Random Post

Berbuka Bersama Pasukan Bintang

Menanti Waktu Berbuka Puasa

Happines is only real when shared , begitu salah satu quote paling berkesan yang saya dengar dari film Into The Wild. Yah, kebahagiaan hanya berarti ketika kita membaginya.

Sabtu sore, 13 Agustus 2011 di sebuah rumah sederhana di bilangan kompleks Bung Permai, Jl. Bung sekitar 20 anak-anak yang sebagian besarnya berumur antara 6-10 tahun bermain dengan cerianya. Suara mereka riuh rendah memenuhi sore yang cerah menjelang buka puasa. Beberapa anak berkejar-kejaran, beberapa lainnya ada yang bermain bola plastik, sisanya ada yang mengerubuti beberapa wanita dewasa yang memegang buku. Mereka sedang belajar, khidmat meski tetap terasa santai.

Menjelang pukul enam sore, anak-anak itu duduk melingkar di atas hamparan karpet dan spanduk vinyl bekas yang digelar di samping ?rumah mungil itu. Di hadapan mereka bertebaran panganan kecil berupa kue dan gorengan. Meski duduk melingkar, anak-anak itu tetap tak bisa tertib. Sesekali mereka berteriak, saling mencela dan saling menuding. Anak-anak yang lebih dewasa berteriak-teriak mengatur anak-anak yang lebih muda. Tapi sia-sia, energi anak-anak itu seperti tak ada habisnya.

Ketika waktu berbuka tiba, suasana tak jua menjadi hening. Anak-anak itu menyerbu bergelas-gelas es buah yang tersedia di meja, dan dalam hitungan sekejap kue dan gorengan di atas beberapa piring yang terhidang ludes, berpindah dari tangan ke perut mereka. Tawa ceria kemudian memenuhi udara, ada kebahagiaan yang menyesap dalam senja yang makin tenggelam.

Mereka Yang Sedang Belajar

Itulah selintas fragmen yang terjadi sore itu ketika saya bersama beberapa teman Anging Mammiri menyempatkan diri bergabung dan berbuka puasa bersama teman-teman dari Komunitas Pecinta Anak Jalanan ( KPAJ ) dan anak-anak asuh mereka yang diberi nama Pasukan Bintang.

Dari interaksi yang hanya beberapa jam itu saya bisa merasakan langsung sesuatu yang luar biasa yang dimiliki teman-teman KPAJ itu. Mereka pasti punya niat yang sangat kuat dan tulus, serta tentu saja kesabaran yang mungkin nyaris tak terbatas. Anak-anak Pasukan Bintang sekitar 20 orang dengan beragam usia, mulai dari yang baru sekitar 6 tahun hingga yang sudah menjelang remaja sementara kakak-kakak pengajar yang hadir malam itu tidak genap 10 orang.

Seperti layaknya anak-anak, Pasukan Bintang itu tak bisa diam. Mereka terus saja membuat keributan, dari yang cuma bercanda, tak bisa diam, menganggu teman, bahkan hingga yang berkelahi. ?Selepas maghrib, dua orang anak kecil terlibat perkelahian. Entah awalnya bagaimana, tapi cukup sulit mendamaikan mereka. Seorang kakak KPAJ berusaha membujuk mereka supaya mau bersalaman, yang seorang mau tapi yang satu nampaknya berkeras tidak mau memaafkan. Tangannya mengepal ketika sang kakak memaksanya berjabat tangan dan berdamai. Mereka bahkan masih sempat beradu fisik sekali lagi sebelum akhirnya betul-betul melupakan pertikaian itu.

Suasana riuh rendah itu adalah makanan sehari-hari bagi beberapa anak muda yang tergabung dalam KPAJ. Selama setahun lebih mereka sudah akrab dengan puluhan anak-anak yang sehari-harinya bergaul di jalanan, mencari makan dengan menengadahkan tangan. Anak-anak muda KPAJ merasa kalau anak-anak itu juga punya hak untuk hidup lebih baik dan mendapatkan pendidikan seperti layaknya anak-anak lain yang tak perlu turun ke jalan mencari nafkah.

Menolak Bersalaman

Hal yang membuat saya kagum adalah sifat sabar mereka. Menghadapi anak-anak yang bukan darah daging mereka, anak-anak yang sama sekali tidak punya hubungan keluarga dengan mereka, anak-anak yang karena terbiasa merasakan kerasnya hidup di jalan kemudian menjadi anak-anak yang keras kepala dan susah diatur. Tapi, kakak-kakak KPAJ itu tetap tenang dan sabar dalam mengajarkan banyak hal kepada anak-anak itu.

Sore itu beberapa kali juga saya melihat mereka membentak, atau bersuara dengan nada yang tinggi tapi sama sekali tidak bermuatan emosi. Semua keluar hanya demi menertibkan anak-anak itu.

Sore itu saya belajar kesabaran dari mereka yang bahkan sama sekali belum pernah merasakan mendidik darah daging mereka sendiri. Sore itu juga saya sekali lagi belajar tentang kebahagiaan yang sebenarnya ketika kebahagiaan itu dibagi. Sore itu kami memang hanya menikmati hidangan berbuka yang sederhana dan apa adanya, tapi raut kebahagiaan dan keceriaan di wajah anak-anak pasukan bintang itu adalah hidangan berbuka puasa yang paling membahagiakan.

Salut untuk teman-teman KPAJ yang tahu betul bagaimana menikmati ?kebahagiaan, yaitu dengan membaginya, membaginya kepada anak-anak yang mungkin tidak seberuntung anak-anak kita di rumah. Saya jadi ingat sebuah kata bijak : manusia kaya dari apa yang dia miliki, tapi manusia bahagia dari apa yang dia bagikan.

Sampai ketemu lagi teman-teman, salam untuk pasukan bintang yang luar biasa itu.

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (6)

  1. ahayyy, inspiratif sekali. jadi kangen juga dgn murid2 anak jalanan yg pernah saya temui, sepuluh tahunan yg lalu

    • 10 tahun yang lalu kakak Brad umur berapa? *menghitung dengan jari*…kalau saya masih kuliah semester awal *sekadar membandingkan umur* #dikeplak

  2. hiks jadi kangen ama adik2 di rumah singgah dkt plumpang situ.

    Semangat terus pasukan bintang yaaa

  3. bahagia memang akan semakin bertambah bila dibagikan, beda dengan uang..

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.