Agar Lebih Paham Isu Disabilitas
Catatan singkat tentang kegiatan peningkatan pemahaman isu disabilitas.
Sekilas tidak ada yang berbeda dari lelaki itu. Tubuhnya agak tambun, berkulit terang, dengan kacamata di depan matanya yang agak sipit. Namanya Phieter. Dia baru terlihat berbeda ketika berbicara. Ketika kebanyakan dari kita berbicara dengan suara dari mulut, dia berbicara dengan gerakan tangan, bahasa isyarat. Phieter adalah penyandang tuli yang jadi salah satu pembicara di kegiatan yang saya ikuti beberapa minggu lalu.
Kegiatan itu adalah kegiatan yang bertujuan untuk meningkatkan pemahaman tentang isu disabilitas, utamanya disabilitas sensorik. Buat yang belum tahu, disabilitas sensorik ini adalah keterbatasan fungsi pada panca indera seperti penglihatan, pendengaran, dan bicara. Selain disabilitas sensorik, ada juga disabilitas fisik, disabilitas intelektual, dan disabilitas mental.
Hari pertama diawali dengan pemahaman mendasar tentang isu disabilitas. Salah satunya adalah bagaimana berinteraksi dengan teman-teman disabilitas sensorik. Misalnya bagaimana ketika berinteraksi dengan teman buta. Hal pertama adalah memperkenalkan diri sekaligus memberikan detail fisik kita dan di sebelah mana kita berdiri atau duduk. Ini penting untuk memberi mereka gambaran siapa yang mengajak mereka berbicara, bagaimana gambarannya, dan di posisi mana dia berdiri atau duduk.
Oh iya, penting juga untuk tahu kalau teman-teman ini lebih nyaman disebut teman buta atau netra daripada tuna netra. Begitu juga teman-teman tuli, mereka juga tidak nyaman disebut tuna rungu. Alasannya, kata tuna netra atau tuna rungu itu adalah istilah medis yang menggambarkan ketidakmampuan dan ketidakberdayaan.
Belajar Merasakan Hambatan Teman Disabilitas
Dalam pelatihan ini, selain diberikan pemahaman tentang isu dan kondisi teman disabilitas, kami juga diajak untuk merasakan langsung hambatan-hambatan yang dialami oleh teman disabilitas dalam kehidupan sehari-hari.
Salah satunya, kami diajak untuk merasakan simulasi membantu dan dibantu. Satu orang berperan sebagai teman buta, menutup mata sampai benar-benar gelap, lalu seorang lagi berperan sebagai pembantu yang akan menuntun mereka melakukan satu kegiatan atau menuju ke satu titik.
Beberapa catatan ketika akan membantu atau menemani teman buta adalah:
- Pastikan memperkenalkan diri apabila memang belum kenal sebelumnya. Sentuh bahu mereka secara perlahan bila memang dibutuhkan.
- Pastikan juga mereka benar-benar membutuhkan bantuan, jadi jangan lupa untuk menawarkan diri dan bukan langsung membantu tanpa tahu apakah mereka memang butuh bantuan atau tidak.
- Bila menuntun mereka, kaitkan satu tangan mereka ke lengan atas kita dekat dengan siku. Seperti menggamit. Ini penting, karena mereka lebih bisa merasakan posisi kita yang menuntun, kecepatan jalan, dan lain-lain. Ini berbeda dengan misalnya ketika tangan mereka ditempatkan di bahu. Sesuaikan juga kecepatan jalan kita dengan kecepatan jalan mereka. Tanyakan apakah kita terlalu cepat atau terlalu lambat.
- Jangan pernah menuntun teman buta dengan memegang tongkat mereka. Tongkat bagi mereka adalah mata, dan kamu tentu tidak senang ketika mata kamu disentuh orang lain kan?
- Pastikan kamu memberikan detail atau gambaran suasana di depan yang akan dilewati. Misalnya, βHati-hati, di depan sekitar 3 meter lagi ada pintu sempit.β Ini membuat mereka lebih siap.
- Mereka sangat bergantung pada penggambaran visual, karena itu bila dibutuhkan terangkan keadaan sekitar. Misalnya ketika akan menawarkan makanan, sebutkan makanan apa yang ada, di sebelah mana, apakah ada cabe atau sambal, apakah ada minuman panas, dan sebagainya.
Selain praktik itu, ada praktik lain juga yang kami lakukan yaitu praktik menikmati video pendek dengan menutup mata. Satu orang menutup mata, dan satu lagi berperan sebagai pembisik. Si pembisik ini akan menjelaskan apa yang ada di layar dengan deskripsi sedetail mungkin. Praktik ini memberikan gambaran bagaimana hambatan yang kerap dialami teman-teman buta dan bagaimana kita kadang luput menyediakan informasi yang mudah diakses oleh mereka. Termasuk informasi di media sosial atau di internet.
Belajar Berinteraksi Dengan Teman Tuli
Di hari kedua kami berinteraksi dengan teman tuli. Ada Phieter yang membagikan banyak hal. Dia adalah penyandang tuli yang aktif di @beriuh.podcast. Phieter membuka dengan menceritakan tentang budaya tuli. Dia menyadarkan kami β atau mungkin saya β bahwa sebenarnya tuli itu bukan ketidakberdayaan, hanya berbeda saja. Mereka punya bahasa sendiri untuk berinteraksi, sama dengan misalnya kita tidak bisa mengerti orang Rusia yang mengobrol dengan sesamanya orang Rusia.
Phieter memberikan beberapa tips berinteraksi dengan orang-orang tuli. Mereka tentu lebih banyak bergantung pada visual atau tanda-tanda yang bisa mereka liat. Karena itu penting bagi kita untuk lebih ekspresif dan berbicara pelan ketika berinteraksi dengan mereka, dengan catatan kita tidak bisa bahasa isyarat.
Kalau bicara tentang konten visual, mereka akan sangat terbantu dengan model informasi yang lebih banyak gambarnya daripada tulisan atau kalimat-kalimat panjang. Mereka juga lebih nyaman berinteraksi dengan tanda-tanda visual, termasuk misalnya isyarat dengan lampu kelap-kelip.
Kebutuhan ini yang kadang tidak disadari oleh orang lain. Phieter bercerita bagaimana dia pernah ketinggalan pesawat di bandara karena tidak sadar kalau penerbangannya pindah pintu keberangkatan. Semua pengumuman hanya dilakukan via pengeras suara yang tentu saja tidak disadari oleh Phieter. Dia baru sadar ketika sudah lewat waktu keberangkatan, tapi tidak ada aktivitas sama sekali di pintu keberangkatan tempatnya menunggu.
Mehamami isu disabilitas ini yang sangat penting untuk kita tingkatkan. Apalagi bagi mereka yang menyediakan fasilitas umum. Kita tidak boleh lupa kalau ada teman-teman disabilitas yang hidup di antara kita dan punya kebutuhan berbeda. Kalau mau jujur, kita memang masih sulit menemukan kota yang sangat nyaman untuk teman-teman disabilitas. Contoh paling sederhana adalah trotoar dengan jalur khusus untuk teman netra. Di Jepang dan bahkan di Bangkok, saya bisa dengan mudah menemukan jalur trotoar untuk teman buta yang sangat nyaman. Berbeda dengan di beberapa kota Indonesia yang kadang justru menyesatkan. Entah berujung di pohon atau kadang berujung di lubang. Seperti sengaja ingin mencekalai teman-teman buta.
Soal akomodasi yang layak bagi disabilitas ini menjadi bahasan di sesi kedua hari kedua. Kami diajak untuk mendesain satu kegiatan dengan mengundang teman-teman disabilitas sensorik, dan memikirkan apa yang perlu disiapkan untuk membuat semua pihak nyaman. Ini adalah simulasi bagaimana menciptakan sebuah kegiatan yang lebih inklusif.
*****
Dua hari pelatihan memberi banyak sekali perspektif baru memahami teman-teman disabilitas. Ini memang bukan persentuhan pertama saya dengan teman-teman disabilitas, tapi baru kali ini saya benar-benar diajak untuk memahami hambatan-hambatan mereka dalam berinteraksi atau memenuhi kebutuhan mereka. Semoga setelah ini saya dan perserta lain benar-benar punya kepekaan yang bertambah terkait isu disabilitas. [dG]
kegiatan yang saya rasa sangat menarik untuk diikuti, selain dapat membuat kita bisa lebih menghargai teman-teman disabilitas, juga dapat membuat kita semakin lebih peka kepada mereka π