Random Post

Rindu Taman Bermain

Nadaa dan Hilmy di taman bermain Fak.Peternakan UNDIP

Suatu hari, saya sempat blogwalking ke blog seorang teman. Isi postingannya berjudul “Buya Ayunannya Mana ? ” Ceritanya tentang keprihatinan beliau terhadap kondisi sebuah taman bermain dekat rumah yang sama sekali tidak layak untuk digunakan. Perosotan yang berlubang, ayunan yang isinya tinggal tiang dan mistar saja serta taman yang tak terawat.

Keprihatinan Taqdir (kadang disapa Daeng Taqdir) adalah keprihatinan saya juga. Selama Nadaa lahir dan sekarang sudah kelas 1 SD rasanya saya belum pernah sekalipun mengajak dia ke taman bermain. Bukan karena tidak ada waktu, tapi lebih karena memang tidak ada taman bermain yang bisa dikunjungi.

Kondisi taman bermain yang diceritakan Daeng Taqdir di atas adalah kondisi umum yang terjadi pada hampir semua taman bermain di kota Makassar. Saya tidak tahu tepatnya ada berapa taman bermain di kota Makassar, yang saya tahu sebagian besar memang berada dalam kondisi memprihatinkan, tidak terurus dan kumuh. Contoh paling dekat ya taman di Hertasning yang diceritakan Daeng Taqdir.

Di Sungguminasa, tepatnya di lapangan Syech Yusuf ada taman bermain juga, lengkap dengan perosotan, jungkat-jungkit dan ayunan. Tapi itu dulu, entah sejak kapan semua itu jadi tidak berfungsi lagi. Ayunan yang berdiri tanpa tali, jungkat -jungkit yang kehilangan papannya dan perosotan yang kotornya minta ampun meski tidak berlubang karena terbuat dari beton. Sementara itu rumput liar juga tumbuh dengan bebasnya, bahkan ada yang sampai setinggi lutut orang dewasa. Itu kondisi terakhir ketika saya berkunjung ke sana saat sholat Idul Fitri tahun lalu.

Entahlah, pengadaan taman bermain dan ruang terbuka hijau nampaknya belum menjadi target utama pemerintah kota Makassar dan daerah-daerah sekitarnya. Pemerintah kota masih lebih peduli pada semua proposal pembangunan mall dan taman bermain skala besar. Anak-anak memang bisa bermain di mall yang menyediakan tempat bermain yang nyaman, berpendingin ruangan dan tak terganggu cuaca. Tapi, gratiskah ? Tentu saja tidak. Kita tetap harus mengeluarkan lembaran-lembaran rupiah untuk memberikan kesempatan kepada anak-anak kita untuk bermain sesukanya. Perlahan-lahan kita mulai memupuk sifat konsumerisme pada mereka sedari dini.

Bayangkan jika saja kota Makassar dan sekitarnya punya taman bermain yang luas, rapih dan dipelihara dengan baik di setiap kecamatan. Tentu akan sangat mengasyikkan kala kita bisa mengajak anak-anak kita bersosialisasi dengan anak-anak lainnya di alam terbuka, berkenalan dengan alam dan bermain dengan gratis dan sepuas-puasnya.

Saya belum pernah ke luar negeri, tapi dari yang saya tahu kota-kota besar di negara maju selalu punya taman terbuka yang luas dan hijau yang memberikan ruang sebebas-bebasnya bagi anak-anak dan orang tuanya untuk bersosialisasi satu sama lainnya, utamanya ketika udara sedang cerah di musim panas.? Kenapa kita tidak bisa meniru mereka ya ?

Benarkah pemerintah kota Makassar lebih peduli pada proyek mall dan proyek komersil lainnya karena hasilnya bagi APBD lebih terasa ? Benarkah warga kota Makassar tidak butuh taman dan lebih merasa nyaman berada di mall ? Nongkrong berjam-jam dan menghabiskan waktu bersama keluarga dalam taman bermain artifisial itu ? Warga kota mungkin sudah apatis juga sehingga kemudian tak peduli lagi kondisi taman bermain yang seharusnya bisa mereka perbaiki dengan swadaya sendiri.

Semakin hari kota ini memang makin mengkilap. Taglinenyapun menjadi Makassar Menuju Kota Dunia, tapi betulkan untuk menjadi sebuah kota dunia harus penuh dengan bangunan megah, jalan yang beraspal dan lapisan beton di mana-mana ? Betulkah kota dunia tak butuh taman yang luas, taman yang bisa jadi tempat bersantai di pagi atau sore hari, mengajari anak-anak bergaul dengan sesamanya, bermain sesukanya dan mengenal alamnya ?

Ah, kalau memang seperti itu rasanya saya lebih memilih untuk tinggal di kota kecil saja yang masih punya taman yang luas dan tempat bermain yang bersih, terawat dan tentu saja gratis.

Bagaimana dengan anda ?

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (11)

  1. taman bermain menjadi wahana yg semakin langka, apalagi di kota kota besar..

  2. Taman bermain? Di dkt rumah di maros jg gk ada taman bermain. Untungnya ada klinik yg dkt dgn rumah yg menyediakan bbrapa permainan anak2 seperti perosotan dan ayunan tp tetap saja bukan taman brmain.
    Oh yg skrg ada lg proyek baru di mall GTC, seperti kidzania, katanya taman brmain dan belajar. Dan yah gk gratis *hahaha*

  3. Itu Nadaa dan Hilmy ceritanya menunggang sapi ya? Iih, bentuk sapinya udah gak tau kayak apa. Memang taman bermain di mana-mana kondisinya menyedihkan kok. sayang sekali 🙁

  4. Itulah..setiap ke carrefour, pasti Hatim ngomong, “Buya, Hatim udah lama ga main bumbumcal” Haha, tepokjidat

  5. klu yg taman dekat kantor pos besar (klu g salah) itu sudah gak adakah daeng ? perasaan thn 2006-2007-an lalu sy kesana perosotannya masih bagus dan beberapa jungkat jungkit…cuman memang gak banyak sih

    • wah saya ndak tauk kondisi terkininya..
      mudah2an sih masih bagus…
      taman Macan ya kayaknya

  6. saya kira keluarga jaman sekarang sebagian besar memang suka menghabiskan waktu untuk nongkrong dan jalan2 di mall hehehe

    salam

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.