“Sesuai Dengan Arahan Bapak Presiden”

Menteri yang terkenal dengan rambut kelimis dan pakaian rapinya ini akhirnya berpulang. Kisah kejayaannya di masa Orde Baru akan tetap dikenang.

Bagi anak SD tahun 80-an sampai pertengahan 90-an, bapak dengan rambut kelimis dan baju safari itu adalah sosok yang sangat dikenal. Salah satu yang sangat dikenal. Kehadirannya kerap menghiasi malam-malam kami minimal sekali sebulan, biasanya di awal bulan. Selepas acara Dunia Dalam Berita – disiarkan pukul 22:00 WITA – bapak ini biasanya hadir dalam acara Laporan Khusus. Laporan Khusus ini berisi pemaparan hasil rapat Ekuin alias Ekonomi, Keuangan, dan Industri yang dipimpin langsung oleh bapak presiden daripada Soeharto.

“Sesuai dengan arahan bapak presiden,” kata lelaki berambut kelimis itu. Dia menjabat sebagai Menteri Penerangan akan menyampaikan hasil rapat bulanan yang dipimpin oleh bapak Presiden.

Dari mulutnya akan meluncur berbagai data-data yang dibahas di rapat. Mulai dari data kenaikan progress ekonomi Indonesia, sampai data harga-harga bahan pokok. Semua tertata rapi, meski untuk ukuran anak SD sangat membosankan.

Kami biasanya harus menahan kantuk sambil berharap pemaparannya selesai. Selepas acara itu biasanya akan ada film-film seri yang memang sudah kami nantikan. Jadi bisa dibayangkan betapa beratnya kami menahan kantuk sampai acara itu selesai.

Harmoko, Menteri Andalan Daripada Soeharto

Namanya Harmoko, salah satu menteri yang paling dekat dengan Presiden Soeharto. Lelaki yang mengawali karir sebagai wartawan ini menjabat sebagai Menteri Penerangan selama tiga Kabinet Pembangunan, mulai dari Maret 1983 sampai Juni 1997. Itu sudah cukup memberi bukti betapa dia sangat dipercaya oleh daripada Soeharto. Oleh orang yang tidak menyukai Soeharto, Harmoko diplesetkan sebagai kepanjangan dari: hari-hari omong kosong.

Memulai karir sebagai wartawan, Harmoko memang punya banyak kemampuan dalam hal komunikasi massa. Meski hanya lulusan SMA, namun pengalaman sebagai wartawan hingga menjadi ketua Persatuan Wartawan Indonesia benar-benar membentuk kepribadian Harmoko. Apalagi dia memang punya sifat yang sangat mudah bergaul.

Di zaman Orde Lama, Harmoko adalah seorang wartawan yang kritis. Dia sudah mengalami nasib suram ketika medianya dibredel pemerintahan Orde Lama, hingga membuat dia harus berjualan di depan stasiun Gambir.

Masuk ke zaman Orde Baru, karir kewartawanan Harmoko semakin melejit. Bersama kawan-kawannya dia membangun koran Pos Kota di tahun 1970. Koran ini menyasar kalangan menengah ke bawah dengan karakter yang berbeda dari koran-koran yang ada waktu itu.

Kalau sebagian besar koran yang terbit waktu itu menggunakan format yang rapi dengan bahasa yang tertata, maka Pos Kota hadir dengan format berbeda. Pos Kota menggunakan judul yang unik dan tidak seperti biasanya. Judulnya panjang, dan menarik perhatian. Ada kata-kata kepala terpotong, perempuan diperkosa, dan judul lain yang menarik perhatian pembaca, khususnya pembaca kalangan menengah ke bawah.

Koran Pos Kota benar-benar mengantarkan karir Harmoko ke puncak. Salah satunya adalah membuat dia menjadi ketua PWI Pusat selama dua periode sejak 1973. Posisi sebagai ketua PWI itu membuatnya kemudian akrab dengan penguasa, hingga akhirnya diangkat menjadi Menteri Penerangan.

Buzzer Terbaik Daripada Soeharto

Selama menjadi Menteri Penerangan, fungsi Harmoko menjadi sangat vital. Dia bertugas menciptakan citra daripada Soeharto dan menjaga citra tersebut. Demi menjalankan tugas itu, Harmoko bekerja keras dengan memanfaatkan kemampuannya menguasai komunikasi massa. Harmoko juga mencetuskan beberapa kegiatan yang sangat membantu popularitas dan citra presiden daripada Soeharto.

Salah satu kegiatan yang sangat disukai oleh Soeharto adalah Kelompok Pendengar, Pembaca, dan Pemirsa (Kelompencapir). Kegiatan ini adalah semacam Cerdas Cermat dengan peserta para petani dan nelayan. Isi pertanyaannya tentu saja seputar pembangunan di kampung dan desa. Yah tidak jauh-jauh dari promosi keberhasilan pembangunan pemerintahan Orde Baru.

Harmoko dan Kelompencapir

Kegiatan lain yang juga sangat digemari Soeharto adalah kegiatan Safari Ramadan. Kegiatan ketika sepanjang Ramadan, Harmoko akan berkeliling Indonesia, menemui banyak pihak, mempromosikan kerja-kerja pemerintahan Orde Baru sambil tidak lupa mempromosikan Golkar, organisasi yang juga sempat dipimpinnya, organisasi yang jadi tulang punggung kekuasaan Soeharto.

Tahun 1993, Harmoko bisa menjadi Ketua Umum Golkar dan menjadi orang sipil pertama yang menduduki jabatan itu. Sebelumnya, jabatan Ketua Umum Golkar selalu dipegang oleh orang militer yang adalah orang-orang kepercayaan daripada Soeharto.

Ada cerita yang entah benar entah tidak tentang masa ketika Harmoko menjalani fit and proper tes oleh Soeharto sebelum diangkat menjadi menteri. Konon, semua calon menteri ditanya, “Berapa satu ditambah dua?” Beberapa orang calon menteri menjawab tiga, ada yang menjawab empat, dan lain-lain. Harmoko, ketika ditanya pertanyaan yang sama spontan menjawab, “Terserah bapak presiden.” Sebuah jawaban yang menyiratkan betapa Harmoko siap bekerja ABS, Asal Bapak Senang.

Pokoknya di zaman itu, Harmoko adalah buzzer terbaik pemerintahan Orde Baru

Dibenci Oleh Daripada Soeharto

Menjelang senja kala Orde Baru, Harmoko sempat disingkirkan. Dari jabatan Menteri Penerangan, Harmoko digeser menjadi Menteri Negara Urusan Khusus. Jabatan yang tidak terlalu strategis. Beruntung karena dia kemudian terpilih sebagai ketua DPR/MPR tahun 1997. Jabatan itu pula yang menyelamatkan karirnya.

Jabatan itu pula yang digunakan Harmoko untuk menemui Soeharto selepas Pemilu dan mengucapkan kalimat, “Rakyat masih menginginkan Bapak menjadi presiden,” Soeharto masih mempercayainya, dan kembali mempertahankan posisinya sebagai presiden.

Namun, hanya dalam waktu dua bulan ketika gerakan reformasi bergelora di Indonesia, Harmoko kembali menemui Soeharto. Kali ini, dia membawa pesan dari rakyat yang meminta Soeharto untuk mundur. Sebuah permintaan yang membuat Soeharto murka. Dia yang memulai, dia juga yang mengakhiri, mungkin begitu pikir Soeharto kala itu.

Mungkin ini juga yang membuat Harmoko – bersama BJ Habibie – menjadi dua orang yang sangat tidak ingin ditemui Soeharto bahkan menjelang kepergiannya. Soeharto dan keluarganya menganggap kedua orang ini sebagai penghianat dan tidak termaafkan.

Entah apa yang ada dalam kepala Harmoko, tapi dia berhasil membuktikan diri sebagai seorang oportunis sejati. Kemampuannya menguasai komunikasi massa, menjalin hubungan dengan banyak kalangan, dan memanfaatkan beragam kesempatan membuatnya mampu bercokol di lapisan atas pemerintahan Indonesia.

Ketika Soeharto turun dan terus menerus menghadapi tuntutan hukum, Harmoko seperti bebas. Tidak tersentuh hukum, dan bahkan mungkin tidak dicurigai sedikit pun. Di dalam Golkar (yang sekarang menjadi Partai Golkar), namanya tetap harum. Tetap dikenang sebagai tetua partai yang dihormati. Kurang apalagi bukti yang menunjukkan betapa hebatnya Harmoko memanfaatkan kesempatan dan kemampuannya?

*****

Tanggal 4 Juli 2021 kemarin, Harmoko berpulang ke Rahmatullah. Perjalanan karir dan kehidupannya akhirnya menemui ujung. Di masa Orde Baru, Harmoko dikenal khalayak ramai sebagai seorang petinggi Orde Baru yang disegani. Punya kuasa besar, dan tentu saja dekat dengan penguasa besar. Harmoko dengan kementerian yang dipimpinnya bisa menutup media massa yang dianggap melawan pemerintah. Tidak ada yang berani membantahnya, karena apa kata Harmoko adalah apa kata pemerintah.

Harmoko dengan kalimat, “Sesuai dengan instruksi bapak Presiden,” adalah salah satu warna dalam perjalan politik negeri ini. Meski riak-riak menggulung sisa-sisa Orde Baru sempat menggelora di Indonesia, namun Harmoko bisa tetap tenang di usia tuanya. Nyaris tak terdeteksi, namun tetap dikenang jejaknya. [dG]