Perjalanan

Jalan-jalan ke Tuguredjo

Tuguredjo dan candinya

Siang itu ketika kami tiba di Tuguredjo ada beberapa pasang anak muda yang sedang berduaan

Hari itu sebenarnya saya sudah siap meninggalkan Semarang setelah 2 hari menghabiskan waktu bersama anak-anak. Sebelum kembali ke Jakarta saya bertukar sapa dengan Anastasia, seorang teman warga Semarang yang saya kenal di workshop dinamika perkotaan di Jakarta beberapa bulan lalu. Kebetulan sekali karena Marco Kusumawidjaya juga sedang berada di Semarang, jadilah saya ikut bergabung dengan mereka.

Saya bergabung dengan mereka di sebuah restoran tua bernama restoran Semarang di Jl. Gadjah Mada. Pemiliknya bernama pak Djongkie Tio, seorang keturunan Tionghoa yang tampaknya tahu banyak tentang sejarah kota Semarang. Bapak tambun yang tetap terlihat sehat di usia senja itu sangat ramah. Beliau bercerita banyak tentang keadaan kota Semarang, termasuk beberapa tempat yang menyimpan banyak sejarah bagi ibukota propinsi Jawa Tengah itu.

Sekitar jam 2 siang kami bergerak meninggalkan restoran Semarang. Tadinya saya mau berpisah dengan rombongan, tapi mereka mengajak saya untuk ikut serta. Jadilah saya ikut bersama mereka. Tujuan mereka ke daerah Tuguredjo di sebelah barat kota Semarang menuju daerah Kendal.

Teman-teman Semarang memang sedang punya sebuah proyek meneliti sebuah peninggalan kuno yang disinyalir berasal dari jaman Majapahit. Sebuah tugu yang terletak di atas bukit.

Tanpa kesulitan berarti kami tiba di lokasi. Mobil harus diparkir agak jauh dari lokasi karena memang jalannya yang lumayan kecil. Tugu itu berada di atas bukit, untuk naik ke atas kita harus menapaki anak tangga yang jumlahnya lumayan. Saya lupa menghitungnya, walaupun ada yang bilang kalau jumlahnya seratus anak tangga. Tapi saya meragukannya, hanya saja memang terasa lumayan membuat pegal dan ngos-ngosan.

Kawasan Tuguredjo ditandai dengan sebuah gerbang bergaya klasik seperti yang bisa ditemui di candi-candi lainnya di tanah Jawa. Setelah melewati gerbang, terlihat 2 bangunan penting. ?Sebelah kiri ada sebuah tugu besar dan sebelah kanan ada sebuah bangunan besar berbentuk seperti candi. Tugu itulah yang sebenarnya berasal dari jaman Majapahit sedang bangunan candi itu adalah bangunan baru yang dibangun tahun 1984 oleh sebuah korporasi bernama Tanah Mas.

Seluruh kawasan tersebut memang berada dalam penguasaan Tanah Mas. Seorang penduduk sekitar bercerita banyak kepada kami tentang keberadaan Tuguredjo tersebut. Masih belum jelas memang asal dan usia tugu tersebut. Ada yang bilang kalau tugu tersebut dulunya adalah tapal batas kerajaan Majapahit dan ada yang bilang kalau tugu itu dulu adalah tempat menambatkan kapal.

Ini tugu yang katanya peninggalan jaman Majapahit

Alasan kedua agak tidak masuk akal, meski dari ketinggian kita bisa melihat pantai nun jauh di sana tapi rasanya agak mustahil kalau orang sampai bersusah payah menambatkan kapalnya di atas ketinggian seperti itu.

Sir Stanford Raffles katanya pernah menginjakkan kaki di tugu tersebut, itu kata si bapak yang bercerita banyak kepada kami. Tugu itu juga pertama kali direstorasi oleh pemerintah kolonial Belanda pada tahun 1938. Ada sebuah prasasti dalam bahasa Belanda yang ditulis di bagian bawah tugu.

Kemudian oleh pemilik perusahaan Tanah Mas, dibangunlah sebuah candi di dekat tugu itu. Tujuannya adalah untuk menjaga keberadaan tugu. Awalnya candi tersebut dibangun juga sebagai tempat peribadatan mengingat sang pemilik Tugu Mas adalah warga keturunan India yang memeluk agama Hindu.

Perlawanan muncul dari warga sekitar, utamanya sebuah pesantren yang letaknya berdekatan dengan Tuguredjo. Mereka menolak candi itu digunakan sebagai tempat peribadatan, bahkan menuding kalau lokasi candi dan tugu itu sebagai sarang musyrik. Butuh waktu lama untuk menyadarkan warga utamanya warga pesantren kalau itu adalah peninggalan sejarah yang bagaimanapun tetap harus dilestarikan. Saat ini warga pesantren sudah lebih terbuka, mereka bahkan sudah mau ikut memelihara dan membersihkan area Tuguredjo.

Siang itu ketika kami tiba di Tuguredjo ada beberapa pasang anak muda yang sedang berduaan. Karena tempatnya yang terpencil ?dan sepi maka bisa jadi memang daerah itu sering digunakan sebagai tempat untuk memadu kasih. Di beberapa bagian tugu dan candi juga terlihat banyak coretan-coretan yang tertinggal. Ada coretan nama yang sepertinya adalah nama sepasang kekasih, ada juga umpatan-umpatan yang tidak jelas.

Coretan yang tidak jelas di dinding candi

Penduduk sekitar sedang berusaha untuk mempopulerkan tugu tersebut dan berharap ada perhatian lebih dari dinas purbakala kota Semarang. Mereka memimpikan suatu hari nanti Tuguredjo bisa jadi tempat kunjungan wisata yang mampu menarik perhatian wisatawan.? Berbagai usaha dilakukan oleh warga sekitar tapi perhatian tak kunjung datang.

Rintangan yang paling terasa adalah keberadaan beberapa industri pengolahan batu alam di sekitar tugu yang terasa sangat mengganggu. Siang itu saya mencatat setidaknya ada 3 pengolahan batu alam yang beroperasi di sekitar tugu. Keberadaan industri ini bisa mengganggu keberadaan peninggalan sejarah itu, apalagi tidak jelas apakah mereka memang punya ijin atau tidak.

Apa yang terjadi di Tuguredjo adalah sesuatu yang lazim terjadi di negara ini, bagaimana sebuah peninggalan sejarah yang menyimpan banyak kisah selalu berada dalam kondisi kritis karena kurangnya perhatian pemerintah. Di Makassar hal yang sama juga terjadi pada Benteng Somba Opu.

Kalau kita tidak bisa menghargai sejarah, bagaimana kita akan menjadi bangsa yang besar?

[dG]

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (3)

  1. Wah aku pernah piknik disini pas Pramuka waktu SD

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.