FilmReview

Bourne Legacy; Warisan Seorang Bourne

Aaron dan Dr. Martha

Bourne Legacy memang sesuai dengan namanya, dia hanya warisan dari kehebatan seorang Jason Bourne

Dulu, agen rahasia selalu digambarkan seperti seorang James Bond sang agen rahasia dari Inggris Raya itu. Flamboyan, rapih, punya sederet alat canggih dan tidak pernah sepi dari cewek cantik dan sexy. Bayangan ini melekat selama bertahun-tahun sebelum seorang agen rahasia rekaan membuyarkan segalanya.

Namanya Jason Bourne. Agen rahasia didikan CIA ini tampil mematahkan semua bayangan tentang agen rahasia MI6. Dia tidak selamanya berpakaian rapih, dia juga tidak dibekali senjata canggih dan hidupnya tidak dikelilingi wanita cantik nan sexy. Jason bahkan lupa ingatan dan hanya berbekal insting serta keahlian tangan kosong yang sudah mendarah daging dalam tubuhnya.

Jason Bourne, tokoh rekaan Robert Ludlum ini sukses ketika dihadirkan di layar perak. Mulai dari Bourne Identity, Bourne Supremacy hingga Bourne Ultimatum. Adalah sosok Matt Damon yang kemudian lekat dengan sang agen rahasia.

Kesuksesan trilogy Bourne coba dilanjutkan. Kali ini dengan judul Bourne Legacy. Tapi tunggu dulu, jangan membayangkan film yang ini akan sama dengan 3 film terdahulu. Semua berubah, meski benang merah dengan trilogy Bourne tetap ada.

Masih ada nama-nama seperti Operation Treadstone, Outcome dan nama-nama operasi lainnya seperti yang biasa kita dengar di trilogy Bourne sebelumnya, bahkan nama Jason Bourne-pun masih disebut. Tapi kali ini tokoh sentralnya berganti. Bukan si Bourne lagi yang jadi sorotan utama, tapi seorang agen lain yang bernama Aaron Cross ( Jeremy Renner).

Dunia spionase selalu penuh dengan intrik, semua orang tahu itu. Dalam trilogy Bourne-pun diceritakan bagaimana rumit dan kotornya dunia spionase itu. Bourne Legacy juga bercerita dengan latar yang kurang lebih sama. Aaron Cross adalah korban dari permainan kotor sejumlah pejabat CIA. Permainan itu juga yang membuatnya bertemu ilmuwan cantik Dr. Martha Shearing (Rachel Weisz).

Mereka terjebak dalam sebuah permainan besar yang dikontrol dari pusat intelejen CIA di Langley, Virgina. Perjalanan menyelamatkan diri membuat mereka harus mengunjungi Manila, Filiphina tentu dengan resiko harus menghadapi kejaran pihak CIA dengan agen setempatnya atau yang lazim disebut local outsource.

Cerita selanjutnya bisa kita tebak. Ada adu strategi, perkelahian jarak pendek, kejar-kejaran dan tentu saja tembak menembak. Persis seperti yang dilakukan Jason Bourne di trilogy terakhirnya ; Bourner Ultimatum.

Canggung dan berbeda.

Saya masuk ke dalam gedung bioskop dengan ekspektasi yang nyaris nol. Saya penggemar Bourne, tentu saja dengan sosok Matt Damon di dalamnya. Ketika tahu Damon tidak bermain di Bourne Legacy saya berusaha mengubah mindset, berusaha menghapus sosok Damon sebagai Bourne. Saya bahkan tidak pernah berusaha membaca resensi dari situs manapun. Singkatnya, saya masuk ke gedung teater seolah-olah belum pernah mendengar nama Bourne sebelumnya.

Saya senang ketika ternyata bukan Bourne yang jadi tokoh sentral. Damon rupanya tak mudah digantikan. Lebih bagus mengganti jalan cerita daripada meneruskan sosok Jason Bourne dengan pemain lain, bahkan Jeremy Renner sekalipun.

Seperempat durasi dibuka dengan adegan-adegan yang membosankan. Ada potongan-potongan dari trilogy Bourne, tentu saja untuk menjelaskan benang merah trilogy tersebut dengan Bourne Legacy meski memang terkesan sangat lambat dan membosankan.

Hingga kemudian cerita mulai mendorong Aaron Cross menjadi tokoh utama. Aksinya memang mirip Jason Bourne, lebih mengandalkan akal dan taktik dengan kemampuan fisik. Tapi Aaron bukan Jason. Aaron masih terlihat canggung dan bingung, tak seperti Jason yang begitu tangkas dan selalu bisa mengambil keputusan yang tepat. Ini juga bisa dipahami ketika cerita menggambarkan kalau Aaron memang harus mengkomsumsi obat tertentu untuk membuatnya tetap menjadi mesin pembunuh nomor satu.

Berawal dari ekspektasi yang nyaris nol, saya berakhir pada sebuah kenyataan kalau Jason Bourne dan Aaron Cross memang beda. Tak ada yang bisa menggantikan Jason Bourne, meski Aaron juga tak bisa dibilang jelek. Klimaks dari Bourne Legacy memang tak semegah trilogy Bourne sebelumnya, pertarungan antara Aaron dengan sang local source tak sehebat pertarungan Jason Bourne dengan local source di Bourne Supremacy misalnya.

Bourne Legacy memang sesuai dengan namanya, dia hanya warisan dari kehebatan seorang Jason Bourne yang mungkin tidak seluruhnya luruh ke dalam sosok Aaron Cross. Entah bagaimana dengan kelanjutannya nanti. Saya sendiri masih beranggapan selepas Bourne Legacy ini akan ada seri selanjutnya mengingat cerita akhir yang masih dibiarkan menggantung.

Mari kita nantikan saja, apa yang bisa dilakukan Aaron Cross selanjutnya. Tidak penting apakah dia akan sehebat Jason Bourne atau tidak, biarkan mereka hadir sebagai dua sosok yang berbeda. Nikmati saja intrik a la Hollywood ini.

[dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (1)

  1. dstarzisme

    saya jg, tadinya mengira kalo pemeran Bourne-nya yg diganti, ternyata tidak..syukurlah, nda ada yg bisa menggantikan Matt Damon sebagai sosok Jason Bourne

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.