Perjalanan

Surabaya dan Kampung Inggris di Pare

Sepotong Surabaya

Akhirnya saya bisa kembali menginjak Surabaya, kali ini bukan sekadar transit tapi menghabiskan satu malam di sana. Serunya lagi karena kali ini perjalanan dilanjutkan ke Kampung Inggris di Pare-Kediri yang terkenal itu

Sekitar pukul 10 WIB, Garuda Citilink yang membawa saya ke Surabaya mendarat dengan sempurna. Sepanjang 1 jam perjalanan di udara saya kebanyakan tidur sambil mendengarkan lagu dari iPod. Surabaya agak mendung hari itu. Di gerbang Juanda saya disambut para supir taksi, mobil rental dan tukang ojek. Satu persatu ajakan mereka saya tolak, saya sudah berniat untuk menggunakan kendaraan umum dimulai dari DAMRI bandara.

Tujuan saya Sparkling Backpacker Hotel di Jalan Kayun. Tempat ini memang sengaja saya pilih karena letaknya yang strategis, dekat dengan tempat acara Pesta Komunitas yang diadakan oleh teman-teman Blogdetik Surabaya. Hanya dengan berjalan kaki dari hotel selama kurang lebih 10 menit, sampailah di Grand City Surabaya tempat acara diadakan.

Dari Juanda ke Bungurasih perjalanan masih lancar. Masalah baru timbul ketika di Bungurasih saya harus menuju ke terminal Wonokromo. Bus 3/4 dari Sidoarjo yang saya tumpangi ternyata sangat menguji kesabaran. Sejam lebih saya berada di atas bus menunggu sang supir mendapat wangsit untuk mulai jalan. Beberapa kali saya hampir menyerah dan memilih taksi untuk mengantar saya ke jalan Kayun. Beruntung kekuatan dompet saya masih belum sekuat niat untuk menumpang taksi.

Rasa lega betul-betul menjalari seluruh relung hati ketika sang supir memutuskan untuk mulai jalan. 30 menit kemudian sampailah saya di Wonokromo. Tadinya saya sudah siap menyerah melihat deretan angkot yang masih santai menunggu penumpang tanpa tahu kapan akan mulai jalan. Saya sudah berniat untuk mencegat taksi dengan perhitungan biayanya tidak akan terlalu mahal. Beruntung ketika sedang menunggu taksi, sebuah angkot warna coklat dengan line M mendarat di depan saya. Tanya sebentar dan kemudian jalan meski kecepatannya ternyata maksimal 20 KM/jam.

Sparkling Backpacker Hotel yang Murah dan Nyaman

Akhirnya perjuangan yang tak seberapa berat itu berakhir di sebuah bangunan berbentuk ruko berlantai 4, jauh dari bayangan saya sebelumnya. Sparkling Backpacker Hotel benar-benar mirip toko bila dilihat sepintas. Setelah check in dan mengambil kunci saya bergegas ke lantai 3 tempat kamar saya berada.

Kesan pertama, kamarnya lumayan. Dengan harga Rp. 105.000 semalam saya dapat kamar yg bersih dengan dua tempat tidur, satu televisi 21 inch yang hanya punya satu channel bersih serta AC yang masih dingin. Kamar mandi tidak termasuk dalam penawaran ini, kamar mandinya ada di sudut belakang dan lumayan bersih. Ada juga beberapa kamar yang sepaket dengan kamar mandi dengan harga Rp. 185.000 hingga Rp. 200an ribu.

Tampak depan Sparkling Hotel Backpacker yang sedang direnovasi
Suasana kamar Sparklling Hotel

Saya hanya sebentar di kamar sebelum beranjak ke Grand City tempat acara Pesta Komunitas berlangsung. Saya di tempat acara hingga malam tiba sekitar pukul 20:00. Dalam perjalanan ke Grand City saya baru sadar kalau Sparkling Backpacker Hotel ternyata hanya berjarak sepelemparan batu dari Monumen Kapal Selam. Di belakang Monumen Kapal Selam yang tepat bersisian dengan sungai besar ada arena bermain untuk skater dan penggemar BMX. Saya suka melihat suasana jalannya yang lapang dan bersih dengan beberapa mural di dinding jalan.

Sparkling Hotel juga dapat dijangkau dari Stasiun Gubeng dengan jalan kaki. Benar-benar lokasi yang strategis.

Malam sepulang dari acara saya coba mampir ke Plaza Surabaya yang juga sepelemparan batu dari Sparkling. Tujuan saya mencari makanan lokal atau makanan apa saja yang kira-kira belum pernah saya cicipi. Pilihan saya akhirnya jatuh pada sop buntut dari sebuah konter makanan. Rasanya enak, segar dan sesuai bayangan saya. Harganya juga tidak terlalu mahal.

Habis makan saya memilih kembali ke hotel untuk istirahat. Kebetulan saya memang tidak berniat untuk jalan-jalan karena masih ada tujuan lain keesokan harinya. Mindset ke Surabaya untuk tugas memang sedikit banyaknya mempengaruhi sehingga hasrat jalan-jalan jadi agak terkekang.

Keesokan harinya saya kembali ke Grand City untuk mengikuti hari kedua Pesta Komunitas. Kebetulan saya dapat kesempatan tampil jam 4 sore untuk sosialisasi kegiatan Blogger Nusantara 2012. Selepas acara rencananya saya dan Mamie akan beranjak ke Pare, Kediri.

Kebetulan sejak sebulan lalu ada teman-teman dari Anging Mammiri yang sedang menimba ilmu di sana, memperlancar bahasa Inggris. Kebetulan juga Mamie ingin melihat langsung keadaan di kampung Inggris yang terkenal itu untuk persiapan Jimbo dan Amdan, dua jagoan ciliknya.

Pare, Kampung Inggris yang Bersahaja

Sekitar pukul 17:30 kami dijemput APV sewaan yang akan membawa kami ke Pare. Perjalanan tidak terlalu mulus karena ternyata ada beberapa halangan plus mobil yang tak begitu mulus entah karena kondisi mobil atau sang supir yang tak ahli. Aslinya perjalanan hanya memakan waktu kurang lebih 3 jam, tapi kenyataannya kami tiba di kota Pare sekitar pukul 11 malam.

Disambut ketiga anak hilang yang sudah lama terdampar di Pare, kami menginap di hote Surya Kediri. Pare sudah redup malam itu, jalanan lengang dan rumah-rumah seperti berselimut. Malam itu tak banyak cerita yang mengalir, 3 anak hilang itu rupanya sudah terbiasa dengan jadwal biologisnya yang baru, tidur jam 11 malam dan bangun jam 5. Mereka berubah, tak lagi seperti dulu yang bisa tahan tidak tidur hingga pagi.

Pagi datang menjemput. Matahari tidak garang, selimut awan tipis menahan sinarnya. Dengan becak saya dan Mamie mengikuti ketiga anak hilang itu bersepeda masuk ke kampung Inggris mengambil sepeda yang akan mengantar kami jalan-jalan keliling kampung. Suasana kampung Inggris begitu bersahaja, jalanan kecil yang tidak mulus dengan deretan rumah yang rapat dan sederhana.

Bersepeda keliling Pare

Berikutnya kami berlima sudah bersepeda keliling kampung. Melintasi tanah lapang berisi kebun kacang panjang, deretan pohon kersen, lapangan bola tempat anak-anak bermain bola dengan riang, sawah hijau dan sebuah warung sederhana yang menyajikan ketan ditaburi parutan kelapa dan serbuk dari bubuk kacang. Betul-betul pagi yang sederhana dan bersahaja.

Nasi ketan a la Pare

Cukup jauh dan lama juga kami bersepeda. Buat saya ini sebuah pengalaman yang mengesankan. Terakhir kali bersepeda masuk kampung dengan udara bersih seperti itu saya lakukan tahun 2009 di Bali. Perjalanan pagi itu diakhiri di sebuah warung pecel yang dipilih secara acak karena sadar kalau keramaian alun-alun kota sudah berakhir.

Nasi Pecel a la Pare

Akhirnya saya bisa melihat langsung sebuah kampung yang terkenal sebagai penyelenggara kursus bahasa Inggris paling mumpuni. Suasana yang sederhana, nyaman dan bersahaja itu tentu jadi faktor tambahan bagi para pelajar yang datang dari luar kota. Para pelajar tentu bisa fokus tanpa ada banyak gangguan, berbeda bila mereka belajar di lembaga kursus di kota besar.

Siang jam 13:00 saya dan Mamie akhirnya meninggalkan Pare, meninggalkan 3 anak hilang yang lagi menuntut ilmu itu. Kami harus kembali ke kota masing-masing pukul 17:00 via Juanda. Buat saya ini akhir pekan yang menyenangkan, menikmati Surabaya meski singkat dan menikmati Pare yang nyaman dan bersahaja meski juga terasa singkat.

Mungkin suatu saat saya akan kembali ke sana, mungkin saya akan menjadi murid juga di sana. Siapa tahu, kan ?

 

[dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (29)

  1. “Mereka berubah, tak lagi seperti dulu yang bisa tahan tidak tidur hingga pagi”

    Hihihihihi

    Ah, saya merindukan suasana seperti itu *sepertinya sudah terlalu lama di ‘kota’

  2. jd inget pelotot2an sm preman di bungurasih hihihi akhirnya ngumpet di hanking donut :p

  3. Mau nasi pecelnya!!

  4. Perjalanan yang asyik daeng, jadi ngiler lihat peccel itu.., *siap2 nih menunggu kedatangan tiga anak hilang yg sedang menuntut ilmu itu 😉

  5. Yeah… We can’t stay up anymore.. 😀

    But… I’m not sure if We come back to Makassar..

    tsaaahhh….

    • iPul dg.Gassing

      hahaha..kalo kembali ke Makassar, tetap kembali ke kebiasaan lama kayaknya..
      nongkrong sampai pagi
      😀

  6. duh, kemarin baca tulisan blogger tentang kampung Inggris, tapisiapa ya? LUpa euy.
    tadinya saya kira PARE teh bukan di pulau Jawa, bingung juga sama KEDIRI yang setahu saya masih di Jawa Timur. Hadeh, ternyata beneran masih di Pulau Jawa tah.

    Jika dari Sulawesi aja bela2in belajar bahasa Inggris di sini, seperti saya pun inginlah mengenalkan kampung ini pada para ponakan pada waktunya nanti 🙂

    btw, itu hotel sparkling di lt.3 naik tangga dunk? huaaaa …

    • iPul dg.Gassing

      iyya, di sana banyak orang Makassar yg belajar 😀
      dan oh ya, Sparklingnya ya naik tangga, masak naik haji
      😛

      • sewot kali nyautnya 😛 capek ya naik turun tangganya? 😛

        daeng, kasih info dunk blogger yang masih ngendon disono. Siapa tau abis dari Bali bisa langsung maen ke Pare. Mengasah (golok) ilmu di kampung Inggris kayaknya mesti masuk daftar neh 😀

        • iPul dg.Gassing

          ke Bali bulan berapa ?
          teman2 mau balik bulan 5 soalnya.
          bisa coba cek ke blognya http://nanie.me dia salah satu yg belajar di sana 🙂

          • awal april, semoga tak ada april mop yang menunggu di sana. masih tentative menunggu cuaca tak menggalau seperti sekarang. doakan yah, agar hanimun ini berjalan lancar 😀

            nanti saya mampir ke blog nanie, semoga dapat pencerahan di situ xixixi

  7. Huehehe kalo di Bungur bisnya emang nunggu agak lama Daeng. Harusnya kalo cuma mau ke Wonokromo gak perlu naik bus, karena kalo bus dalam kota nunggunya emang kurang lebih setengah jam. mendingan naik bison yg dari Malang aja 😀

    mampir ke Pare ya? belum pernah ke sana sih Rusa, kalo Kediri sih biasanya ke Gurah sama Kediri kota 😀

  8. Hohoho, “gae koen tok”? Itu artinya “untuk kamu saja”. 😀

  9. ini salah satu tempat yang ingin saya kunjungi, Daeng. hehehe…padahal dari Pare ke Batu sudah nggak terlalu jauh lho…bisa sambil main-main nih. plus, mau mampir ke Kediri liat Gudang Garam dan tahu Kediri…hahaha…jadi wisata :p

  10. gajah_pesing

    welcome in Surabaya yang hanya sepelemparan batu.. Pokok’e Gae Koen Tok.. 🙂

  11. Penasaran sama nasi ketannya :9

  12. Kampung Inggris

    Wah, Gambarnya di pare mantab Mas, apalagi makanannya. Bener2 bikin ngiler
    Terimakasih telah share pengalaman di Kampung Inggris di Internet 🙂

  13. pernah juga datang ke kampung enggris, kaget juga ada kursusan bhs inggris segitu banyak

  14. Pengen banget saya ke Kampung Inggris yang terkenal itu 😀

  15. karaeng gowa

    wew makan beras ketam beside dafodil mantap daeng

  16. afifah nada aqilah

    wah, banyak yg nyaranin ke aku buat ke situ kampung inggris? katanya buat tes english ability….
    aku mau ah kesana 🙂 . terima kasih banyak yah infonya

  17. salam kenal … kalo ada kunjungan baik utk kerjaan atau pribadi yg membutuhkan rental mobil di surabaya, bisa menghubungi saya di nomor 031-70960420 / 08123583517 / 083830344202
    harga sewa termasuk mobil-driver-BBM-minuman dingin dgn kendaraan APV’07 dan GRANMAX “10
    Insya Allah dpt dipercaya dan service memuaskan
    hub, BOBBY-ABIMANYUtrans

  18. hotel murah di kuta

    Many thanks this kind of detailed write-up! We presume it’s very precise. Great and bad the web today is a vital device both for businesses as well as peoplealike.

  19. lutvu andrian

    main-main lagi ke kampung inggris ya..
    udh banyk yg berubah dan makin luas..??

    slm orng dr kora pare..

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.