Review

Mencoba Pinang Sirih A la Papua

Pinang dan sirih yang dijual mama-mama Papua
Pinang dan sirih yang dijual mama-mama Papua

Saya sudah lama penasaran bagaimana rasanya mengunyah pinang dan sirih seperti orang Papua. Sampai akhirnya saya bisa merasakannya sendiri. Sensasinya ternyata memang berbeda.

Salah satu kegiatan orang Papua yang paling khas adalah mengunyah pinang yang dicampur sirih dan kapur. Pemandangan orang-orang Papua yang mengunyah pinang dan sirih adalah pemandangan yang sangat umum di Papua. Bukan hanya orang-orang yang sudah berumur, anak-anak muda sampai anak kecilpun terlihat sangat menikmati mengunyah pinang yang membuat bibir mereka kemerahan.

Kebiasaan mengunyah pinang dan sirih setahu saya ada di banyak daerah di Indonesia. Di Makassarpun kebiasaan ini dulu bisa ditemukan dilakukan oleh orang-orang tua.

Tapi ada yang berbeda antara kebiasaan meminang orang-orang Makassar (dan suku-suku lain di Indonesia) dengan kebiasaan meminang orang Papua. Bagi orang Makassar, meminang adalah mencampurkan pinang dengan daun sirih beserta kapur yang ditumbuk halus di sebuah tempat. Setelah itu campuran tadi baru dimasukkan ke mulut untuk dikunyah atau kadang digosokkan ke gigi.

Di Papua, kebiasaan meminang mereka berbeda.

Sebelumnya saya cerita dulu kalau sebenarnya saya sudah cukup penasaran ingin merasakan sensasi meminang seperti yang dilakukan orang Papua. Tapi, berkali-kali ke Papua, saya baru akhirnya bisa merasakannya sendiri.

Seorang kawan Papua di Manokwari menawari kami mencoba pinang dan sirih a la Papua. Di tangannya ada kantung plastik berisi buah pinang, sirih dan plastik kecil berisi kapur. Seorang kawan yang lain mencobanya, dia berhasil meski agak kerepotan di awalnya. Tak urung saya makin penasaran juga mencobanya.

Berbekal arahan dari Mila, nama kawan asal Papua itu- sayapun mencobanya. Satu biji pinang berukuran sebesar jempol kaki berwarna hijau dikupas kulitnya dengan gigi. Setelah kulit terlepas nampaklah biji pinang yang kecil berserabut. Biji pinang itulah yang kemudian dikunyah sampai halus.

Kunyahan pertama langsung membawa rasa sepat yang memenuhi rongga mulut. Agak ragu saya menelannya ditimpali tawa geli treman-teman Papua yang melihat ekspresi wajah saya. Rasa sepat itu tidak bertahan lama, beberapa kunyahan berikutnya biji pinang yang sudah lebih halus itu mulai bisa diterima dengan baik oleh rongga mulut saya.

“Kalau sudah halus, baru sirihnya dimakan.” Kata Mila sambil memberi contoh.

Batang sirih itu kecil, lebih kecil dari jari kelingking dengan panjang bervariasi antara 5-15 cm. Batang berwarna kecil itu dicocol dulu di kapur berwarna putih. Kapur itu sendiri dibuat dari bahan kulit kerang yang dibakar dan ditumbuk halus.

Ekspresi saya ketika mencoba meminang
Ekspresi saya ketika mencoba meminang

Awalnya saya salah, batang pinang yang sudah saya cocol dengan kapur saya gigit seperti menggigit cokelat. Joshua, suami Mila langsung membenarkan. Rupanya batang sirih yang sudah dicocol kapur itu diselipkan di antara pinang yang sudah digigit halus.

Sensasi baru segera memenuhi rongga mulut saya. Campuran antara rasa sirih dan kapur yang sulit saya jelaskan. Awalnya saya mengira rasanya akan buruk, tapi ternyata tidak. Meski agak aneh tapi rasa campuran pinang, sirih dan kapur di mulut saya tidak sampai membuat saya mual atau semacamnya.

Makin lama campuran pinang, sirih dan kapur di mulut terasa makin nyaman. Hanya saja produksi ludah memang meningkat drastis. Ini yang membuat kita jadi ingin meludah, dan ketika meludah cairan ludah yang keluar berwarna merah pekat. Ah! Rupanya ini sensasi paling nikmat dari meminang a la Papua.

Akhirnya saya benar-benar merasa sudah pernah ke Papua! Berkali-kali ke Papua saya akhirnya bisa menikmati cara orang Papua meminang dan meludah dengan warna merah. Benar-benar pengalaman yang menyenangkan!

Oh ya ada satu hal yang perlu dicatat. Bagi orang baru, mengunyah pinang dengan jumlah banyak dalam waktu singkat bisa membuat mabuk. Beberapa hari setelahnya saya meminang dua kali dalam waktu kurang sejam. Hasilnya kepala agak pusing dan melayang, perasaanpun seperti lebih senang bukan kepalang.

Mungkinkah itu juga sensasi lain yang dicari dari kegiatan meminang? Entahlah. Setidaknya saya sudah mencoba kegiatan yang katanya membuat mulut jadi lebih bersih dan gigi lebih kuat. [dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (7)

  1. Komunitas Blogger Papua

    Selamat datang di papua kaka… oh iya bila turun lagi ke papua kususnya jayapura kabari via email ya.. 🙂

    Salam,
    alldofmooy & franskobepa dkk (BloggerCenderawsih)

    • salam kaka..
      iyoe, padahal bulan november-desember kemarin sa ada 2 kali ke Jayapura. mudah2an nanti sa ada bisa bale lagi ke Jayapura biar bisa ketemu kaka2 blogger Jayapura

  2. Duh! Mau cobain juga dong mas 😀 Penasaran sama rasanya~

  3. kapurnya jangan banyak2..mulut bs berasap ^_^

  4. lucu abis mukanya kak :v
    ikutan nyoba ah wkwkw

  5. faranindya

    adu daeng, sudah seperti kakek-kakek aja nih hahaha

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.