Kenangan Yang Menghangatkan Sebuah Grup Chat

Namanya membincangkan kenangan, tentu sangat menyenangkan. Tidak terkecuali untuk beberapa anggota sebuah grup WhatsApp. Kenangan membuat mereka begitu ramai bersahut-sahutan.


Tren fesyen 80an

SEBENARNYA KENAPA SIH POSTINGAN KALI ini tentang kenangan lagi? Setelah sebelumnya membuat postingan tentang lagu rock yang membawa kenangan masa remaja, kali ini temanya kembali tentang kenangan. Lebih spesifik lagi kenangan akhir 80an dan awal 90an. Tapi kenapa? Apakah karena saya sedang mellow dan tiba-tiba teringat kenangan masa lalu?

Jawabannya adalah tidak. Semua murni kebetulan.

Kalau postingan sebelumnya terinspirasi dari postingan Eka, maka postingan kali ini terinspirasi dari obrolan panjang di sebuah grup percakapan WhatsApp.

Entah siapa yang memulai, tahu-tahu topiknya menghangat tentang kenangan masa tahun 80an dan 90an serta berakhir di awal 2000an. Ada banyak topik yang dibincangkan. Dari televisi tabung, acara televisi, musik, program televisi sampai tokoh-tokoh internasional di zaman itu. Para opa dan oma serta om dan tante di grup itu tiba-tiba menjadi sangat hiperaktif.

Saya sebagai salah satu anggoa vintage – untuk menghaluskan kata tua – di grup itu tentulah termasuk salah seorang yang aktif menimpali obrolan. Grup memang tiba-tiba menjadi sangat aktif, bahkan jumlah percakapannya sampai melebihi angka 1.000 dan membuat admin grup – yang sebenarnya juga tante-tante, tapi kayaknya tidak mau mengaku– mengancam untuk mengeset grup menjadi admin only.

Memang sih, kasihan ponakan-ponakan dan adek-adek yang bahkan belum direncanakan lahir ketika topik yang dibahas di grup itu sedang jadi tren.

Tapi sebenarnya apa sih yang dibincangkan opa-oma, dan om-tante itu? Saya coba meringkasnya. Mungkin kalian yang sudah vintage juga bisa merasa related dengan topik kami malam itu.


Tv dengan pintu harmonika

#1. Televisi Dengan Gorden.

Anak-anak sekarang mungkin hanya tahu televisi LED yang super ramping itu. Mereka tidak tahu kalau ada masa ketika pendahulu mereka harus menyaksikan tayangan televisi dari sebuah kotak yang benar-benar kotak. Besarnya tidak kira-kira, panjangnya bisa satu meter lebih dengan lebar sampai 50an cm. Hebatnya lagi, televisi model ini dilengkapi dengan gorden dari kayu di bagian depannya yang membuatnya mirip pintu ruko. Kalau pintunya ditutup, televisinya akan mati sendiri. Hebat ya?

Di atas televisi ini biasanya ada sebuah vas bunga plastik yang dilengkapi dengan taplak meja. Jangan tanya beratnya ya? Naudzubillah pokoknya. Ini juga yang membuat televisi ini jarang dicuri orang. Lah, siapa juga yang mau repot-repot mengangkatnya keluar rumah lewat jendela? Bukannya dapat untung, malah pinggang bisa patah. Rugi bandar.

Oh iya, merek paling banyak yang dipunyai orang waktu itu adalah National Quintrix. Dan zaman itu ada yang namanya iuran TV yang dibayarkan tiap bulan dengan nominal berdasarkan besar televisi kita.


“De siks” kata orang rumah saya

#2. The Six Million Dollar Man, dkk.

Sebelum Indonesia punya stasiun televisi swasta, TVRI yang adalah stasiun televisi milik pemerintah adalah satu-satunya pilihan. Pertama kali muncul tidak langsung 24 jam seperti sekarang, tapi beberapa kali seminggu dan itupun dimulai dari sore hari hingga tengah malam.

Saya ingat betul, di kampung kami di akhir tahun 1970an keluarga kami salah satu orang pertama yang punya televisi. Sebuah televisi hitam putih yang diberikan almarhum nenek. Televisi itu dengan cepat jadi perbincangan di kalangan tetangga.

“Wah, radionya bagus. Ada gambarnya,” begitu kata ibu menirukan omongan tetangga kala itu. Saya masih terlalu kecil untuk mengingatnya.

Baca juga: TVRI Dalam Kenangan

Tapi, saya ingat betul setiap kali TVRI mengudara, ruang tengah kami yang memang luas itu akan diisi oleh tetangga yang berkumpul lengkap dengan sarung mereka. Mereka duduk bersila di depan televisi hitam putih 12” itu. Saya tidak ingat detail yang mereka lakukan, tapi pastinya mereka asyik menikmati tayangan televisi.

Salah satu yang jadi favorit waktu itu adalah film seri “The Six Million Dollar Man”, yang berkisah tentang seorang astronot bernama Steve Austin yang menderita luka serius karena kecelakaan dan berhasil dihidupkan kembali menjadi seseorang dengan kekuatan super. Film buatan tahun 1976 ini sangat populer dan ditunggu-tunggu penayangannya.

Lalu ada juga serial dengan tema yang sama, tapi dengan tokoh perempuan berjudul “Bionic Woman”. Tapi khusus untuk saya, saya kurang ingat dengan film yang ini.

Film lain yang banyak dibahas teman-teman di grup malam itu adalah; Remington Steel (yang mempopulerkan nama Pierce Brosnan), CHiP’s, Twin Peaks, Quantum Leap, Time Trax, Beverly Hills 9210, Litle House on Praire, Bonanza, Little Missy, Melrose Place, Friday The 13th, Dawson’s Creek, The Cosby Show, Full House dan tentu saja Friends.

Judul-judul itu pasti membunyikan bel di kepala kalian, bukan?


Yasir Denhas, favorit saya

#3 Dunia Dalam Berita

Dari dulu saya sudah suka sejarah dan pengetahuan umum, dan Dunia Dalam Berita adalah salah satu acara favorit saya. Lewat acara ini saya bisa mengenal banyak tokoh dunia dan tahu apa yang sedang terjadi di luar sana.

Saya akrab dengan nama-nama seperti Ronald Reagan, Mikhail Gorbachev, Margaret Thatcher, Francois Mitterand, Helmut Kohl, Benazir Bhuto, Rajiv Gandhi, Yasser Arafat, Benjamin Netanyahu dan banyak lagi pemimpin dunia. Saya pun paham apa itu NATO, OPEC, atau Pakta Warsawa, padahal waktu itu saya masih SD. Luar biasa juga saya ya? #eh

Untuk penyiar Dunia Dalam Berita, nama yang paling melekat buat saya adalah Yasir Denhas dengan suara yang khas.

Selain Dunia Dalam Berita, satu lagi tayangan yang begitu membekas yaitu; Laporan Khusus. Tayangan ini biasanya hadir selepas Dunia Dalam Berita, berisi laporan dari sebuah acara resmi yang dihadiri bapak presiden. Setiap bulan ada juga tayangan rapat Ekuin (Ekonomi Keuangan dan Industri) yang hasilnya dipaparkan oleh duet menteri penerangan Hamoko dan menteri sekretaris negara Moerdiono.

“Sesuai dengan instruksi bapak presiden….” Kata Harmoko dengan nada khas.

Sialnya, acara ini artinya memperlambat tayangan film lepas yang sudah dinanti-nantikan selepas Dunia Dalam Berita. Untuk anak kecil yang tinggal di wilayah Waktu Indonesia Bagian Tengah, menyaksikan Laporan Khusus yang super membosankan itu adalah ujian berat demi menyaksikan film yang ditunggu.

Saya sering gagal melaluinya.


Mike Kasem, you are the man!

#4 Musik Jadul

Kalau tidak salah, topik ini jadi pembuka obrolan penuh nostalgia malam itu. Bermula dari obrolan tentang MTV yang tayangannya dibeli stasiun televisi swasta Indonesia pada pertengahan tahun 1990an.

Menyebut MTV zaman dulu berarti siap-siap dengan nama seperti Mike Kasem, Nadya Hutagalung, Jamie Aditya, Shanti dan sederet nama VJ lainnya. Nama-nama mereka dan tayangan video musik yang mereka hadirkan adalah trend setter kala itu. Tidak sedikit anak-anak muda yang kemudian mencoba meniru gaya para penyanyi atau VJ MTV. Pokoknya lo gak gaol kalau gak nonton MTV.

Sebelum era MTV hadir, atau tepatnya di zaman TVRI masih berjaya sendirian, trend setter musik dalam negeri hadir lewat acara seperti Selekta Pop dan Album Minggu Ini. Dua acara ini paling ditunggu oleh penikmat musik dalam negeri, karena lewat kedua acara inilah kita bisa tahu lagu apa yang baru, atau video musik apa yang baru. Eh, jangan lupakan juga mata acara kerjasama TVRI dan ABRI yang bernama Kamera Ria.


Ngeceng dengan kekuatan penuh, sepatu roda dan radio tape

#5 Ngeceng dan Ajojing

Tema ini sempat dibahas, tapi hanya sepintas. Tidak sempat dibahas penuh tentang istilah yang lagi jadi tren di tahun 80an dan 90an. Dua istilah di atas hanya salah duanya. Ngeceng adalah untuk menampilkan diri di tempat umum. Di zaman itu karena tempat berkumpul yang trendy belum seperti sekarang, jadi biasanya orang ngeceng di tepi jalan. Kadang cuma sekadar duduk-duduk kosong sambil mengamati lawan jenis yang melintas, kadang juga dilengkapi dengan beratraksi di sepeda BMX atau sepatu roda.

Sementara ajojing, ini istilah lama untuk disko. Jauh sebelum istilah clubbing ada, ajojing sudah lebih dulu terkenal dan dipakai kawula muda 80an. Sekarang istilah ini sudah sangat jarang didengar, ya?

*****

KIRA-KIRA ITULAH LIMA TOPIK UTAMA yang meramaikan grup chat malam itu. Namanya nostalgia, memang sangat efektif untuk mengundang ketertarikan, khususnya buat mereka kaum vintage. Obrolan nostalgia seperti ini langsung melambungkan ingatan mereka pada masa belasan atau puluhan kilogram yang lalu, ketika mata masih tajam dan rambut belum rontok.

Bagaimana dengan kamu? Punya kenangan sendiri untuk masa 80an dan 90an? [dG]