bisa dengan lancar mengakses internet di tempat mereka, selama jaringan wifi Indihome masih bisa diakses. Tapi, sejak hari Minggu 25 Agustus sore hari layanan internet dari Indihome juga mendadak lenyap.
Minggu malam itu saya kebetulan menyambangi sebuah restoran di sekitar Lingkaran Abe. Selain karena janjian dengan seorang rekan kerja, juga sekalian agar bisa mengakses internet. Sejak pulang kantor di Jumat sore saya memang tidak pernah lagi bertemu internet.
“Wifi ada pak, tapi internetnya nda bisa,” kata si pelayan setelah saya meminta password wifi. Padahal saya sudah terlanjur memesan makanan dan minuman, tapi rasanya sia-sia saja kalau toh saya tidak bisa mengakses internet. Karena sebenarnya itu tujuan utama saya.
Awalnya saya masih mengira kalau gangguan internet itu hanya terjadi di tempat makan itu. Tapi saya baru sadar ketika dapat kabar kalau internet di rumah ibu kos yang berlangganan Indihome juga tidak bisa tersambung. Saya makin yakin kalau ini ada hubungannya dengan pemblokiran internet di Papua ketika Ammar, teman sekantor juga mengabarkan kalau layanan Indihome di rumahnya tidak bisa diakses.
Sampai di sini rasanya berat sekali untuk tetap berpikiran positif.
Internet Putus, Khawatir Muncul
“Tadi malam terpaksa saya bayar, soalnya di rumah sakit nda bisa akses BPJS,” kata Ryan, seorang teman kantor. Dia menceritakan bagaimana kasus adiknya yang sakit dan harus berobat terpaksa diselesaikan dengan pembayaran tunai. Pasalnya, layanan internet yang terputus di Jayapura membuat rumah sakit juga tidak bisa mengakses layanan BPJS.
“Kalau begini kan kita rugi, sudah bayar iuran tapi nda bisa dipakai,” katanya lagi.
Di sisi lain, pembatasan akses internet di Papua ini juga menimbulkan simpang siur informasi. Jumat 23 Agustus lalu tersiar kabar kalau akan ada demonstrasi lanjutan di kota Jayapura. Kabar ini baru saya dapat ketika tiba di kantor dan mendapatkan koneksi internet. Kabar ini menjadi simpang siur ketika beberapa orang membantahnya. Ada yang bilang itu hanya hoaks.
Namun, beberapa jam kemudian ada kabar baru kalau beberapa warga sudah berkumpul di Lingkaran Abe dan akan bersiap konvoi ke kota Jayapura yang berjarak kira-kira 20 km. Sialnya, kabar ini sulit sekali dikonfirmasi karena tidak adanya akses internet. Ketika kejadian yang sama terjadi di hari Senin 19 Agustus, kita bisa dengan cepat mengonfirmasi berita karena akses internet masih ada. Warga bisa mengecek Facebook yang menampilkan foto serta video para demonstran yang sudah bersiap-siap untuk konvoi ke kantor gubernur. Tapi tidak di hari Jumat kemarin.
Belakangan tersiar kabar kalau aksi demonstrasi di hari Jumat itu tidak benar adanya.
Lalu, realitas bahwa internet di Jayapura masih terputus dan bahkan bertambah dengan putusnya Indihome justru menimbulkan kecemasan baru di kalangan warga. Setidaknya di kalangan orang-orang sekitar saya. Pemutusan yang tidak biasa ini membuat kami mengira-ngira kalau situasi di Papua memang semakin genting. Mau tidak mau membuat kami menjadi lebih paranoid. Bertemu dengan gerombolan orang di jalan, adrenalin tiba-tiba terasa terpacu. Mau keluar rumah atau kantor, berusaha mencari tahu dulu apakah jalanan aman atau tidak?
Sampai hari ini, tidak ada penjelasan resmi dari pemerintah soal pemutusan layanan internet di Papua selain alasan menjaga stabilitas keamanan. Tidak ada informasi yang bisa membuat kami yang ada di Papua ini akan memakluminya, meski tentu saja berat.
Pemblokiran ini sangat sulit untuk diterima. Berbagai pikiran buruk akhirnya timbul di kepala kami, korban pemblokiran internet di Papua. Dari asumsi bahwa pemerintah melanggengkan pikiran tidak adil tentang Papua, sampai ketakutan bahwa benar-benar akan ada sesuatu yang besar yang akan pecah di Papua. Semua berada dalam ketidakpastian dan pikiran-pikiran negatif.
Sampai akhirnya saya berada pada satu kesimpulan, apa yang dilakukan pemerintah lewat Kemenkominfo terhadap Papua itu jahat! [dG]
Hal-hal seperti ini yang tidak terdengar dengan luas. Beda kasus waktu Jawa internetnya dibatasi, semua teriak-teriak kencang. Sekarang, senyap.
nasib hidup di pinggiran Indonesia
😀
Alih2 menyelesaikan masalah dan meredakan konflik, justru menciptakan jurang yg semakin jauh.
Indonesia mencontek cara Tunisia menangani konflik. Alih2 kecintaan kepada pemerintah meningkat, malah makin kuat konfliknya. Karena akhirnya rakyat semacam isolasi.
Gaya2nya mirip di Aceh dulu
Saya baru tahu berita ini. Semoga saja masalahnya lekas kelar dan bisa kembali damai seperti sedia kala ya mas. Dan internet juga bisa kembali lagi.
Sedih rasanya kalau mendengar kabar seperti ini terjadi di negeri indonesia apalagi ketika kemerdekaan begini.
yah mau bagaimana lagi…
pemerintah punya pertimbangan sendiri