ISIS, Internet dan Media Sosial
Kelompok satu ini memang canggih, termasuk memanfaatkan internet dan media sosial
Sehari setelah tragedi bom dan tembak-tembakan di Jln. Thamrin, percakapan di grup chat yang saya ikuti tiba-tiba ramai membahas sebuah cetak layar (print screen). Isinya adalah percakapan di sebuah grup chat Telegram yang secara terang-terangan memberi dukungan moril kepada para pelaku bom di Jln. Thamrin, Jakarta. Di grup itu juga katanya ada petunjuk cara membuat bom berkekuatan rendah (low exposive). Saya tidak tahu apakah kelompok chat itu memang berafiliasi ke ISIS atau tidak.
Konon grup itu sekarang tidak bisa diakses lagi. Entah karena sudah dihapus oleh Telegram atau karena sudah diatur private.
Telegram memang jadi salah satu media percakapan melalui jaringan internet yang digunakan oleh kelompok radikal ISIS. Alasan utamanya karena privasi di aplikasi Telegram dianggap sebagai yang terbaik dibanding aplikasi chatting yang lainnya. Aplikasi ciptaan Pavel Durov yang mulai dilempar ke pasaran di tahun 2013 ini mengklaim kalau semua pesan yang dikirimkan penggunanya dijamin terenkripsi dan tidak mungkin bisa dibuka dengan aplikasi pihak ketiga. Selain itu Telegram juga menyediakan servis self- destruct feature yang memungkin penggunanya mengirim file atau gambar yang akan hancur dengan sendirinya setelah beberapa waktu.
Alasan-alasan itu tentu saja jadi bahan pertimbangan bagi kelompok seperti ISIS untuk digunakan sebagai media komunikasi antar mereka. Apalagi Telegram tidak dibuat di Amerika Serikat yang berarti meminimalisir campur tangan pemerintah AS dalam kebijakan Telegram.
Sadar kalau aplikasi ciptaannya makin sering digunakan oleh kelompok ISIS, Pavel Durov mengumumkan komitmen mereka untuk menutup semua channel yang dicurigai sebagai channel milik kelompok ISIS. Di pertengahan Nopember 2015, Durov mengumumkan bahwa pihak mereka sudah menutup 78 channel dalam 12 bahasa yang dianggap sebagai bagian dari jalur komunikasi kelompok yang dianggap paling berbahaya belakangan ini.
Sadar kalau gerak-geriknya makin terbatas, informasi di awal tahun 2016 menyatakan kalau kelompok ISIS menciptakan aplikasi chatting sendiri yang diberi nama Alrawi. Aplikasi terenkripsi ini akan menambah masalah pada upaya mencegah paham ISIS dan tindakan teror mereka merajalela.
Penggunaan kala percakapan ini seperti melanjutkan penggunaan media sosial lainnya yang sudah lebih dulu mereka gunakan. Tahun 2014 ISIS diketahui menggunakan aplikasi ciptaan sendiri yang terhubung ke Twitter. Namanya The Dawn of Glad Tidings atau cukup dengan Dawn saja. Aplikasi ini berbahasa Arab dan bisa dipasang di perangkat telepon pintar. Aplikasi ini memungkinkan penggunanya untuk mengakses Twitter dan berinteraksi di sana.
Twitter memang menjadi salah satu media sosial favorit kelompok ISIS untuk menyebarkan paham, merekrut anggota baru dan bahkan mengumpulkan dana bantuan. Aplikasi Dawn hanya satu cara ISIS untuk memperluas jejaring mereka. Cara lainnya adalah cara konvensional yang biasa dipakai oleh para konsultan brand atau agensi media sosial yaitu dengan menggunakan hashtag atau tagar.
Dengan cara yang terkoordinasi dan rapi, ISIS bisa menyebarkan paham mereka dan melakukan diskusi secara daring sekaligus membangun personal branding di Twitter melalui tagar tersebut. Hasilnya, nama ISIS makin sering dibicarakan dan pengikutnya pun makin bertambah.
*****
Dari fakta-fakta di atas jelas sekali kalau ISIS memang bukan organisasi kacangan. Mereka lebih canggih dan terorganisir dibanding pendahulunya seperti Al Qaedah. ISIS mampu menggunakan kecanggihan teknologi untuk menyebarkan paham mereka dan tentu saja merekrut lebih banyak pengikut baru. Ditengarai Asia Tenggara dan Indonesia menjadi salah satu tujuan perekrutan mereka beberapa tahun belakangan ini.
Saat menulis postingan ini saya menemukan tulisan menarik di laman Rappler Indonesia. Isinya mengenali proses kerja ISIS termasuk keseriusan mereka menggunakan media sosial dan internet. Benar-benar sebuah langkah yang harusnya jadi perhatian lebih bagi pemerintah mengingat bagaimana massifnya pertumbuhan dan penetrasi internet di Indonesia.
Coba sandingkan dua hal ini: Indonesia menjadi target rekruitmen ISIS dan sekaligus juga salah satu negara dengan pertumbuhan pengguna media sosial tertinggi di dunia. Kombinasi yang pas sekaligus mengkhawatirkan.
Sebagai orang biasa saya bergidik juga melihat aksi-aksi kelompok ini. Betapa mudahnya mereka menghilangkan nyawa orang dengan alasan agama, betapa mudahnya mereka merusak kedamaian dan betapa mudahnya mereka meracuni pikiran orang untuk ikut berada di belakang garis kekerasan. Tentu dengan membawa-bawa ajaran agama.
Lebih bergidik lagi ketika saya menemukan banyak literatur yang menunjukkan kalau kerja mereka sangat profesional, modern dan canggih. Internet dan media sosial jadi lahan lain untuk menyebarkan paham mereka sekaligus menjalarkan rasa rakut. Sungguh sebuah ancaman besar untuk kedamaian hidup.
Saya yakin jauh di lubuk hati kita semua, perdamaian adalah dambaan bersama. Tak ada hal yang menyenangkan yang akan terjadi tanpa dilandasi rasa damai. Saya lebih memilih hidup damai tanpa teror dan tanpa ajaran untuk mencabut nyawa orang seolah-olah saya wakil Tuhan di dunia. Entah dengan Anda. [dG]