Demensia dan Blogging, Apa Hubungannya?

 

Mengenal salah satu penyakit yang menyerang otak dan membuat penderitanya kehilangan sebagian besar fungsi otaknya. Sebuah penyakit yang buat saya cukup mengerikan.


Nader dan ayahnya yang menderita demensia

Salah satu film favorit saya adalah  A Separation. Sebuah film Iran yang dibesut oleh sutradara bernama Asghar Farhadi (penulis skenario sekaligus produser film ini). Film bertema keluarga yang dikemas dengan apik, dengan jalan cerita sederhana yang dekat dengan kehidupan orang biasa, dengan sinematografi yang mengejutkan serta yang paling berkesan buat saya adalah ending yang mampu membuat saya terhenyak dan berucap; Apa-apaan ini?

Film ini terpusat pada tokoh utama bernama Nader dan istrinya yang bernama Simir serta anak perempuan mereka yang bernama Termeh. Mereka bertiga ini yang jadi pusat cerita dengan tambahan kehadiran tokoh lain seperti Razieh, ibu muda yang menjadi pembantu Nader dan ayah Nader yang akhirnya turut berperan penting dalam cerita ini.

Ayah Nader (yang tidak pernah disebut namanya) adalah pengidap demensia. Saking parahnya sampai dia butuh bantuan orang lain untuk mengurus hidupnya. Dia tidak bisa buang air sendiri – kadang bahkan buang air di celana, tidak bisa makan sendiri, bahkan kadang sampai berjalan sendiri keluar rumah, tak tentu arah dan tidak tahu jalan pulang. Benar-benar seperti anak kecil. Razieh yang disewa Nader untuk merawat ayahnya itu sampai merasa kesulitan, dan pangkal masalah dalam film ini hadir dari kerepotan Razieh tersebut.

****

Tapi, kenapa saya tiba-tiba teringat pada film keluaran tahun 2011 itu? Pangkalnya adalah sebuah artikel di Halodoc tentang demensia yang saya baca beberapa waktu lalu. Menurut tautan itu, demensia adalah sebuah sindrom yang berkaitan dengan penurunan kemampuan fungsi otak, seperti berkurangnya daya ingat, menurunnya kemampuan berpikir, memahami sesuatu, melakukan pertimbangan, dan memahami bahasa, serta menurunnya kecerdasan mental. Sindrom ini banyak terjadi pada orang berusia 65 tahun ke atas.

Masih dari tautan yang sama, disebutkan kalau penyebab demensia adalah kerusakan pada sel saraf otak di bagian tertentu, sehingga menurunkan kemampuan berkomunikasi dengan saraf tubuh lainnya, dan mengakibatkan kemunculan gejala sesuai dengan area otak yang mengalami kerusakan. Demensia ada dua macam, ada demensia yang berkembang secara progresif dan ada yang menyerupai demensia yang terjadi karena reaksi tertentu dan dapat ditekan. Demensia progresif terjadi karena kerusakan saraf otak tertentu dan terus memburuk seiring waktu. Kondisi demensia seperti ini tidak bisa disembuhkan secara tuntas. Salah satu bentuk demensia progresif adalah alzheimer.

Selama ini saya sudah pernah mendengar tentang alzheimer. Tapi hanya sekadar tahu dan tidak pernah mencari tahu lebih jauh. Tadinya malah saya mengira alzheimer dan demensia adalah dua hal yang berbeda. Tapi ternyata saya salah, alzheimer adalah salah satu bentuk dari sindrom demensia.

Membaca-baca tentang demensia di Halodoc ini serta mengingat kembali adegan-adegan di film A Separation tidak urung membuat saya agak gimana gitu. Demensia bisa menyerang siapa saja, tidak peduli latar belakang kehidupannya. Mau dia orang kaya, orang miskin, laki-laki, perempuan, pro pemerintah, oposisi, semua bisa kena. Ketika terkena demensia, maka kehidupan normalnya sirna. Berganti dengan kehidupan baru yang membuatnya harus bergantung sepenuhnya pada orang lain. Buang air harus dibantu, makan harus dibantu, bahkan tidak bisa lagi berjalan-jalan sendirian karena bisa-bisa tersesat dan fotonya berakhir di media sosial dengan caption: Twitter please do your magic. Kakek/nenek saya telah hilang bla bla bla.

Sungguh sebuah kondisi yang menyeramkan. Setidaknya buat saya.

Faktor risiko demensia beragam. Usia tentu jadi faktor utama, selain faktor lain yang tidak bisa dikontrol seperti faktor kesehatan keluarga serta masalah kesehatan ringan. Selain faktor yang tidak bisa dikendalikan itu, ada juga faktor yang masih bisa dikendalikan seperti kebiasaan merokok, mengonsumsi alkohol, sleep apnea, diabetes, obesitas, kolesterol tinggi, hipertensi, dan aterosklerosis (penumpukan lemak pada dinding arteri). Kalau melihat daftar itu, sepertinya saya cukup punya risiko juga*doh*.

Ada beberapa cara yang bisa ditempuh untuk mengurangi risiko terkena demensia di usia lanjut. Di antaranya berhenti merokok, mengurangi konsumsi alkohol, menjaga asupan nutrisi, menjaga berat badan, meningkatkan asupan vitamin D, menjaga tekanan darah, kolesterol dan gula darah, menghindari cidera di kepala, dan melatih otak. Khusus di bagian melatih otak ini caranya dengan banyak-banyak membaca, mengisi teka teki silang, dan menulis.

Hmm, menulis bro and sist.

Menulis adalah proses yang membuat otak kita terus bekerja. Selain bekerja untuk menyusun kalimat dan mengirimkan perintah ke tangan untuk mengetik, otak juga bekerja untuk mencerna beragam informasi yang dibutuhkan ketika menulis. Nah, zaman sekarang pekerjaan menulis bukan lagi pekerjaan atau kebiasaan yang hanya boleh dilakoni kaum intelektual atau sastrawan saja. Punya laptop atau smartphone dan jaringan internet sudah bisa membuatmu jadi penulis. Bentuknya saja yang berbeda. Kamu – dan saya – mungkin belum punya karya tulisan dalam bentuk buku, belum punya tulisan yang dimuat di majalah atau koran. Tapi, kita semua bisa menjadi penulis di blog. Menjadi blogger juga penulis, bukan?

Menulis secara rutin di blog saya percaya bisa mengurangi risiko demensia. Karena secara rutin pula otak kita akan terus terlatih. Seperti yang dibilang di artikel yang di atas tadi, otak yang terus terlatih bisa mengurangi risiko demensia. Pun, dengan ngeblog kita bisa dapat banyak efek positif. Tak usahlah saya ceritakan di sini, kalian pasti sudah tahu apa saja efek positif dari ngeblog kan?

So, kalau kalian mau tetap cerah ceria di usia lanjut, tidak butuh bantuan orang untuk buang air dan makan, bisa jalan-jalan dengan bebas tanpa takut tidak tahu jalan pulang, maka jaga kesehatan dan tetaplah melatih otak. Salah satunya dengan apa sodara-sodara? Dengan ngeblog! Yak betul sekali. Jadi, marilah kita ngeblog, biar demensia tak mendekat.[dG]