Random Post

Samira dan Samir

samiradansamir.jpgJudul : Samira dan Samir

Penulis : Siba Shakib

Penerjemah : Ully Tauhida

Editor : Aisyah

Penerbit : Pustaka Alvabet.

Samira lahir dari sebuah keluarga terpandang salah satu suku nomaden di pegunungan Hindu Kush sebelah utara Afghanistan. Ayahnya adalah seorang komandan atau kepala suku dan tentu saja menempati kasta tertinggi dalam struktur sosial masayarakat suku tersebut. Sang komandan sangat mengharapkan anak pertamanya lahir sebagai seorang lelaki sebagaimana yang didapatkan oleh ayahnya, kakeknya dan para leluhurnya terdahulu. Kehadiran seorang anak lelaki dalam keluarga sang Komandan adalah sebuah kesempurnaan, dan sebaliknya kehadiran seorang wanita sebagai anak pertama adalah sebuah aib. Sayangnya, kenyataan itulah yang harus diterima sang Komandan. Anak pertamanya lahir sebagai seorang wanita, jauh dari harapannya.

Meski sempat bimbang, namun sang Komandan akhirnya menerima takdir ini. Tapi tentu saja dia tak menerimanya begitu saja. Sang anak diperlakukan sebagai seorang pria. Sang komandan menamainya Samir meski sang ibu-Daria-menamainya Samira. Identitas gendernya dikaburkan. Dia dilatih berkuda, menembak dan bermain buzaskhi seperti layaknya seorang lelaki sejati. Tak ada seorangpun selain sang Komandan dan istrinya yang tahu kalau Samir sesungguhnya adalah seorang wanita.

Persoalan menjadi semakin pelik ketika sang komandan kehilangan kejantanannya dalam sebuah pertempuran yang kemudian membuatnya tak bisa memiliki keturunan selain putra-perempuannya Samira. Tak ada pilihan lain, sang komandan semakin giat menempa putra-perempuannya menjadi seorang lelaki sejati. Tempaannya berhasil. Samira tumbuh sebagai Samir yang gagah perkasa. Sangat pandai berkuda, pandai menembak dan komplit sebagai seorang calon penerus sang komandan yang akan memimpin suku nomaden tersebut.

Takdir berkata lain ketika suatu hari dalam sebuah pertempuran, sang Ayah tertembak dan mati. Keadaan ini membuat Samir dan Daria-ibunya jadi kehilangan pelindung. Seorang wanita tanpa pelindung dalam kebiasaan para suku nomaden di pegunungan Afghanistan tersebut adalah seorang wanita yang menjadi hak siapa saja, tak peduli dia adalah istri almarhum seorang komandan.

Dan itulah yang terjadi pada Daria. Beberapa orang pria dari suku tetangga kemudian memperkosanya secara bergiliran. Samira yang menjadi saksi kejadian tersebut berusaha melindungi ibunya hingga berhasil membunuh satu di antara para pemerkosa tersebut. Keluarga sang pemerkosa yang tewas bertekad melakukan balas dendam sementara para lelaki dari suku Samira tak ada yang membela karena merasa itu adalah urusan pribadi Samira dan ibunya, dan bahwa kedua manusia lemah itu memang sudah tak punya pelindung lagi. Tak ada jalan lain, Samira membawa ibunya lari dari perkampungan mereka mencari hidup di tanah lain. Tujuan mereka adalah desa tempat kakek Samira dari ibunya menetap.

Tinggal bersama sang kakek di sebuah bukit di pinggir sebuah desa membuat hidup Samira berubah. Sang kakek ternyata paham betul akan arti pentingnya sebuah pendidikan. Diantarnya Samira ke satu-satunya sekolah yang ada di desa itu. Samira yang tetap menggunakan identitasnya sebagai Samir ternyata sangat menyukai sekolah. Dia bahagia menemukan kenyataan kalau ternyata dunia itu lebih luas dari yang dikiranya selama ini.

Dalam fase kehidupan ini pula Samira berkenalan dengan Bashir, putra seorang komandan yang juga tinggal di bukit yang sama dengan Samira. Meski putra seorang komandan, namun Bashir sama sekali tidak tampak sebagai seorang lelaki sejati. Tubuhnya kerempeng dan tidak tangkas melakukan pekerjaan-pekerjaan seorang lelaki sejati. Tak heran bila komandan Rashid-ayah Bashir- sangat menyukai Samira dan selalu menjadikannya sebagai contoh untuk Bashir. Sesuatu yang membuat Bashir sangat membenci Samira. Persahabatan mereka memang berawal dari rasa saling membenci, Bashir membenci Samira yang selalu dijadikan contoh oleh sang Ayah sementara Samira membenci Bashir yang kelihatan lemah sebagai seorang lelaki.

Sebuah kejadian kemudian merubah nasib persahabatan mereka. Dari awalnya saling membenci hingga kemudian betul-betul saling menyayangi dan membutuhkan sebagai seorang sahabat. Hari-hari merela lalui bersama-sama, begitupun dengan berbagai rintangan. Perlahan-lahan Bashir mulai menjadi seorang lelaki sejati. Dia mulai berani menunggangi kuda-sebelumnya Bashir hanya berani menunggangi keledai-dan mulai mampu melakukan banyak hal seperti yang dilakukan Samira. Di lain pihak Samira mulai makin meyukai ilmu pengetahuan.

Suatu waktu, Bashir terpaksa bergabung dalam suatu pertempuran di daerah selatan Afghanistan demi mendapatkan uang sebagai bekal untuk melewati musim dingin yang kejam. Samira yang ditinggal Bashir mulai merasakan kerinduan yang sangat pada sahabatnya itu. Situasi menjadi pelik ketika Gol-Sar; kakak perempuan Bashir ternyata jatuh cinta pada Samira. Komandan Rashid sang ayah menyampaikan keinginan anak perempuannya itu. Samira tak punya alasan untuk menolak. Tapi dia diberi waktu yang cukup mempersiapkan diri menyunting Gol-Sar.

Setelah tuntas bertempur di bagian selatan Afghanistan, Bashir kembali ke sukunya, kembali ke Samira sebagai seorang lelaki sejati. Selanjutnya hubungan Samira dan Bashir menjadi aneh. Bashir ternyata jatuh cinta pada Samira sebagai seorang Samir hingga kemudian terkejut ketika Samira mengungkapkan rahasia terbesarnya. Bashir terjebak dalam kebingungan besar, apakah dia mencintai Samira sebagai Samir, atau Samira sebagai Samira. Lewat sebuah pergulatan yang panjang, Bashir kemudian menyadari kalau yang dia cintai adalah Samira, wanita cantik yang selama ini dikiranya seorang lelaki.

Samira terjebak dalam sebuah situasi cinta yang aneh. Sebagai Samir dia menikmati saat-saat bersama Gol-Sar, namun sebagai Samira dia juga tak bisa lepas dari sensasi saat bersama Bashir. Membuka identitasnya yang sebenarnya pada komanda Rashid adalah berarti mempermalukan sang komanda dan keluarganya termasuk Bashir yang tentu saja harus dia tebus dengan nyawanya.

Kisah penuh kepelikan antara Samir, Samira, Gol-Sar dan Bashir ini akhirnya ditutup dengan sebuah ending yang mulus dan sangat di luar dugaan. Sebuah ending yang kemudian memuaskan semua pihak dan tidak satupun yang kehilangan kehormatan meski sempat membuat pedih seorang dari mereka.

****

Samira dan Samir adalah sebuah kisah memilukan tentang perjuangan seorang wanita yang menjalani kehidupannya dalam sebuah struktrur sosial masyarakat di Afghanistan yang masih menempatkan para wanita sebagai warga kelas dua. Di buku ini terpotret dengan jelas berbagai perlakuan yang sangat diskriminatif terhadap kaum wanita di negeri yang masih terus dilanda perang ini.

Samira dihadirkan sebagai karakter seorang wanita yang terpaksa menjadi seorang lelaki demi menyelamatkan “kehormatan” sang Ayah sebagai komandan sebuah suku nomaden di pegunungan Hindu Kush. Kesalahan identitas inilah yan kemudian membuat hidupnya sangat kompleks.

Pada awalnya buku ini bisa dibilang membosankan. Bab-bab awal yang banyak bercerita tentang proses kelahiran Samira dan kehidupannya semasa sang Ayah masih hidup berjalan dengan alur yang sangat lambat. Namun, segalanya berubah ketika alur mulai memasuki masa-masa saat Samira dan ibunya melarikan diri dari perkampungan mereka. Di sinilah konflik sesungguhnya mulai hadir. Berbagai pengalaman baru yang hadir dalam kehidupan Samira berserta konflik asmara yang berbelit-belit membuat buku ini kemudian cukup menarik.

Sang penulis jelas sekali ingin memberikan penyadaran tentang pentingnya pendidikan bagi wanita seperti halnya orang memandang perlunya hal tersebut bagi seorang pria. Siba Shakib-sang penulis jelas sekali ingin mengobarkan semangat kesetaraan bagi pria dan wanita lewat kisah apik ini. Sebuah kisah memilukan tentang cinta dan penindasan di Afghanistan.

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (4)

  1. ini ada miripnya dgn kisah Mulan – pendekar wanita dari Cina, yg berkamuflase menjadi pria hanya utk bertarung..
    demikianlah memang, seharusnya perjuangan itu tidak dilokalisir hanya buat satu gender saja…
    kisah yg mengasyikkan, andai saja saya memiliki buku nya…

  2. ahh..akhirnya daeng kita bisa aktif kembali..
    welkom bek brada..!!

    bedanya mungkin adalah, kalo Mulan; dia memilih untuk mengkamuflasekan gendernya..sedang kalo Samira dari kecil memang dijebak utk mengkamuflasekan gendernya..
    tapi bagaimanapun, sy setuju sama kita…perjuangan tidak boleh dilokalisir utk satu gender saja..

    mau bukunya daeng..?
    bellikki..!!!,hehehe..

  3. Bang, saya print dulu postingan ini. Makasih ya, soalnya saya males baca buku, jadi cukup tahu dari resensinya aja, kalo ada orang ngomongin, minimal nggak buta-buta banget deh…

  4. @mbak Nunik:
    ah..ada2 aja mbak ini..hehehe..
    tapi yo wis print wae mbak…

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.