Antara Leo dan Leuser

Kawasan Ekosistem Leuser Foto; Mongabay
Kawasan Ekosistem Leuser
Foto; Mongabay

Kawasan Ekosistem Leuser sedang terancam. Penurunan statusnya memungkinkan para pengusaha dan penguasa serakah untuk menjamahnya tanpa ampun.

TAHUN 1994 UNTUK PERTAMA KALINYA pria itu masuk dalam daftar nominasi peraih Oscar kategori pemeran pembantu terbaik. Kala itu dia mendapatkannya lewat film What’s Eating Gilbert Grape. Tapi dia masih sekadar menjadi nominator saja, belum beruntung meraih piala berbentuk pria berkepala gundul itu.

Lalu sebelas tahun kemudian, tepatnya di tahun 2005 dia kembali menjadi nominator. Kali ini lebih berkelas karena menjadi nominator untuk pemeran terbaik lewat film Aviator. Dia memang sudah semakin terkenal setelah salah satu filmnya menjadi box office dunia. Iya, apalagi kalau bukan Titanic yang sampai satu dekade kemudian masih sering ditayangkan di stasiun televisi nasional.

Pertama kalinya menjadi nominator sebagai artis terbaik ternyata belum berbuah keberuntungan. Dia hanya sekadar menjadi nominator, belum jadi pemenang. Lalu tahun 2007 dan 2014 dia kembali masuk nominasi. Di tahun 2007 lewat film Blood Diamond dan 2014 lewat film Wolf of The Wall Street. Tapi di dua tahun itu nasibnya masih sama, berhenti sebagai nominator. Sampai-sampai hampir seisi dunia menertawainya lewat beragam meme dan candaan tentang ketidakberjodohannya dengan piala Oscar.

Akhirnya, setelah melalui perjalanan panjang sejak dua puluh tahun lalu, pria itu berhasil juga membawa pulang piala emas berbentuk pria gundul itu. Tahun 2016 lewat film Revenant, dia menjadi nominator dan kemudian pemenang di kategori pemeran pria terbaik.

Di panggung, alih-alih berpidato dengan mengharu biru tentang bagaimana senangnya dia setelah penantian panjang selama 20 tahun lebih, dia malah berpidato tentang bumi. Iya, tentang bumi yang semakin panas, tentang semakin banyaknya hutan yang terkikis habis, tentang ancaman nyata bernama pemanasan global yang semakin menjelma tanpa kita pedulikan.

Dialah Leonardo DiCaprio, pria yang ramai dibicarakan di akhir bulan Maret 2016 karena secara terang-terangan menyatakan dukungannya untuk Kawasan Ekosistem Leuser, Sumatera.

******

Leonardi DiCaprio ketika berkunjung ke Leuser
Leonardi DiCaprio ketika berkunjung ke Leuser

SEBELUM LEONARDO DATANG KE LEUSER, saya nyaris tidak punya referensi apapun tentang tempat itu, kecuali bahwa Gunung Leuser adalah sebuah kawasan yang berada di Aceh. Kedatangan Leonardo membuat saya penasaran, apa gerangan yang membuatnya tertarik datang ke Kawasan Ekosistem Leuser. Apa dia sekadar ingin melihat gajah Sumatera? Atau penasaran merasakan sendiri sensasi hutan tropis di Sumatera?

Ternyata lebih dari itu. Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) adalah salah satu kawasan konservasi penting di dunia. Luasnya yang mencapai 2,6 juta Ha berada di antara dua provinsi di utara pulau Sumatera; Aceh dan Medan. Di Aceh, KEL berada di 13 kabupaten (Aceh Barat, Nagan Raya, Aceh Barat Daya, Aceh Selatan, Aceh Singkil, Subulussalam, Aceh Tenggara, Gayo Lues, Aceh Tengah, Bener Meriah, Aceh Utara, Aceh Timur, dan Aceh Tamiang), sementara di Sumatera Utara berada di dalam empat kabupaten (Langkat, Dairi, Karo dan Deli Serdang).

Kawasan Ekosistem Leuser yang begitu luas terhampar di utara pulau Sumatera ini membawa manfaat yang besar sekali bagi mahluk hidup. Beragam jenis tanaman dan organisme hidup damai di KEL, pun dengan beragam jenis hewan bahkan yang termasuk langka sekalipun. KEL dianggap sebagai tempat terakhir di Asia Tenggara yang bisa menjadi tempat hidup beragam spesies langka. Tentu karena ukuran dan kualitasnya.

Buat manusia, KEL juga tidak terhitung jasanya. Selain menjaga pasokan air yang menghidupi sekitar empat juta warga yang hidup di sekitarnya, KEL juga berfungsi untuk menjaga iklim dan mencegah bencana yang bisa menghilangkan nyawa manusia.

Tapi cerita tentang fungsi dan manfaat dari KEL itu ternyata tidak berarti apa-apa bagi sebagian orang, utamanya pemegang kekuasaan. Status KEL yang ditingkatkan menjadi menjadi Kawasan Strategis Nasional berdasarkan PP No. 28 Tahun 2008 rupanya tidak bertahan lama. Adanya konflik kepentingan antara daerah dan pusat membuat pemerintah Aceh menghapus KEL dari kawasan strategis nasional. Di Qanun RTRW Nomor 19 tahun 2013 itu KEL sudah tidak termasuk dalam lima kawasan strategis nasional. Ini artinya status KEL menjadi tidak penting lagi, siapa saja boleh masuk ke sana untuk berbuat apa saja.

Siapa saja, termasuk pengusaha sawit atau pengusaha lainnya. Bahkan para penebang liar.

Salah satu buktinya, Pemerintah Aceh Tamiang sudah memberikan Izin Lingkungan kepada PT. Tripa Semen Aceh untuk membangun pabrik semen dan penambangan seluas 2.549,2 hektare itu berada di Kampung Kaloy, Kecamatan Tamiang Hulu, Kabupaten Aceh Tamiang, Aceh. Izin tersebut dikeluarkan melalui Keputusan Bupati Bupati Nomor 541 tahun 2016. Areal penambangan itu masuk ke dalam KEL.

Lahan sawit yang dimusnahkan Foto; Mongabay
Lahan sawit yang dimusnahkan
Foto; Mongabay

Atas izin tersebut, Wahana Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh melayangkan gugatan ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN) Banda Aceh, Kamis (28/7/2016), dengan nomor 25/G/2016 PTUN.BNA. Pertimbangan mereka tentu jelas, memberi ruang kepada pabrik semen untuk melakukan penambangan di dalam KEL tentu akan membawa dampak buruk bagi keseimbangan alam di sekitar KEL maupun daerah lainnya di masa yang akan datang.

Sementara itu, Masyarakat Aceh tergabung dalam Koalisi Gerakan Rakyat Aceh Menggugat (Geram) telah mengajukan gugatan warga (citizen lawsuit) ke Pengadilan Negeri Jakarta Pusat. Mereka menggugat Qanun RT/RW Aceh nomor 19 tahun 2013 yang tidak memasukkan KEL sebagai kawasan strategis.

Para penggugat dari GERAM
Para penggugat dari GERAM

Hilangnya KEL dalam daftar kawasan strategis di Aceh disinyalir sebagai usaha untuk memfasilitasi kepentingan ekonomi beberapa pihak. Penurunan status KEL berarti membuka pintu selebar-lebarnya bagi pengusaha yang butuh lahan lebih luas untuk mengembangkan ketamakannya. Dengan uang yang seperti tak punya nomor seri mereka bisa merayu pemegang kekuasaan untuk menerbitkan izin tambang atau izin membuka lahan kelapa sawit.

Bayangkan kalau para pengusaha itu sudah kongkalikong dengan penguasa. Lalu mereka dengan ketamakan tanpa batas mulai merambah daerah KEL. Membangun pabrik, tambang dan kebun kelapa sawit. Belum lagi mereka yang membalak secara liar tanpa izin. Kiamat kecil di bumi Sumatera bahkan Indonesia hanya soal waktu.

*****

LEONARDI DICAPRIO DATANG JAUH-JAUH melintasi samudera untuk melihat langsung Kawasan Ekosistem Leuser. Dia paham betul apa yang terjadi di sana, tentang ancaman yang seperti mengintai tak jauh dari kita. Hari ini KEL mungkin masih ada, tapi dengan statusnya yang tak lagi dianggap sebagai kawasan strategis nasional maka kehancuran mungkin hanya soal waktu.

Leonardo memanfaatkan popularitasnya untuk menggugah kesadaran orang. Dia memukul gong yang membuat orang banyak jadi memalingkan wajahnya ke Kawasan Ekosistem Leuser. Setidaknya kita tahu sedikit apa yang sebenarnya terjadi di sana.

Sawit di mana-mana, di mana-mana sawit
Sawit di mana-mana, di mana-mana sawit

Saya sudah banyak melihat alam yang menangis karena ulah manusia. Ketika berkunjung ke Jambi dan Riau saya melihat hamparan kebun sawit yang menggantikan hutan tropis yang hijau. Sejauh mata memandang hanya ada kebun sawit. Di Kalimantan Utara, hutan-hutan dirambah untuk diubah menjadi tambang batubara.

Di Sulawesi, hutan-hutan dirambah, diratakan dengan tanah lalu diganti dengan pongahnya pabrik yang cerobongnya tak henti-hentinya memuntahkan asap hitam. Jangan sampai daftar itu menjadi semakin panjang dengan diturunkannya status Kawasan Ekosistem Leuser.

Mengingat pentingnya keberadaan ekosistem dan keanekaragaman hayati, maka sudah seharusnya pemerintah memberikan perlindungan serta payung hukum yang bisa menjamin keberlangsungannya di masa depan. Di Aceh, Kawasan Ekosistem Leuser (KEL) adalah mata rantai utama bagi lingkungan sekitarnya. Upaya untuk melindunginya harus ditempuh dengan tetap memasukkannya dalam perencanaan ruang, serta tidak menurunkan statusnya karena pertimbangan pragmatis.

Kalau Leonardi DiCaprio menunggu lama sebelum bisa meraih piala Oscar-nya yang pertama, maka kita sepertinya tidak harus menunggu lama datangnya bencana, bila Kawasan Ekosistem Leuser dibiarkan jatuh ke tangan para pengusaha dan penguasa berwatak jahat.

Selamatkan Leuser! [dG]