Jenuh di Media Sosial?

HP

Media sosial katanya sudah jadi bagian hidup masyarakat urban modern. Lihat saja bagaimana banyak dari masyarakat urban modern yang menghabiskan waktu di media sosial. Dari yang sekadar menyapa, bercanda sampai yang berkeluh kesah seakan-akan media sosial adalah tembok ratapan atau polisi yang mengharuskannya wajib lapor.

Menjadi bagian dari media sosial adalah trend baru yang mengglobal. Bukan hanya orang berkulit terang di negara jauh saja yang terseret trend ini. Orang-orang berkulit lebih gelap yang tinggal di tepian kampung negeri kita juga ikut trend. Sebagiannya malah sudah seperti kecanduan. Tak elok rasanya kalau tak menengok media sosial dalam sehari.

Saya juga pernah seperti itu. Mungkin bukan hanya pernah, malah masih sampai sekarang. Rasanya sayang sekali jika setiap menit tidak dilewatkan dengan melapor ke media sosial. Entah itu Facebook, Twitter ataupun Path. Media sosial tak boleh lepas merekam kegiatan, pikiran atau keluhan.

Tapi perlahan-lahan saya mulai merasakan ada pergeseran. Media sosial mulai tak semenarik dulu lagi, atau mungkin saya yang mulai tak tertarik. Saya lupa kapan tepatnya kejenuhan ini mulai datang. Mungkn setelah lepasnya piala dunia bulan Juni-Juli yang lalu. Terakhir kali saya masih merasa bergairah menengok timeline twitter adalah pada saat gelaran piala dunia masih dihelat.

Kala itu rasanya sungguh seru menengok timeline setiap kali pertandingan digelar. Melihat komentar orang di twitter sama serunya dengan menengok pertandingan di lapangan. Saya yakin saat itu saya termasuk orang yang cukup aktif di twitter.

Kemudian ketika piala dunia berlalu, saya mulai dilanda kejenuhan bermedia sosial. Tak ada lagi bahan menarik untuk di-tweet-kan, bahkan menengok timeline twitterpun rasanya sudah malas. Sesekali saya masih menengok timeline di Facebook, sesekali juga tergoda untuk mengomentari beberapa status teman yang kala itu masih panas dengan aroma pemilihan presiden. Sementara Path dari awal memang agak jarang saya akrabi.

Beberapa bulan setelah piala dunia berakhir saya merasa cenderung jadi lebih pendiam di media sosial. Hanya sesekali saya bersentuhan dengan media sosial, utamanya Twitter yang punya aliran lebih deras daripada Facebook. Jumlah waktu yang saya habiskan di depan timeline Facebook rasanya lebih panjang daripada timeline Twitter. Itupun lebih banyak hanya menengok dan tidak berkomentar.

Ada waktu di mana saya duduk di depan aplikasi Tweetdeck, melihat kicauan orang yang berlalu lalang dan kemudian menutup jendela aplikasi. Awalnya saya serasa ingin mencari bahan agar setidaknya bisa men-tweet-kan sesuatu, tapi beberapa menit kemudian saya menyerah. Sama sekali tidak ada bahan atau sesuatu yang bisa menggerakkan saya untuk ngetwit.

Tapi bukankah rasa jenuh itu biasa? Mungkin memang saya sudah melewati puncak kurva kemesraan saya dengan media sosial dan sekarang waktunya untuk istirahat sejenak, mencari cara lain untuk berekspresi. Suatu saat nanti mungkin saya akan kembali lagi mengakrabi media sosial, menjadikannya teman ngobrol atau tempat berkeluh-kesah.

Mumpung sedang jenuh dengan media sosial, mungkin sekarang waktu yang tepat untuk berkumpul dan berakrab-akrab dengan orang di dunia nyata yang dulu mungkin terlewatkan karena sibuk bercengkerama dengan media sosial. Sepertinya itu ide yang bagus! [dG]