FilmReview

3 Srikandi dan Kenangan Yang Memanggil-manggil

3 Srikandi dan sang Arjuna
3 Srikandi dan sang Arjuna

28 tahun lalu saya menyambut pahlawan bangsa itu, sekarang kisah mereka hadir di layar kaca.

Saya masih ingat kejadian itu. Tahun 1988, meski sudah lupa kapan pastinya, tapi scene sekolah, anak-anak berbaju putih-merah yang berbaris di tepi jalan masih lekat sekali dalam ingatan. Saya dan puluhan anak SD lainnya diminta berdiri di tepi jalan, tak jauh dari sekolah kami. Jalan itu adalah jalan protokol, menghubungkan bandara dengan pusat kota.

Hari itu hari istimewa, Kusuma Wardani -seorang Srikandi dari SulSel-baru saja kembali dari medan laga di Barcelona. Bersama dua kompatriotnya yang lain; Nurfitriyana dan Lilies Handayani, mereka berhasil meraih medali perak. Medali pertama yang didapat Indonesia selama mengikuti olimpiade. Tidak heran kalau kepulangannya (dan kepulangan teman-temannya yang lain) disambut bak menyambut pahlawan.

Kami memang tidak sempat melihat wajahnya, mobil yang membawa Kusuma Wardani melintas cepat di depan kami. Meski begitu sorak sorai anak-anak SD dengan bendera merah putih di tangan tetap penuh semangat. Saya salah satunya.

Olimpiade kala itu sangat berkesan buat saya. TVRI masih rajin menyiarkan pertandingan-pertandingan, memperlihatkan aksi sportif para olahragawan yang bersimbah peluh demi nama baik bangsa mereka. Dari sana juga saya kenal nama-nama Carl Lewis, Ben Johnson, Florence Griffith, Naim Sulaimanoglu yang sampai sekarang masih bisa saya sebut tanpa harus googling dulu.

Dan keberhasilan ketiga Srikandi Indonesia itu tentu membuat bulu kuduk saya meremang. Bangga menyusup ke dada anak kecil saya.

*****

Dua puluh delapan tahun kemudian, ketiga Srikandi itu hadir lagi. Kali ini hadir lewat layar lebar di film 3 Srikandi. Film yang digarap oleh Iman Brotoseno ini mengisahkan latar kejadian 28 tahun lalu itu. Kejadian yang akan tercatat dengan tinta emas dalam sejarah Indonesia.

Film berdurasi dua jam ini memang tidak sepenuhnya diangkat dari kisah nyata. Dari laman Rappler, Iman Brotoseno berkata kalau film ini memuat 70% kisah nyata dan 30% adalah fiksi. Bisa dimaklumi, sebuah kisah nyata sekalipun tentu butuh bumbu penyedap kala dituangkan ke dalam film. Sepanjang tidak mengubah kisah yang sebenarnya, tentu tidak ada masalah.

Film ini dimulai dengan kisah Donald Pandiangan, pemanah yang pernah dijuluki Robin Hood-nya Indonesia. Donald pernah mengundurkan diri dari dunia olahraga Indonesia setelah gagal berangkat ke Olimpiade Moskow 1980 karena alasan politik. Setelahnya dia muncul kembali untuk menempa ketiga Srikandi yang bersiap berangkat ke Barcelona.

Di bagian awal, film ini memang lebih banyak berkisah tentang kehidupan Donald Pandiangan. Setelahnya kisah mulai berpindah kepada latar belakang ketiga Srikandi lengkap beserta kehidupan pribadi mereka. Bisa dibilang di sepertiga akhir film, barulah kisah utama tentang perjuangan ketiga Srikandi itu dibantu oleh Donald Pandiangan mulai menjadi kisah utama.

Karena berlatar kisah nyata maka semua ditampilkan semirip mungkin dengan aslinya. Setting lokasi, make up hingga kendaraan dibuat danditampilkan sesuai tahun kejadian. Ketiga artis utama; Tara Basro sebagai Kusuma Wardani, Chelsea Islan sebagai Lilies Handayani dan Bunga Citra Lestari sebagai Fitriyana bermain sangat apik. Mereka terlihat punya ikatan (chemistry) yang kuat.

Panah aku mbak!
Panah aku mbak!

Satu-satunya yang menurut para pengamat agak mengganjal adalah penampilan Reza Rahadian sebagai Donald Pandiangan. Aktingnya bisa dibilang monoton, sebagai pelatih tim panahan perempuan yang marah-marah terus hampir sepanjang film. Kekurangan lainnya, Reza mungkin terlalu sering tampil di layar kaca sehingga penonton agak sulit mengeluarkan karakter lain dari Reza. Apalagi dia baru saja tampil sebagai Rudy Habibie.

Tapi sebagai sebuah film, 3 Srikandi sangat layak ditonton. Film ini mendekatkan kita pada sebuah perjuangan berbalut nasionalisme, perjuangan yang pada akhirnya mengesampingkan ego demi nama harum bangsa. Kita yang mungkin tidak terlalu akrab dengan panahan bisa merasakan larut dalam alur film meski sayangnya tidak banyak hal teknis tentang panahan yang dibahas di film ini.

3 Srikandi buat saya seperti sebuah bayangan yang memanggil-manggil. Memanggil kenangan dua puluh delapan tahun lalu ketika saya bersama puluhan anak-anak SD lainnya berdiri di tepi jalan, menyambut pahlawan bangsa bernama Kusuma Wardani.

Dan tiba-tiba saya berasa sangat tua [dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (6)

  1. Saya cuman tertarik sama kalimat penutupnya =))

  2. Baca ulasan daeng jd mikir2, nonton aja kali yaa ?

  3. Filmnya memang cukup bagus, Daeng. Saya suka ^_^

  4. Tua? Age is just number ???

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.