Random Post

Ramadhan Pergi, Masjid [Kembali] Sepi

Jarum jam sudah bergeser beberapa menit dari pukul 12 siang. Suara azan baru saja berkumandang dari sebuah masjid megah di sebuah kompleks perumahan mewah di timur kota Makassar. Seorang lelaki muda berambut ikal berbadan ceking keluar dari sebuah bangunan kecil berdinding batako dan melangkah ringan ke arah masjid. Di depannya sudah terlebih dahulu ada beberapa orang lainnya yang juga melangkah ke arah yang sama.

Lelaki ceking bernama Hasan itu bergabung dengan beberapa puluh jamaah yang sudah terlebih dahulu siap menantikan waktu shalat dhuhur di masjid. Selepas sholat dhuhur, Hasan tak langsung beranjak. Dia bergeser ke pinggiran masjid dekat pagar dan kemudian mulai merebahkan tubuhnya. Hasan tak sendirian. Belasan jamaah lelaki lainnya juga mulai merebahkan tubuh mereka di lantai marmer masjid yang mengkilap. Dengan sekejap, angin sepoi-sepoi yang berhembus membuat mereka terlelap. Dengkuran halus terdengar saling bersahutan. Di sudut yang lain beberapa orang jamaah berkumpul sambil bercengkerama. Gelak tawa kadang terselip dari obrolan mereka. Seru dan santai sekali kelihatannya. Di sudut yang lain, beberapa jamaah nampak khusyuk membaca ayat demi ayat dari Quran yang mereka pegang, sebagian mengaji dengan suara yang tinggi sisanya mengaji dengan suara yang seakan tertelan di tenggorokan.

Suasana di atas adalah gambaran suasana sebuah masjid saat bulan Ramadhan datang menyapa. Ketika waktu dhuhur tiba, puluhan jamaah bergegas ke masjid dan sholat berjamaah. Selepas sholat, sebagian memilih tidur, sebagian bercengkerama dan sebagian lagi menyempurnakan ibadah dengan dengan membaca ayat-ayat suci Al-Quran.

Sebagian dari jamaah itu- termasuk Hasan- adalah para pekerja yang mengisi waktu istirahat siang hari di bulan Ramadhan. Saat Ramadhan tiba, ritual sehari-hari mereka sedikit berubah. Biasanya di luar bulan Ramadhan mereka menghabiskan waktu istirahat di bilik-bilik kerja mereka, menyantap hidangan makan siang kemudian bercengkerama hingga waktu istirahat selesai. Ramadhan kemudian mengubah ritual itu.

Ramadhan adalah bulan yang baik, bulan yang penuh berkah. Semua umat muslim juga tahu kalau di bulan yang luar biasa itu segala kebaikan akan mendapatkan balasan yang berlipat ganda dibanding balasan yang didapat di luar bulan Ramadhan. Hasan tahu itu, dan itu yang jadi alasan juga untuk bergegas ke masjid ketika azan dhuhur tiba. Hasanpun percaya pada sebuah hadits yang mengatakan bahwa tidurnya orang berpuasa adalah ibadah. Kepercayaan itulah yang membuatnya tetap tinggal di masjid selepas sholat dhuhur. Tetap tinggal di masjid untuk meluruskan badan, memejamkan mata dan menikmati tidur siang. Kadang hanya sebentar, kadang berlanjut hingga menjelang ashar tiba. Puasa jadi alasan untuk istirahat lebih panjang. Tak usah khawatir karena bospun mengerti itu.

Sepanjang ramadhan, hampir semua masjid menjadi lebih penuh oleh jamaah. Setiap waktu sholat, shaf-shaf jadi makin bertambah. Masjid yang tadinya hanya berisi sebaris shaf di waktu dhuhur, di bulan ramadhan bisa terisi shaf beberapa kali lipatnya. Pun selepas waktu sholat selesai, masjid masih tetap ramai oleh para jamaah yang meluruskan badan di lantai masjid yang dingin.

Selepas waktu maghrib tiba pemandangan akan terasa makin beda. Masjid-masjid hampir di seluruh penjuru Indonesia akan penuh sesak oleh para jamaah yang berkumpul untuk menunaikan sholat isya dan tarawih berjamaah. Saking antusiasnya para jamaah, pelataran parkir dan jalan rayapun kadang jadi pilihan untuk berbaris menunaikan kewajiban. Anak kecil akan berlarian ke sana ke mari membuat sibuk pengurus masjid untuk mengejar dan menenangkan mereka. Anak-anak yang sedang beranjak remaja berkumpul di berbagai sudut, bercanda tawa dan berbagi cerita. Selebihnya ada pula yang? duduk menyepi berpasang-pasangan. Ramadhan memang membuat masjid menjadi jauh lebih ramai.

Ramadhan kemudian bergulir menuju ujung. Perlahan-lahan masjid kembali ke “suasana asli”-nya. Satu persatu jamaah mulai terserang virus malas yang membuat kaki mereka semakin berat untuk melangkah ke masjid. Badan rasanya begitu susah untuk digerakkan menuju masjid hingga kemudian lebih memilih untuk mengistirahatkannya di rumah atau di bilik-bilik kantor berpendingin.

Menjelang akhir penanggalan ramadhan, kaki dan badan kembali terasa segar untuk digerakkan. Namun, kali ini bukan untuk digerakkan ke masjid tapi ke sebuah bangunan megah, ramai dan juga berpendingin ruangan. Orang menyebutnya Mall. Masjid makin sepi sementara di ujung yang berbeda, mall semakin ramai. Para jamaah membuat barisan baru di gedung baru, tapi bukan barisan berbentuk shaf di belakang imam, namun barisan antrian di depan kasir-kasir yang wajahnya mulai kelelahan. Masjid kembali sepi.

Anak-anak yang tadinya ramai berlarian di halaman masjid mulai pindah berlarian di antara deretan lorong departement store. Anak-anak muda yang tadinya berkumpul di depan masjid untuk bercengkerama mulai berpindah ke gedung mewah nan modern itu. Pun dengan mereka yang dimabuk cinta. Masjid kembali sepi.

Hasan mulai segar kembali. Perut dan tubuhnya yang sudah mulai terbiasa tanpa asupan makanan dan minuman selama 14 jam membuatnya tak lagi nyaman untuk tidur di lantai masjid selepas dhuhur. Hasan tetap rajin ke masjid setiap azan dhuhur dan ashar berkumandang dan menjelang akhir ramadhan dia tak pernah lepas dari shaf pertama. Tentu saja karena tak ada lagi shaf kedua dan seterusnya di belakangnya. Masjid kembali sepi.

Akhirnya Ramadhan benar-benar pergi dan berganti Syawal.

Siang ini azan dhuhur berkumandang dari masjid megah di dalam kompleks sebuah perumahan di timur kota Makassar. Hasan bergegas ke masjid meski sekarang dia melangkah sendirian. Hasan kembali ada di shaf depan, shaf yang bahkan tak penuh ke sebelah kiri dan kanan. Syawal menggantikan Ramadhan, dan masjid kembali sepi.

Ramadhan pergi, masjidpun kembali sepi.

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (8)

  1. beberapa waktu lalu waktu isha sempat singgah sholat di masjid babussalam borong, cuman 1 shaf sekitar 10 orang, padahal di masjid itu ketika ramadhan, ramai kek pasar. Menyenangkan melihat suasana ramai dalam ibadah, sedih sekarang melihat masjid2 bukan tempat tujuan lagi. Mungkin panti2 asuhan sudah tidak ada dalam daftar undangan lagi :(, latihan di bulan ramadhan dengan cepat bisa terlupakan hiks.. sedihnya

    eh, dhuhur di masjid itu ada ji anak-anak dan abinya toh *ngechek* hihihi 😛
    .-= mamie´s last blog ..Diskon Dunia atau Diskon Akhirat =-.

  2. Seharusnya semangat ramadhan harus melekat pada diri seorang muslim hingga 11 bulan ke depan. Tapi kenyataan di lapangan berbeda. Semoga kita semua menjadi pemenang

  3. @mamie: yaahh..itulah kenyataan yang ada di lapangan..dan jujur, saya juga kadang jadi pelakunya…:)
    btw, jarangka liatki abinya..tapi kalo yang dua orang itu iyya selaluji..:D

  4. @basri: Aminn..meskipun masih dalam tahap berusaha tapi Insya Allah kita semua bisa menjadi lebih baik..
    terima kasih sudah mampir..:)

  5. Kalo sudah gak ramadhan, kaki nya dilangkahkan ke warung untuk cari makan siang hehehehe
    .-= Cipu´s last blog ..Lebaran ala Melbourne =-.

  6. Fenomena ini terjadi di semua tempat ibadah sepertinya. Di gereja misalnya, akan banyak jemaat “wisatawan” di Malam Natal, padahal minggu2 lainnya sepi 😀
    .-= indobrad´s last blog ..A Quest for Genre Blogging 2 =-.

  7. @Cipu: Hahaha..benar bro..setuju sama yang satu ini…

  8. Gua nulis juga tema mirip di Kompas Makassar abis Ramadhan lalu tuh. Hahaha…
    .-= Helman´s last blog ..5 Ekspektasi Ironis Surabaya =-.

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.