Sepakbola

Sepakbola Tak Sesederhana Dulu Lagi

Pengenalan teknologi garis gawang
Pengenalan teknologi garis gawang

Ketika masih kecil, sepakbola bagi saya adalah sebuah kesenangan yang sangat sederhana. Anak-anak jaman sekarang mungkin harus memandang sepakbola dengan mata yang berbeda.

27 Juni 2010 di Bloemfountain. Inggris kembali bertemu lawan tangguh, lawan yang selalu membayangi mereka dalam perjalan panjang sepakbola dunia, Jerman. Jerman sudah memimpin lewat Klose sebelum kejadian itu datang. Tendangan Lampard menyentuh mistar gawang, memantul ke bawah dan kemudian berhenti di pelukan Neuer.

Lampard mengangkat tangannya, dia yakin itu gol. Tapi wasit dan hakim garis berpikiran lain. Itu tidak gol! Padahal dari tayangan ulang jelas terlihat bola sudah melewati garis gawang. Hakim garis tidak melihatnya, dan dengan tegas kejadian itu tidak dihitung sebagai gol.

67 tahun sebelumnya, Jerman pernah menjadi korban untuk kejadian yang sama. Gol Geoffrey Hurst menyentuh garis gawang dan terus menjadi misteri. Apakah bola sudah melewati garis gawang? Apakah gol itu sah? Waktu itu teknologi belum seperti sekarang sehingga misteri masih terus menyelimuti keputusan gol itu.

Sepakbola seharusnya olahraga yang sederhana, olahraga yang diatur oleh 17 butir peraturan yang dirumuskan oleh FIFA. 17 Laws of The Game, sesederhana itu. Tapi buktinya tidak, sepakbola menjadi rumit ketika industri mulai jadi tulang punggung olahraga ini.

Dua kejadian di atas dan mungkin ratusan kejadian yang sama menjadi dasar untuk memasukkan teknologi dan unsur non olahragawi ke dalam tubuh sepakbola. Sepakbola menjadi sangat komersil dan jadi ladang perolehan tumpukan dollar dan euro. Untuk memastikannya tetap menjadi ladang uang, unsur kepastian harus dipertahankan. Caranya, masukkan teknologi! Pastikan semuanya berjalan lancar dan terukur.

FIFA akhirnya memutuskan untuk memasukkan teknologi garis gawang ke dalam gelaran Piala Dunia 2014 di Brasil nanti. Jika ini berhasil, maka hanya menunggu waktu sebelum teknologi ini dipaksakan untuk ditanam di semua negara anggota FIFA. Dari ujung Eropa yang makmur hingga ujung Afrika yang masih merangkak.

Sepakbola tidak akan menjadi permainan sederhana lagi. Sepakbola akan jadi permainan yang rumit demi memuaskan para pemodal besar yang butuh kepastian dari olahraga ini. Sepakbola sudah jadi industri. Perlahan sepakbola yang dimainkan anak-anak di kampung atau anak-anak di jalanan akan berbeda dengan sepakbola yang dimainkan orang-orang di belahan dunia makmur sana.

Perlahan-lahan pula sepakbola akan jadi olahraga yang penuh dengan ragam perhitungan rumit, hitungan teknologi yang memusingkan, deretan alat canggih yang tak murah dan entah apalagi. Percayalah, itu hanya menunggu waktu.

Ketika kecil dulu, saya mengenal sepakbola sebagai olahraga sederhana yang mengandalkan kemampuan fisik dan sportifitas untuk bisa jadi pemenang. Anak-anak sekarang mungkin harus mengubah pandangan mereka terhadap sepakbola. Sepakbola bukan lagi olahraga sederhana yang hanya butuh kemampuan fisik dan sportifitas. Sepakbola butuh teknologi untuk bisa jadi olahraga yang dinikmati.

Suatu saat nanti, sepakbola memang tidak akan sesederhana dulu lagi. Atau sekarangpun sudah tidak sesederhana dulu?

Tulisan lain tentang teknologi dan sepakbola bisa disimak di sini

[dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.