Sepakbola

THE SPECIAL ONE HAS GONE


Sebuah berita mengejutkan datang beberapa hari menjelang laga krusial antara Manchester United vs. Chelsea di EPL akhir pekan ini. Jose Mourinho akhirnya memutuskan untuk meninggalkan Stamford Bridge, lelaki tampan berkebangsaan Portugal ini lebih memilih hengkang sebelum ditendang Roman Abramovich. Bukan berita baru lagi kalau taipan asal Rusia pemilik Chelsea yang ambisius itu gerah karena Maurinho belum juga berhasil memajang tropi liga Champion Eropa di lemari pialanya. Friksi antara Maurinho dan Abramovich pun sudah ditangkap media sejak musim lalu. Mourinho terkadang berada dalam keadaan terpaksa untuk mengikuti kemauan sang bos, salah satunya adalah memasang Andriy Shevchenko, striker Ukraina yang sebenarnya tidak masuk dalam kerangka tim Mourinho.

Morinho memang seorang yang arogan, penuh kepercayaan diri, dan baginya mundur lebih berkelas daripada dipecat. Dalam kapasitasnya dia mungkin berpikir kalau dia telah mempersembahkan yang terbaik buat Chelsea. Gelar EPL 2 musim berturut-turut dan mengganggu dominasi MU dan Arsenal, serta catatan tak pernah kalah di Stamford Bridge adalah hasil mentereng buat klub seperti Chelsea yang sebelum diambil Abramovich hanyalah sebuah klub semenjana di papan tengah dari kota London.Mentereng bagi Mourinho tapi tidak bagi sang Bos. Abramovich—yang entah dapat duit dari mana—rupanya tetap berambisi membawa pulang trophi Champion, supremasi tertinggi klub-klub benua biru. Dia tak peduli cara apa yang harus ditempuh, dan ketika Mourinho tidak berhasil bahkan mulai berani melawan, pintu Stamford Bridge terbuka lebar.

Mourinho adalah sosok pendobrak persaingan antar arsitek tim di tanah Inggris. Sebelumnya hanya ada persaingan penuh karat antara Sir Alex Ferguson dan Arsenge Wenger, itupun dengan cara yang elegan, khas kaum aristokrat. Mourinho dengan kesombongan dan arogansinya mendobrak “tradisi” itu. Memanfaatkan media, dia berani blak-blakan menyerang pelatih lawan, bahkan Fergie yang sangat disegani itu. Semua pelatih tim-tim besar telah masuk dalam daftar musuhnya. Fergie, Wenger dan Benitez, semua telah pernah dibuatnya gerah dengan komentar dan provokasi a la Mourinho yang memang tak lazim buat orang Inggris.


Tak cuma di Inggris, Rijkaard yang cari makan di Spanyol pun pernah sangat berang kepadanya. UEFA sebagai badan tertinggi sepakbola di Eropa pun pernah tersulut amarahnya saat Mourinho menuding ada permainan antara wasit dan Rijkaard di liga Champion. Tapi Mourinho tetaplah Mourinho, tak peduli ia pada semua itu.

Dalam tim, dia adalah sosok keras kepala yang disegani pemain. Keputusannya untuk selalu pasang badan agar pemainnya tak disorot media membuat anak-anak the blues menghormatinya. Mulut tajamnya memang mampu menarik perhatian media, meninggalkan anak asuhnya untuk tetap konsentrasi pada lapangan hijau.

Sombong tapi beralasan. Itulah dia. Arogansinya tumbuh karena dia percaya pada kemampuannya, mengangkat Chelsea ke tahta tertinggi tanah Inggris. Membentuk Chelsea menjadi tim yang disegani. Mourinho adalah pelatih yang bekerja dengan statistik dan data yang akurat. Semua keputusannya di lapangan dipengaruhi kedua hal itu. Sosok pelatih modern, mungkin itu tepat disematkan untuknya.

Sir Alex Ferguson, salah satu musuh bebuyutannya tetap merasa kehilangan sosok Mourinho. Mungkin tak akan sama lagi persaingan antara MU dan Chelsea. Mungkin tak akan ada lagi persembahan sampanye seharga 800 poundsterling. Di balik rasa bencinya, Fergie tetap mengakui eksistensi seorang Mourinho.

Well, inilah jeleknya bila sebuah tim dikuasai pemodal ambisius yang tidak mengerti asas utama permainan Sepakbola sebagai sebuah permainan yang sportif. Chelsea beruntung didanai Abramovich yang nyaris tak terbatas bagai magnet bagi para pesepakbola top di dunia, tapi di sisi lain Chelsea juga sial karena ambisi Abramovich kadang merusak harmonisasi utama dari sebuah tim.

Beruntunglah MU yang walaupun didanai oleh Malcolm Glazer yang juga tak kenal Sepakbola—sejauh ini—masih tetap percaya penuh pada Fergie dan timnya, dan masih menjauhkan tangannya dari lapangan untuk mengatur siapa yang harus dibeli atau siapa yang harus dimainkan.

Saat kekuasaan berbalut ambisi tak terbatas, saya membayangkan Sepakbola akan kehilangan spirit murninya. Akan tersisa persaingan karena uang, yang mungkin akan menghalalkan segala cara. Sepakbola harusnya murni dari semua itu, Sepakbola harusnya hanya berisi spirit persaingan yang bernafaskan sportifitas…..

The Special One has gone….

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (5)

  1. Mohammad Helman Taofani

    Menarik nih kalo Mourinho ke Serie A…hehehehe. Ke Inter pastinya.

  2. Saya kira tidak ada yang istimewa dari Mau Rhinohhhh….h….sy kira lebih heboh Sven G Eriksson….cewenya banyak….hwakakakka

  3. @Helman:
    ke Italy…?, waaaa…seru tuh..kira2 bakal lawan silat lidahnya siapa yak..?

  4. daeng rusle

    Quote: Sebelumnya hanya ada persaingan penuh karat antara Sir Alex Ferguson dan Arsenge Wenger..

    Weh, ko lupakan Benitez tawwa Pul?

    btw, memang konflik akan berkurang semenjak si special One ini pergi..kemana ya dia? PSM harus cepat2 ambilki…he2

  5. @dg. Ruslee

    Benitez..?, ndak ji tawwa daeng, Benitez lebih cenderung pendiam dan kalem, cuma sempat naik darah juga pas dikorek2 sama Mourinho…

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.