Beda Internet di Papua dan Luar Papua
Saya sudah siap untuk mengisi webinar ketika tiba-tiba jaringan internet di Manokwari menghilang. Jaringan wi-fi dan bahkan seluar.
Dua pekan belakangan ini, tiba-tiba saja saya jadi kebanjiran webinar alias seminar via daring. Awalnya dua pekan lalu saya dikontak seseorang yang mengaku mendapatkan nomor saya dari seorang teman yang lain. Singkatnya dia meminta saya menjadi pengisi salah satu webinar yang akan diadakan oleh Kemenkominfo. Rupanya, Kementerian Komunikasi dan Informatika melakukan serangkaian seminar daring alias webinar yang diberi nama Indonesia Makin Cakap Digital. Serial webinar ini bekerja sama dengan Siberkreasi, merupakan rangkaian kegiatan dalam rangka literasi digital.
Saya langsung mengiyakan permintaan itu, apalagi karena waktunya memang tidak terlalu lama walaupun masih di jam kerja. Hanya dua jam, saya pikir tidak masalah untuk disambi. Tema yang ditawarkan kepada saya adalah: bijak di kolom komentar, sebuah bagian dari tema besar Dakwah yang Ramah di Internet.
Saya lantas menyiapkan materi yang akan saya bawakan. Sebenarnya bukan hal yang sulit karena saya juga sudah beberapa kali membawakan materi seputar literasi digital jadi seharusnya tidak begitu sulit.
Menjelang hari-H tiba-tiba sebuah kejadian tidak menyenangkan terjadi. Internet di Manokwari menghilang sekitar hari Selasa, 7 Juni 2021. Memang cuma wi-fi yang hilang, tepatnya jaringan Telkom Indihome. Keterangan resminya, wi-fi Indihome menghilang untuk sementara karena ada proses akhir pengerjaan sambungan kabel fiber optic di jalur Sarmi-Biak. Dalam proses itu, jalur repeater Sorong-Manokwari untuk sementara diputus dulu. Tapi katanya tidak akan mengganggu jaringan, walaupun itu cuma katanya karena terbukti wi-fi Manokwari putus untuk sementara.
Karena wi-fi putus maka saya memutuskan untuk pindah ke selular saja. Tethering dari handphone. Karena toh jaringan telepon juga masih lancar jaya.
Tiba-tiba Hilang
Satu jam menjelang webinar dimulai. Saya sudah siap di kamar kos, laptop sudah siap, pakaian juga sudah siap. Tiba-tiba saya baru sadar kalau sinyal internet di handphone menghilang. Bukan cuma sinyal internet, sinyal telepon pun juga menghilang. Tulisan Telkomsel berganti dengan Emergency Calls Only. Saya coba menelepon tapi tidak bisa. Muncul pesan “Not registered on network.”
“Waduh,” kata saya dalam hati. Ada perasaan galau yang tiba-tiba menyerang. Bagaimana saya bisa menjalani webinar kalau sinyal internet sama sekali menghilang? Namanya seminar daring, internet adalah penghubung utama.
Sedianya tiga puluh menit sebelum kegiatan, atau pukul 10:30 WITA saya harus stand by di ruangan webinar. Menguji audio dan video, kata panitia. Tapi hilangnya sinyal internet ini tentu membuat saya tidak bisa masuk. Bahkan untuk menghubungi panitia pun tidak bisa, padahal saya setidaknya harus memberi tahu kondisi saya supaya mereka siap dengan kemungkinan terburuk.
Pukul 10:30 WITA sudah berlalu, saya bisa membayangkan panitia pasti sudah berusaha menghubungi saya tapi tidak bisa. Saya bisa membayangkan mereka pasti panik salah satu narasumber tidak bisa dihubungi dan tidak ada di ruangan. Tapi saya tidak bisa bikin apa-apa. Saya tidak punya kuasa untuk memperbaiki jaringan. Tidak ada pilihan lain selain pasrah.
Saya mulai meninggalkan laptop yang sebenarnya sudah siap. Saya duduk sambil bengong, tidak bisa berbuat apa-apa lagi. Sampai kemudian tiba-tiba ada suara dari handphone. Itu sekitar pukul 10:45 WITA, 15 menit sebelum acara dimulai. Saya buru-buru melihat layar handphone. Ternyata sinyal internet sudah sembuh. Satu per satu pesan WhatsApp masuk, termasuk pesan dari panitia yang mempertanyakan posisi saya.
“Maaf, tadi sinyal sempat hilang,” saya membalas pesan itu sambil mulai bersiap-siap masuk ke ruangan webinar.
Alhamdulillah, saya berhasil masuk dengan lancar. Panitia dan semua narasumber yang lain sudah siap, tinggal saya yang baru bergabung. Syukur juga karena sepanjang acara sinyal tidak berulah. Meski sempat melambat, tapi tidak benar-benar hilang.
“Ini agak ironis, kita bicara soal literasi digital, tapi kami di timur Indonesia kadang masih kesulitan dengan sinyal internet. Tadi saja saya hampir tidak bisa ikut karena sinyal internet di Manokwari sempat menghilang,” kata saya ketika tiba giliran saya berbicara. Itu bukan sindiran, tapi itu realita.
Jayapura Kembali ke Zaman Batu
Apa yang saya rasakan memang cukup mengkuatirkan dan sedikit menyebalkan. Tapi, itu tidak seberapa dibanding apa yang dirasakan teman-teman di Jayapura dan sekitarnya. Per tanggal 29 Mei 2021, sinyal internet di Jayapura sempat menghilang sama sekali. Penyebabnya karena kabel fiber optic di daerah Sarmi putus yang menyebabkan sinyal internet di wilayah Kota Jayapura, Kabupaten Jayapura dan Sarmi menghilang sama sekali.
Ini bukan kali pertama. Saya pernah merasakan kondisi yang sama di tahun 2018 ketika berada di Jayapura dan tiba-tiba tidak ada sinyal. Waktu itu kabel fiber optic di lokasi yang sama juga putus dan menyebabkan sinyal internet menghilang. Beberapa hari sinyal internet benar-benar hilang sebelum oleh Telkom Group coba dibantu dengan menggunakan satelit. Sinyal internet kembali, tapi benar-benar lambat. Bahkan untuk membuka lampiran foto di WhatsApp pun susahnya minta ampun. Kondisi ini terjadi sampai sebulan lamanya sebelum kabel yang putus itu berhasil disambungkan kembali.
Lalu untuk kali kedua saya juga merasakan hal yang sama ketika kondisi di Jayapura memanas paska kejadian bernada rasis di asrama Papua di Surabaya. Waktu itu pemerintah Indonesia memang memerintahkan agar internet di Papua dipadamkan, alasannya untuk mengontrol kondisi supaya tidak semakin memanas. Jadilah kami yang saat itu hidup di Papua harus merasakan hidup tanpa sinyal internet, selama sebulan lebih.
Kembali ke zaman batu, kata teman-teman di sana.
Di saat orang lain di daerah lain dengan mudahnya mengakses internet, kami yang saat itu tinggal di Papua hanya bisa pasrah. Kami cuma bisa berkomuikasi dengan telepon dan SMS, seperti sesuatu yang biasa orang lakukan sebelum pertengahan 2004.
Bayangkan, bagaimana repotnya suasana saat itu. Pekerjaan tidak selancar biasanya, tidak bisa membuka email, tidak bisa mengirim data, tidak mudah berkomunikasi. Apalagi buat mereka yang kerjanya memang bergantung pada internet seperti supir ojek daring, atau pedagang UMKM yang berjualan di marketplace. Tidak ada internet berarti pekerjaan benar-benar tidak bisa dikerjakan dan hasilnya, penghasilan tidak bisa datang. Sial, bukan?
*****
Begitulah realita di Indonesia. Ketika daerah lain sudah berpikir jauh tentang literasi digital dan semacamnya, masih ada wilayah di Indonesia yang masih bingung dengan koneksi yang tidak lancar, atau bahkan tidak tersambung sama sekali. Indonesia memang belum merata, dan itu adalah realita. Sesuatu yang tidak bisa kita sangkal apalagi menutup mata. Entah kapan wilayah Indonesia yang begitu luas ini bisa benar-benar menikmati internet yang merata, dari kecepatan sampai stabilitas jaringan. Entah kapan. [dG]
Sepertinya di Papua sering banget begitu ya. Benar-benar kalau orang bekerja tergantung dengan sinyal bakal kerepotan. Semnat daeng. Kebayang bagaimana paniknya daeng dan panitia
saya juga pernah di ceritakan oleh teman saya yang memang asli sana tentang susahnya jaringan disana
waktu itu dia baru megang hp pas kuliah di jakarta, sekarang kita udah lost contact