Mengintip Masa Lalu dan Masa Depan Blog di Indonesia


Perjalanan blog di Indonesia sudah cukup panjang dengan berbagai fase naik dan turun. Saya mencatat ada empat fase penting dalam perjalanan ini.


Isi tulisan ini:
1. Fase blog di Indonesia
2. Fase Kedua
3. Fase Ketiga
4. Fase Keempat
5. Masa depan blog

Tahun ini akan genap menjadi tahun ke-14 saya menjadi bloger sejak pertama kali membuat blog di tahun 2006. Syukurnya karena dalam rentang waktu 14 tahun itu saya masih bisa mengakui diri sebagai bloger aktif. Bloger yang minimal setiap bulan masih ada artikel yang saya hasilkan dan tayang di blog ini. Minimal itu jadi penanda kalau saya masih aktif sebagai bloger. Lumayanlah ya? Iya kan? Iya dong. Iya deh.

Nah dalam rentang waktu itu juga secara tidak langsung saya cukup intens mengamati perkembangan dunia blogging di Indonesia. Minimal di sekitar saya dan bloger-bloger yang saya kenal. Dari hasil pengamatan tidak serius itu, saya merasa memang ada dinamika dalam dunia blogging di Indonesia ini. Dinamika yang sangat menarik.

Seperti banyak hal lainnya, blog juga ternyata punya pasang surut, punya tren yang berubah, dan ini menarik.

Fase Perkembangan Blog di Indonesia.

Saya melihat (dalam pengamatan pribadi) bahwa blog di Indonesia ini punya empat fase. Fase pertama adalah pra 2005. Ini fase ketika blog mulai dikenal di Indonesia, tapi hanya oleh segelintir orang yang memang sudah fasih menggunakan internet.

Maklumlah, sebelum 2005 penetrasi internet di Indonesia belum terlalu bagus. Ereksi saja belum terlalu kuat, bagaimana mau penetrasi, ya kan? Meski begitu sudah ada orang-orang yang mulai membuat blog pribadi. Saya kenal beberapa dengan mereka yang bahkan sudah mulai ngeblog sejak akhir tahun 90an.

Selain penetrasi internet yang belum kencang, blog engine yang ada pun masih belum ramah pada pengguna awam. Saya belum pernah menggunakannya, tapi menurut teman-teman yang sudah menggunakan duluan blog engine waktu itu – seperti Tripod – masih sangat membutuhkan kemampuan dasar bahasa HTML. Bahkan blog engine seperti Blgospot pun masih membutuhkan kemampuan mengulik bahasa pemrograman agar bisa menampilkan “read more”. Hal ini tentu membuat orang awam jadi malas atau paling tidak takut duluan ketika ingin membuat blog.

Meski blog belum terlalu terkenal di Indonesia, namun di masa awal tahun 2000an ternyata sudah ada komunitas bloger yang terbentuk. Di Bandung sudah ada yang namanya Bandung Blog Village yang berbasis regional, dan ada Blogfam yang berbasis nasional. Keduanya berdiri awal-awal tahun 2000an.


Beberapa anggota Anging Mammiri berfoto bersama personil Blogfam di Pesta Blogger 2010

Fase kedua adalah antara 2005 sampai 2010. Di fase ini blog semakin dikenal. Penetrasi internet di Indonesia semakin bagus, blog engine semakin banyak dan semakin mudah untuk dipakai oleh orang awam. Bahkan di Indonesia sendiri muncul beberapa blog engine lokal.

Layanan yang paling banyak digunakan waktu itu adalah Multiply, layanan blog dari Friendster, dan tentu saja Blogspot sendiri. WordPress menyusul belakangan tapi langsung menarik minat banyak bloger. Belakangan di dalam negeri ada nama seperti Blogdetik dan Kompasiana yang juga muncul dengan konsep komunitas dan mengusung blog engine sendiri.


Blog Multiply saya dulu

Besarnya penetrasi internet dan banyaknya ragam blog engine ini membuat jumlah bloger bertambah dengan sangat cepat. Pertambahan peningkatan jumlah bloger ini berefek pada ramainya komunitas bloger berbasis regional. Beberapa komunitas bloger tumbuh dalam rentang waktu ini. Di Semarang ada Loenpia, di Surabaya ada TPC, di Yogyakarta ada Cah Andong, di Palembang ada Wong Kito, di Makassar ada Anging Mammiri. Banyak lagi. Semua tumbuh dalam rentang yang hampir bersamaan. Semua adalah efek dari makin bertambahnya jumlah bloger baru dan tren blogging yang meningkat di kalangan pengguna internet Indonesia.


Bloger Anging Mammiri di awal pendirian komunitas
Perayaan ultah kedua Anging Mammiri, November 2007

Puncak popularitas blog di Indonesia pada fase itu adalah ketika tanggal 27 Oktober 2007 pemerintah lewat Meninfokom waktu itu Muh. Nuh menetapkan 27 Oktober sebagai Hari Bloger Nasional. Tanggal itu bertepatan dengan pembukaan acara Pesta Bloger pertama di Jakarta. Pesta Bloger yang jadi ajang kopdar bloger terbesar di Indonesia itu digelar sampai tahun 2010 sebelum berubah format di 2011 menjadi ON/OFF dan kemudian tamat.


Keseruan Pesta Blogger 2010

Fase ini saya sebut sebagai fase kebangkitan blog di Indonesia.

Fase ketiga adalah antara 2011 sampai 2014. Di fase ini popularitas blog di Indonesia mulai menurun. Tidak benar-benar terjun bebas, tapi cukup signifikan. Ini bisa terlihat dari aktivitas beberapa bloger zaman old yang mulai berkurang. Jumlah artikel yang tayang setiap bulan semakin menurun, beberapa blog malah mulai dihinggapi sarang laba-laba. Komunitas blog berbasis regional pun perlahan mulai redup. Masih ada, tapi sudah tanpa aktivitas atau bahkan tidak ada sama sekali.

Di fase ini memang masih ada komunitas blog baru yang muncul, dan itupun berbasis regional. Bahkan, sejak 2011 sampai 2013 acara kumpul-kumpul bloger nasional pun masih digelar. Tajuknya “Kopdar Blogger Nusantara” dan di tahun pertama masih berhasil mengumpulkan ratusan bloger. Tapi secara keseluruhan, popularitas blog di fase ini menurut saya masih kalah jauh dibanding popularitasnya di fase sebelumnya.


Kopdar Blogger Nusantara 2011 di Sidoarjo

Kalau saya lihat, salah satu penyebabnya adalah popularitas media sosial baru seperti Facebook, Twitter dan belakangan Instagram yang semakin meningkat. Media sosial ini jadi media pengganti buat mereka yang ingin bersuara tapi pendek saja dan tidak mau terlalu repot. Berbeda dengan blog yang menuntut orang untuk mengikuti beberapa alur yang cukup panjang sampai tulisan bisa tayang, media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram membutuhkan alur yang sangat ringkas. Orang juga bebas “nyampah” di sana.

Penyebab lain, saya rasa karena para bloger zaman old yang sudah mulai bermetamorfosis. Kalau dulu mereka adalah mahasiswa/i dengan banyak waktu luang maka sekarang mereka sudah jadi karyawan yang terikat waktu, atau bahkan sudah berumah tangga dengan waktu luang yang tinggal seiprit. Akibatnya, mereka tidak punya waktu lagi untuk mengisi blog mereka dengan tulisan-tulisan baru.

Sementara itu, para pengguna internet baru lebih terpapar oleh media sosial seperti Facebook, Twitter, dan Instagram. Mereka tidak paham apa itu blog, dan mungkin tidak – atau belum – tertarik untuk jadi bloger.

Fase berikutnya adalah setelah 2014. Di fase ini tahu-tahu popularitas blog kembali meningkat. Beberapa bloger lama yang masih eksis ternyata menyumbang sangat besar pada peningkatan popularitas bloger secara umum. Popularitas blog sebenarnya tidak pernah benar-benar surut, hanya terkalahkan oleh popularitas media sosial lain. Blogernya masih ada, yang aktif pun masih ada. Jumlahnya saja yang kalah banyak dengan pengguna media sosial lain.

Di fase ini popularitas blog juga terpengaruh oleh tren yang berkembang di internet – tentu saja. Beberapa di antaranya adalah tren traveling, kuliner, atau mode. Beberapa bloger lama banting stir dan fokus pada satu tema. Bloger baru pun mulai bermunculan dan juga fokus pada satu tema sesuai renjananya. Dua yang paling banyak jadi pilihan adalah travel blogger dan beauty blogger.


Acara Travel n Blog di Makassar, 2015

Beberapa komunitas bloger baru juga bermunculan. Tapi berbeda dengan fase sebelumnya, kali ini komunitas tersebut tidak lagi berbasis regional tapi lebih pada kesamaan minat dan aktivitas. Misalnya saja komunitas bloger yang berminat pada traveling, atau komunitas bloger yang berminat pada kecantikan dan mode.

Di fase ini munculnya perempuan bloger juga jadi garis besar tersendiri buat saya. Saya bahkan berpikir, jumlah perempuan bloger yang aktif jadi semakin banyak dan mungkin saja mengalahkan jumlah laki-laki bloger. Ini khusus yang aktif ya, bukan yang sekadar punya blog. Minimal yang membuat artikel satu atau dua per bulan.

Bloger baru pun semakin bertambah, dan jumlah perempuannya juga tidak sedikit. Komunitas bloger untuk perempuan juga semakin berkembang. Salah duanya dalah Komunitas Emak-Emak Blogger dan Ibu-Ibu Doyan Nulis.


Kegiatan bersama Makkuranrai Anging Mammiri 2016

Di fase ini, perkawinan antara blog dan media sosial lain – utamanya Instagram – juga jadi salah satu garis besar. Bloger yang juga pemilik akun Instagram atau sebaliknya pemilik akun Instagram yang jadi bloger semakin banyak dan mereka sangat paham bagaimana menyatukan kedua media itu untuk membangun citra diri (branding).


Ulang tahun ke-13 Anging Mammiri

Hal-hal teknis seputar dunia blog juga semakin menarik perhatian para bloger baru. Mereka jadi makin perhatian pada DA/PA yang menggantikan PageRank di zaman dulu, lalu mulai belajar dasar-dasar SEO, link building, dan semacamnya. Hal yang pada fase kedua tidak terlalu diperhatikan kecuali a la kadarnya. Bloger di fase keempat ini semakin paham bahwa untuk membuat blog mereka populer maka dasar-dasar SEO seperti itu perlu untuk diketahui.

Di fase ini juga blog makin menarik untuk dijadikan etalase oleh beberapa perusahaan. Akibatnya artikel organik mulai berkurang, berganti dengan artikel pesanan atau artikel bayaran. Trennya bergerak ke arah situ dan mau tidak mau itu adalah sesuatu yang tidak bisa dihindari.


Pasang surut blog di Indonesia

Bagaimana Blog di 2020?

Tahun 2020 baru saja dimulai, dan saya sudah berpikir bagaimana nasib blog di tahun yang baru ini. Luar biasa, sudah sok pengamat ya saya ini. Mungkin karena blogging memang sudah mengalir di darah saya sehingga segala hal tentang blogging selalu menarik perhatian saya. Termasuk bagaimana nasib blog di masa depan. Walaupun mungkin saya tidak punya kompetensi di bidang itu selain hanya karena saya adalah bloger yang sudah cukup lama ngeblog.

Buat saya di tahun 2020 ini, popularitas blog sepertinya tidak akan berkembang sangat siginifikan. Masih akan ada dan masih akan diminati, tapi kurvanya akan datar saja. Tidak naik, dan tidak turun juga. Popularitasnya akan bersaing ketat dengan media sosial lain, utamanya Twitter, Instagram, dan sekarang YouTube.

Orang Indonesia memang lebih tertarik pada visual – bukan cuma orang Indonesia saja sebenarnya. Itulah kenapa popularitas media sosial seperti Instagram dan YouTube berkembang pesat mengikuti perkembangan penetrasi internet Indonesia yang semakin bagus. Blog oleh sebagian orang dianggap membosankan karena berisi lebih banyak tulisan, berbeda dengan Instagram dan YouTube yang menyajikan lebih banyak gambar dan suara.

Namun, meski dianggap membosankan blog akan tetap diminati utamanya oleh mereka yang senang membaca. Bukan sekali dua kali saya mendengar ungkapan yang seolah-olah menempatkan bloger di kasta tertinggi pengguna media sosial Indonesia. Mungkin karena dianggap bahwa menulis itu butuh effort lebih besar dari sekadar membuat caption di Instagram. Bayangkan pada saat kamu sekolah dulu. Anak yang senang membaca pasti dianggap berada di level berbeda dibanding anak yang lebih senang nongkrong dan ngobrol. Seperti itulah kira-kira yang terjadi di dunia media sosial kita.

Tapi bloger juga punya kesempatan untuk mengawinkan tulisan dengan foto atau bahkan video. Membuat sebuah artikel yang dilengkapi dengan foto dan video akan menjadikan artikelnya lebih berbobot. Apalagi bila diikutkan dalam sebuah lomba. Tentu akan lebih menarik perhatian juri. Intinya, artikel yang hanya berisi tulisan tentu akan kalah dalam hal menarik perhatian dibanding artikel yang juga berisi foto atau video.

Blog menurut saya masih akan populer di tahun 2020, tergantung bagaimana seorang bloger mampu beradaptasi dengan perubahan tren di sekitarnya. Bloger tentu tidak bisa membenci media sosial lain, tapi justru harus belajar untuk mengoptimasi blognya dengan menggunakan kesempatan bersama media sosial yang lain itu.

*****

Buat saya, perkembangan dunia blogging Indonesia di tahun 2020 ini akan relatif stagnan. Tidak naik, tapi juga tidak turun. Makin populernya media sosial Instagram maupun YouTube memberi dampak cukup siginifikan untuk menekan laju popularitas blog. Segmentasi pasar blog memang relatif lebih sempit dibanding kedua media sosial yang sedang naik daun itu. Tapi pasar yang sempit ini berarti loyalitas juga semakin tinggi. Mereka yang masih ngeblog dan masih menyenangi kegiatan membaca blog berarti orang-orang yang memang loyal pada blog. Ini jadi pasar yang menarik untuk mereka yang membutuhkan loyalitas.

Buat saya menarik untuk melihat perkembangan dunia blogging Indonesia di tahun 2020. Meski kurvanya masih relatif datar, tapi tidak menutup kemungkinan akan ada tren baru yang mengubah jalan para bloger Indonesia di tahun ini. Meski sepertinya kemungkinan itu kecil. Tapi, siapa tahu kan?

Setidaknya itu menurut saya. Bagaimana menurutk kalian? [dG]