Sebagai salah satu tempat wisata yang terkenal di Jayapura, Danau Love atau Telaga Emfote ini memang memikat.


telaga emfote
Ini dia Telaga Emfote

SELAMA EMPAT HARI (16-19 FEB) saya kedatangan tamu yang datang jauh-jauh ke Jayapura. Siapa lagi kalau bukan Mamie. Dia datang dari Makassar untuk bertemu pacarnya, melepas rindu sekaligus menjejakkan kaki untuk pertama kalinya di tanah Papua. Mumpung pacarnya lagi di Jayapura, ya dia ke sana saja. Sekalian ketemuan, sekalian berwisata juga.

Nah karena ada tamu, maka sebagai tuan rumah yang baik saya harus dong memberi layanan yang baik juga. Salah satunya adalah mengajak ke tempat wisata sekitar Jayapura yang bisa dijangkau dengan mudah.

Sebagai informasi, tempat wisata yang ada di sekitaran Jayapura sebenarnya banyak. Tapi sebagian memang susah dijangkau, entah karena jauh atau karena biayanya mahal (pakai banget). Jadi untuk menghemat biaya, saya cukup mengantar ke tempat wisata yang tidak terlalu jauh saja atau minimal mudah dijangkau.

Setelah hari pertama hanya bersantai saja selepas perjalanan udara tiga jam lebih, hari kedua barulah kami beringsut ke tempat wisata. Pagi hari di hari Sabtu (17 Februari) dibuka dengan kunjungan ke Skouw atau perbatasan Republik Indonesia dengan Papua New Guniea.

Soal Skouw sudah saya bahas di sini, jadi tidak usah saya perpanjang lagi ya. Jelasnya, Skouw sangat panas dan membuat kami harus istirahat dulu sepulang dari sana. Akibatnya, rencana kedua untuk ke tugu MacArthur jadi batal. Kami terlambat bangun setelah tidur siang akibat sakit kepala. Jadinya kami hanya menikmati sunset di tepi Sentani, tepatnya di kafe Honai.

Nah barulah keesokan harinya kami menikmati liburan sesuai skedul. Rencananya di pagi hari kami akan ke Telaga Emfote, atau yang lebih akrab disebut sebagai Danau Love. Itu karena bentuknya kalau dilihat dari atas memang menyerupai hati atau love.

Telaga Emfote masuk ke dalam wilayah Kampung Puai, distrik Sentani Timur, Kabupaten Jayapura. Jarak dari kota Jayapura ditempuh kira-kira 2 jam, sedang dari Kotaraja hanya sekira 1,5 jam ke arah Waena atau bandara Sentani.

Perjalanan kami mulai di pagi hari sekitar jam delapan. Matahari sedang malas bersinar, tertutup awan yang menggantung. Jalanan sepi karena memang biasanya di hari Minggu, orang Papua yang mayoritas Nasrani akan lebih banyak beribadah di gereja. Kondisi ini juga terus kami temui sepanjang jalan menuju Telaga Emfote. Kampung-kampung yang kami susuri lebih banyak sepi, orang-orang berkumpul di gereja untuk beribadah.

Perjalanan bisa dibilang lancar karena jalanan yang sepi dan mulus. Kondisi ini berbeda dengan kondisi yang digambarkan beberapa tulisan di blog yang saya temui. Salah satunya di tulisan Wira Nurmansyah yang ini. Di tulisan itu dia bercerita bagaimana sulitnya perjalanan ke Telaga Emfote atau Danau Love ini. Selain karena medan yang berat, juga karena tidak adanya penanda jalan yang memadai.

Awalnya saya juga mengira kondisi yang sama akan kami temui. Jalan yang buruk, berbatu dan tidak nyaman. Eh, ternyata saya salah. Jalan ke Telaga Emfote ternyata sangat mulus dengan aspal licin dan beton mengkilap. Bahkan kampung ke arah Telaga Emfote pun sama licinnya, meski sepertinya sangat sempit untuk dua mobil yang bersisian. Saking mudahnya perjalanan ke sana, Google Maps pun sampai bisa menunjukkan lokasinya dengan sangat akurat.

*****

KAMI SEMPAT BERPAPASAN DENGAN HUJAN yang lumayan deras di jalan, kondisi yang bikin saya agak kuatir. Bagaimana tidak kuatir coba? Kalau hujan, tiba di Telaga Emfote kita mau bikin apa? Turun dari mobil untuk foto-foto rasanya tidak mungkin. Hasil fotonya pun pasti tidak bagus.

Tapi untunglah hujannya hanya lewat dan tidak bermaksud menetap. Jadi setibanya di Telaga Emfote langit sudah lumayan cerah meski tidak terlalu biru seperti harapan saya.

Ah saya lupa cerita. Sepanjang perjalanan, mata kami disuguhi pemandangan bentang alam Papua yang menakjubkan. Bukit-bukit hijau yang bertonjolan, Danau Sentani yang menghampar luas, pepohonan yang rapat dan hamparan padang rumput yang luas. Benar-benar surga yang menyejukkan mata. Memang Papua ini trada lawan!

Telaga Emfote
Pemandangan seperti ini tersaji di sepanjang jalan menuju Telaga Emfote
Telaga Emfote
Ini lagi

Pemandangan seindah itu tentu tidak kami sia-siakan, apalagi kami bawa mobil sendiri. jadi ya kami bebas berhenti di mana saja untuk merekam gambar keindahan tanah Papua yang terbentang di depan mata itu. Itulah enaknya kalau bawa kendaraan sendiri, supirnya bisa dicolek untuk berhenti kapan saja.

Setelah perjalanan panjang yang menyenangkan itu, kami akhirnya tiba di punggung bukit yang tepat berada di samping Telaga Emfote. Apa yang tersirat ketika pertama kali tiba di Danau Emfote?

Hanya satu kata: Luar biasa! (eh, itu dua kata ya?)

Telaga (atau danau) ini memang tidak terlalu luas. Saya agak susah mengira-ngira luasnya, tapi jarak antara satu titik dengan titik yang terjauh mungkin sekitar 300 meter. Intinya, kita bisa melihat dua sudut terjauhnya kalau berdiri agak tinggi. Telaga ini berada agak rendah hingga sepintas bentuknya seperti mangkuk berisi air.

Telaga Emfote
Tepian Telaga Emfote
telaga emfote
Ilalang di tepi Telaga Emfote

Sekelilingnya, rumput ilalang tumbuh subur dengan warna hijau yang mendominasi. Beberapa titik ada warna hitam seperti bekas terbakar. Entah disengaja atau kecelakaan, tapi untungnya tidak terlalu banyak. Telaga Emfote atau Danau Love ini sepertinya sudah mulai dikelola menjadi tempat wisata, terbukti dengan adanya dua bangunan tanpa dinding yang berdiri di ketinggian. Dari bangunan itu kita bisa menikmati keindahan telaga dengan bebas. Di bagian paling tinggi malah ada bangunan yang difungsikan sebagai toilet bagi pengunjung.

Sayangnya, di sekitar dua bangunan itu sampah berserakan. Pengunjung yang norak sepertinya sudah sempat menjamah Telaga Emfote, dan seperti biasa kebiasaan norak mereka juga ikut terbawa. Hasilnya; botol plastik, bungkus plastik sisa makanan serta botol kaca dan kaleng minuman keras berserakan. Terkutuklah kalian wahai pengunjung norak!

Bagian menarik dari Telaga Emfote bukan hanya telaganya, tapi juga pemandangan sekitarnya. Ya Allah, itu alam memang sungguh luar biasa. Bukit-bukit hijaunya, padangnya, pepohonannya. Tak cukuplah kata untuk menggambarkan keindahannya. Di kejauhan, pegunungan Cyclops juga berdiri tegak kebiruan dengan topi dari awan yang beriringan. Angin sejuk pegunungan membelai wajah, membuat saya yakin kalau perjalanan panjang itu terbayar lunas. Papua tra kosong pokoknya.

Pemandangan di sekitar Telaga Emfote
Ini Mamie sama pacarnya

Untungnya lagi, kami datang bukan di waktu ramai. Tidak ada pengunjung lain selain kami bertiga (saya, Mamie dan Dhila). Jadi kami bebas bersantai, menikmati syahdunya alam tanpa ada suara manusia lain. Berfoto pun tak sulit, kami tidak harus ngomong: permisi pak, bu. Bisa gantian? Kami baru berpapasan dengan pengunjung lain ketika kami mulai meninggalkan Telaga Emfote. Untung saja kami datang lebih cepat.

Kami meninggalkan Telaga Emfote sekitar pukul 10 pagi. Jalan naik-turun dan berkelok kembali kami susuri. Telaga Emfote atau Danau Love tertinggal di belakang, mudah-mudahan dia tetap ada di sana tanpa harus menjadi korban orang-orang norak yang rajin membawa sampah. [dG]

Tips ke Telaga Emfote atau Danau Love:

  1. Tidak ada kendaraan umum menuju tempat ini, jadi pilihan terbaik adalah menggunakan kendaraan pribadi. Mobil atau motor tidak masalah karena jalanan sudah bagus dan mulus.
  2. Kalau membawa kendaraan sendiri, gunakan Google Maps yang bisa memandumu. Google sudah tahu koq tempat ini.
  3. Di kampung terakhir menjelang masuk ke lokasi kamu akan dimintai sumbangan oleh warga. Besarnya menurut kendaraan, untuk mobil Rp.50.000,- dan untuk motor Rp.20.000,-. Anggaplah ini sebagai sumbangan buat warga yang berjaga di sana.
  4. Waktu terbaik untuk berkunjung adalah di pagi hari, jadi usahakan berangkat paling lambat pukul 8:00 WITA agar tidak kesiangan. Pastikan juga cuaca cerah atau minimal mendung, karena percuma ke sana kalau hujan sedang turun. Kita tidak bisa memotret atau berjalan di sekitar danau.
  5. Jangan lupa bawa makanan atau minuman, tidak ada penjual makanan atau minuman di sana.
  6. Di beberapa titik, koneksi Telkomsel lumayan bagus bahkan sampai 4G meski tidak stabil. Minimal kalian bisa update status, unggah foto atau bikin Instastory.
  7. Ingat! Bawa pulang sampahmu. Jangan menambah sampah yang sudah mulai merusak di sekitaran danau.

About Author

Daeng Ipul Makassar
a father | passionate blogger | photographer wannabe | graphic designer wannabe | loves to read and write | internet junkie | passionate fans of Pearl Jam | loves to talk, watch and play football | AC Milan lovers | a learner who never stop to learn | facebook: Daeng Ipul| twitter: @dgipul | ipul.ji@gmail.com |

Comments (6)

  1. Waah sungguh indah dan bikin iri.. Salam sayang untuk Mamie~~

  2. Aku malah kebayang bagaimana kalau di tempat yang ilalangnya subur seperti ini ada banyak sapi/kerbau ehheheheh. Pasti bakal tambah keren. Seperti sedang menggembalakan hewan ternak sembari mengabadikan momen 🙂

  3. Dari semua foto-foto yang ditampilkan, saya paling suka foto yang terakhir “mami dan pacarnya” Karena itu foto saat mereka selfi hehehe.

    Begitulah umumnya saudara-saudara kita, tidak mau perduli dengan kebersihan lingkungan. Padahal sudah dianugerahi tempat-tempat yang indah. Kan tidak elok kalau kita foto-foto terus sampah-sampahnya ikut juga nongol. Terima kasih Daeng, foto-fotonya keren, bikin penasaran mau juga ke sana.

  4. Bagaimana kalau pasangan ini datang ke Ende, sekali-kali 😀
    Kangen Mamie euy….

Comment here

This site uses Akismet to reduce spam. Learn how your comment data is processed.