Random Post

Lawakan dangkal di TV kita

opera van java 1

Anda pernah punya teman atau kenal dengan seseorang yang tak punya rasa humor ? Saya belum pernah, dan rasanya seumur hidup saya memang belum pernah bertemu dengan orang yang tak punya rasa humor.

Entah bagaimana rasanya kalau kita hidup tanpa rasa humor, karena humor adalah salah satu naluri dasar seorang manusia meski kadarnya berbeda-beda. Apa yang menurut kita lucu belum tentu lucu bargi orang lain.

Untuk memenuhi salah satu naluri dasar manusia itu, televisi-sebagai salah satu kebutuhan manusia modern- punya berbagai acara yang bertema komedi dan belakangan ini acara berema komedi semakin banyak menghiasi layar kaca. Acara-acara seperti itu kemudian menghasilkan beberapa komedian atau pelawak. Hampir di setiap era ada saja pelawak baru yang muncul silih berganti.

Periode tahun 70-an orang-orang tua kita pasti kenal dan akrab dengan tokoh semacam Bing Slamet, Iskak, Ateng dan Eddy Sud. Saya tidak bisa bicara banyak tentang kualitas mereka sebagai pelawak karena saya memang tidak tahu banyak tentang mereka.

Pada akhir era 70-an juga muncul pelawak baru yang tergabung dalam grup Warkop DKI (Dono-Kasino-Indro). Trio ini berjaya sepanjang periode 80-an hingga pertengahan 90-an. Saya ingat semasa kecil betapa saya sering terpingkal-pingkal oleh aksi trio ini dalam film-film layar lebar mereka. Lebaran biasanya jadi waktu yang dinanti-nantikan untuk bisa melihat aksi mereka di bioskop. Warkop DKI memang biasanya merilis film baru mereka tepat di musim lebaran.

Gaya lawakan Warkop DKI memang cenderung slaptik dan sederhana, mereka juga terkenal sering menggunakan wanita-wanita cantik dan seksi untuk menarik minat penonton. Kelucuan dibangun lewat adegan konyol yang tak masuk akal, porsi untuk dialog cerdas dan lucu hanya sedikit. Bagi saya dan teman-teman seusia, lawakan slapstik seperti itu jelas lebih gampang dicerna dibandingkan lawakan cerdas lewat dialog. Bagi kami, Warkop DKI adalah pelawak terbaik di kisaran tahun 80-an dan awal 90-an.

Dominasi Warkop DKI hanya bisa disaingi oleh grup lawak legendaris Srimulat. Srimulat tampil dengan lawakan yang sederhana, lebih ndeso tapi juga mampu menggelitik urat tawa penonton. Srimulat juga dikenal sebagai sekolah komedi yang menelurkan banyak nama pelawak top di kemudian hari. Sebut saja nama Alm. Basuki, Alm. Timbul, Kadir, Doyok, Tarzan, Nunung, Tukul dan banyak lagi. Sampai sekarang nama besar mereka masih tetap jadi perbincangan, meski tak terlalu aktif lagi namun mereka tetap eksis dan tak pernah membubarkan diri.

Di awal tahun 90-an muncul grup lawak baru dengan tema lawakan yang berbeda, namanya Bagito. Grup beranggotakan 3 orang ini muncul dengan dialog lucu dan cerdas sambil sesekali menyindir. Mereka awalnya muncul di TVRI sebelum akhirnya meneken kontrak senilai Rp 1 milyar di stasiun RCTI untuk sebuah acarakomedi sendiri. Bagito adalah fenomena lawak baru di hampir sepanjang periode 90-an dan awal 2000-an.

Akhir tahun 90-an muncul sebuah grup lawak baru dari kota Bandung bernama P-Project. Mereka mengusung genre baru lagi bernama parodi. Acara komedi mereka di stasiun SCTV menjadi favorit dan sempat bersaing ketat dengan acara milik Bagito di RCTI. Grup P-Project bahkan sempat menghasilkan beberapa album bertema komedi yang isinya murni parodi dari lagu-lagu top 40 masa itu.

Periode tahun 2000-an menjadi awal booming beberapa acara komedi di layar kaca tanah air. Stasiun televisi memberi porsi lebih besar untuk acara-acara berbau komedi. Tak heran kemudian banyak pelawak-pelawak baru bermuculan. Untuk contoh kita bisa menyebut nama-nama grup macam Patrio, Cagur, serta pelawak individu macam Komeng, Ulfa Dwiyanti dan Alm. Taufik Savalas. Gaya lawakan yang ditampilkan sedikit banyaknya masih mengikuti gaya lawakan milik Bagito. Kelucuan dibangun lewat dialog dengan satu atau dua orang yang bertugas sebagai pemancing dan lainnya sebagai eksekutor.

Stasiun televisi TPI bahkan punya acara talent show khusus untuk memancing munculnya pelawak-pelawak baru hingga kemudian muncul nama seperti grup Bajaj dan Sule, bahkan grup musik komedi TeamLo.

Tahun ini, seperti tahun-tahun sebelumnya, program acara sahur di stasiun televisi kita banyak dipenuhi oleh acara-cara bertema komedi. Masa seperti ini seakan menjadi masa panen bagi beberapa pelawak seperti grup Cagur, Eko dan Parto dari Patrio serta Komeng dan Sule. Wajah-wajah mereka jadi sangat akrab dengan kita karena frekuensi kehadirannya yang sangat tinggi.

Seiring dengan bergantinya tahun, trend lawakan juga sepertinya mengalami perubahan. Bila sebelumnya kebanyakan kelucuan dibangun lewat dialog yang segar dan lucu maka sekarang kebanyakan lawakan kembali dibangun lewat adegan slapstik dan cenderung penuh kekerasan.

Sebagai contoh, simak saja acara Opera Van Java. Kelucuan yang dipancing dalam acara ini sebagian besar berasal dari adegan-adegan konyol dan cenderung keras yang ditampilkan para pemainnya. Azis Gagap adalah orang yang paling sering menjadi objek penderita. Dia dipukuli dan didorong oleh lawan-lawan mainnya (seringnya adalah Sule dan Andre Taulani) semata-mata agar kelihatan lucu dan memancing tawa penonton.

Sementara itu di stasiun televisi lain, Eko Patrio dan teman-temannya berusaha memancing tawa penonton lewat dialog-dialog yang menghina bentuk fisik lawan mainnya, dalam hal ini Hendrik yang kebetulan memang bertubuh cebol. Komeng yang muncul di stasiun televisi lainnya juga setali tiga uang. Selain kerap muncul dengan hinaan pada bentuk fisik atau penampilan lawan mainnya, dia juga terkenal suka kasar utamanya pada Olga Syahputra yang jadi salah satu lawan mainnya.

Puasa sudah berjalan lebih dari 10 hari dan selama itu pula saya hampir selalu mengamati acara komedi di beberapa stasiun televisi dan jujur, selama itu pula saya belum pernah merasa bisa tertawa melihat aksi dangkal mereka dalam memancing tawa. Bila dulu saat masih kecil saya bisa tertawa dengan gampangnya saat melihat adegan slapstik nan dangkal para pelawak maka tampaknya sekarang selera humor saya mengalami pergeseran.

Saya tiba-tiba merasa rindu pada penampilan pelawak-pelawak tahun 90-an semacam Bagito dan P-Project, atau-saya tiba-tiba ingat- pada grup asal Djogdja bernama plat AB yang terkenal piawai dengan plesetannya. Benarkah trend lawakan kita sudah berubah ? atau sebagian besar pelawak sudah kehilangan kreatifitas mereka dalam memancing tawa sehingga memilih untuk melakukan adegan slapstik dan kekerasan sebagai pilihan utama dalam memancing tawa ? entahlah…

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (1)

  1. Bagaimana tanggapan anda tentang democrazy dan negeri impian? terimakasih..

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.